12 Desember
Ahahahahaha ... pertama kalinya kita melakukan hal ini. Rasanya sungguh memalukan. Oh, entah aku harus menyalahkan siapa. Tapi, kita bertiga sama-sama malu jadi tak apa, kan? Aku yakin kamu akan mengingatnya dengan detail hingga tua nanti. Hitung-hitung cerita hari ini dapat menjadi kisah bagi keturunanmu nanti pffttt ... Jangan lupakan kejadian malam hari di sekolah. Mohon maaf tapi aku sengaja datang telat :D Takut kan, kamu? Ya memang tujuannya itu sih.
{||}
Setelah menentukan tempat dan waktu yang tepat, akhirnya Claretta, Timothy, Grizelle, dan ibunya berkumpul di cafe milik ibunda Timothy. Ternyata benar, floral cafe yang mereka bicarakan tempo hari dengan teman sekelas mereka memang cafe yang itu. Bangunan di sudut jalan satu blok dari sekolah.
Dinding floral cafe itu bernuansa putih gading menjurus cokelat muda. Seperti temanya, banyak tanaman khususnya bunga tumbuh di sekitaran bangunan. Di depan terdapat teras kecil yang dihias sedemikian rupa hingga bunga-bunga yang tumbuh di sekitarnya bertambah cantik. Ditambah susunan barang-barang vintage seperti sepeda ontel dan radio kuno. Teras itu berubah hingga banyak spot-spot fotogenic yang akan menjadi incaran pelanggan.
Sore itu mereka berempat telah duduk pada sebuah tempat di luar ruangan. Suasana yang sejuk dan pemandangan yang indah dilihat membuat siapa saja yang datang akan merasa nyaman.
Tidak ada yang membuka suara. Mungkin mereka masih sungkan sebab ibu Grizelle masih saja menatap mereka. Claretta mulai melirik-lirik Grizelle dan Timothy. Batinnya bertanya mengapa mereka tidak memulai percakapan padahal biasanya ada saja topik yang keluar dari mulut mereka. Bahkan tidak ada satupun dari mereka yang memesan makanan atau minuman.
"Sudah lama tidak bertemu ya, Timothy, Claretta." sapaan hangat ibu dari Grizelle dan senyuman kecilnya yang secantik milik anaknya tertuju pada kedua insan di hadapannya.
Ibu Grizelle adalah seorang perempuan yang cantik. Ia bahkan pernah menjadi the most wanted girl pada saat masih menuntut ilmu di bangku sekolah. Grizelle beberapa kali bercerita tentang ibunya. Beliau pun adalah seseorang yang humble dan easy going sehingga mudah sekali untuk akrab dengannya.
Seketika suasana canggung tadi runtuh. Digantikan percakapan-percakapan ringan seputar sekolah atau kenangan masa lalu yang mengundang tawa saat diingat.
Hingga pembicaraan terbawa ke dalam masalah yang lebih serius.
"Grizelle sudah memberitahu kalian, bukan? Tentang kepindahan kami bulan depan ke London."
Ketiga remaja dihadapan wanita yang hampir paruh baya itu mengangguk.
"Bagaimana pun juga kami harus melakukannya. Grizelle juga sudah pernah protes pada saya tapi setelah kami berdua berdiskusi, pindah ke London adalah pilihan paling tepat bagi kami saat ini. Saya berharap kalian mengerti."
Claretta dan Timothy jadi merasa tak enak. "Eh, kami ngerti kok, Tante."
Beliau kembali tersenyum. "Terima kasih ya. Atas waktu-waktu terbaik yang dapat dirasakan Grizelle selama ia tinggal di sini. Dia pasti tidak akan pernah melupakan kalian." ucapnya seraya mengusap kepala anak semata wayangnya.
Ketiga sahabat itu saling berpandangan. Waktu-waktu terbaik, ya? Memang apa saja sih yang pernah mereka lakukan sampai menjadi waktu-waktu terbaik bagi mereka. Entah bagaimana ketiganya sama-sama bingung untuk sekedar menanggapi perkataan ibu Grizelle.
Setelah percakapan itu selesai mereka pamit untuk berkeliling kafe karena sepertinya sangat menarik untuk dijelajahi. Mereka meninggalkan ibu Grizelle bersama dengan ibunda Timothy yang terlihat senang bertemu kembali setelah beberapa lama tidak saling bertegur sapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days To Go
Teen Fiction-Untuk Claretta Rhea Maheswari- Hanya itu yang tertulis pada sisi depan surat warna kuning cerah yang dipegangnya. Penasaran, Claretta pun membuka amplop itu dari belakang dan seketika segala hal yang terjadi beberapa tahun belakangan kembali merasu...