Tanya POV
Hari sudah menjelang malam dam lagi lagi aku sendiri di flat. Untung saja flat ini tidak terlalu besar, jadi aku tak terlalu takut untuk sendiri.
Aku mulai takut karena kejadian saat itu. Kejadian yang memang sangatlah membuatku trauma hingga saat ini. Tapi untung saja, penyandra itu baik.
Ku merasa pipiku mengembang jika mengingatnya sudahlah abaikan saja.
"Hi tanya" sapa Louis seelah membuka pintu frat. Ia berjalan menujuku dan memelukku. Enah mengapa rasanya aku sangat tak mau jika ia memerlakukan ini padaku. Rasanya aku menjadi membencinya. Aku pun mencoba untuk menghindar darinya.
Dan akhirnya aku terlepas darinya. "Hey, whats going on?" tanyanya heran.
"I dont know but please dont touch me" ucapku sambil sedikit meangkah mundur.
"Why?" ia memajukan selangkah kakinya dihadapanku.
"Please dont lou. Aku merasakan sesuatu yang aneh pada diriku" kataku hingga akhirnya air mata turun tanpa sebab dari mataku.
"Why are you crying? We can talk it and solve the problem" ucapnya sambil membawaku duduk di sofa.
Ia mengusap punggungku bermaksud untuk sedikit menenangkanku hingga akhirnya aku berhenti menangis.
"Mengapa kau menangis?" tanyanya yang berada di sebelahku.
"Kau yakin tidak akan kecewa jika aku menceritakan semua ini padamu?" tanyaku padanya.
Kulihat ia sedikit terdiam sebentar mungkin agar memastikan bahwa ia siap untuk 'tidak kecewa' saat aku menceritakan semua yang terjadi.
"Iya" ia menghembuskan nafas berat sebelum ia memastikan ia siap.
"Okay. Untuk sebelumnya, aku ingin meminta maaf padamu atas perasaanku yang bodoh ini" tuturku padanya sambil memberikan sekotak tissue.
"Untuk apa ini?" tanyanya.
"Aku takut jika kau menangis mengecewakan perasaan bodohku ini Lou" ucapku.
"Okay. Tell me" ucapnya.
"Kau tahu kan saat kejadian itu?"
Ia mengangguk.
"Kuharap kau tak akan menyalahkan siapapun bahkan dirimu juga"
"Semenjak saat itu, saat dimana aku pertama kali melihat seseorang yang menyandraku itu, aku..." ucapku tertahan karena aku merasakan seperti seseoang memotong semua perkataanku yang akan aku lontar kan pada Louis.
"Kau apa?" ucapnya.
Aku memeluknya dan menangis lagi dipelukannya. "Maafkan aku Louis, aku... Aku sudah... Sudah terlanjur mencintainya" tangisanku semakin mengeras di pekukannya kali ini hingga akhirnya aku berbicara kepada Louis.
Kurasakan pelukannya yang melingkar pada tubuhku mulai melonggar hingga ia melepaskanku.
"Im so sorry" rintihku sambil memegang erat tangannya.
"Its okay" ucapnya dan kulihat matanya agak memerah dan berkaca kaca.
"You saying that you are okay but i know you lied" ucapku lalu aku kembali ke pelukannya dengan lebih erat lagi. Begitu juga dengannya yang membalas pelukanku dengan sangat erat seperti tidak mau melepaskanku.
Aku pun melepaskan pelukan kami. Ia mengapit rahangku dengan kegua tangannya yang memang besar.
"Go with him" ujar Louis sambil tersenyum. Its just a fake smile. Aku dapat merasakannya.
"I will find another girl" tuturnya lagi sambil tersenyum.
"Im promise that you are always in my memory Lou" ucapku sambil tersenyum padanya.
Ia menciumku untuk terakhir kalinya sebelum aku pergi dan menemui Thomas.
KAMU SEDANG MEMBACA
STOCKHOLM SYNDROME [Thomas Sangster Fanfic]
FanfictionMungkin bodoh jika aku mencintai seseorang yang sudah menyandra ku dan telah memperlakukanku sebagai budaknya. Namun sungguh, aku mencintai nya walau aku sudah memiliki calon tunangan.