20 Desember
Hal yang membuatku terkejut saat adalah datangnya Reno dan Revan. Kenapa sih kembar aneh itu harus datang? Bagaimana bisa mereka datang bersama menempati satu tubuh dan memakainya bergantian? Tapi, kata orang jangan takut pada jiwa lain seperti mereka. Bila mereka megganggumu tendang saja seperti kau menendang Timothy Jonathan.
{||}
Ternyata keanehan Timothy hari itu tidak berlalu begitu saja. Keesokan harinya Claretta bertemu lelaki itu di depan laboratorium bahasa. Seketika ia merinding karena Timothy tampak aneh. Lelaki itu menurunkan poninya sehingga rata menutup dahi bahkan menyentuh alisnya yang agak tebal. Kemudian wajahnya nampak lebih kecil sebab ia memakai kacamata lingkaran lebar yang mirip dengan milik Claretta. Timothy memang orang yang rapi tapi ia tidak pernah terlampau rapi begini. Bahkan dasinya terlihat sangat mencekik leher dan kemeja yang dimasukkan ke dalam baju terlihat begitu lurus tanpa cela. Claretta sempat tidak menyadari kalau lelaki yang ditemuinya itu benar Timothy.
"Timmy?" sapanya tak yakin.
Masalah yang lebih lanjut adalah Timothy tidak membalas sapaannya. Bahkan ia tidak menoleh hingga Claretta harus memegang bahu lelaki itu untuk mengalihkan pandangannya.
Timothy atau mungkin orang lain yang berpura-pura sebagai dirinya, menoleh ke belakang. Ke arah Claretta yang sempat tertinggal tiga langkah darinya.
"Ya?"
Claretta mengerutkan dahinya bingung. "Kamu sehat kan, Tim?"
Lelaki itu memiringkan kepalanya 45 derajat ke kanan. "Aku?" ia menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, kamu. Emang ada siapa lagi di sini yang kelihatan bisa aku ajak bicara?"
Ia mengedarkan pandangan ke sekitar yang memang sepi. Kembali menatap pada Claretta dan tersenyum. "Yang seharusnya menjadi pertanyaan di sini adalah kamu siapa?"
"Hah?" Claretta membeku.
Apa katanya? Kamu siapa? Terbentur di mana kepala Timothy hingga lelaki itu bisa lupa ingatan seperti ini?
"Iya, kamu siapa? Terus Timmy? Kamu panggil aku pake nama itu, kan? Siapa juga Timmy?"
Oke, Claretta hampir saja pingsan mendengar pertanyaan aneh itu. Ia tidak pernah tahu seseorang yang amnesia bisa jadi seperti ini. Keadaan laki-laki itu biasa saja. Tidak ada luka atau bekas benturan yang menguatkan perkiraan bahwa ada kecelakaan yang menimpa lelaki itu.
"Jadi, kamu gak inget aku?"
Timothy yang sekarang bukan Timothy menggeleng. "Kalau kamu masih terus bertanya-tanya gitu mendingan duduk dulu deh, Tenangin diri kamu. Aku mau kembali ke kelas. Permisi."
Claretta tidak sempat memberikan respon apapun bahkan hingga Timothy menghilang di balik dinding lorong sekolah akibat ia berbelok menuju kelasnya. Gadis itu terduduk di kursi yang disediakan oleh sekolah berada di depan lab bahasa.
Sahabatnya itu lupa ingatan. Dan sialnya ia adalah satu dari banyaknya hal yang terlupakan.
"Etta!" Claretta masih belum dapat menjernihkan pikirannya saat seorang gadis dari ujung lorong menghampirinya dengan berlari.
Tapi tak ayal ia mendongak. Mendapati Grizelle yang berhenti di depannya dengan nafas tersengal-sengal. Gadis itu memegang lututnya erat dan membungkukkan badan. Pose yang biasa diperlihatkan orang setelah lelah berlari.
"Kamu udah ketemu Timmy? Aku bener-bener gak ngerti dia kenapa. Kayaknya kepalanya terbentur hingga bisa aneh begitu. Apa dia lupa ingatan?"
Claretta kembali menunduk seraya menggeleng kepalanya. Ia pun tak paham. Grizelle menyadari kegundahan hati sahabatnya kemudian ikut duduk di kursi panjang itu sambil menghela nafas panjang. Masalah apalagi yang kini melanda mereka?
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days To Go
Fiksi Remaja-Untuk Claretta Rhea Maheswari- Hanya itu yang tertulis pada sisi depan surat warna kuning cerah yang dipegangnya. Penasaran, Claretta pun membuka amplop itu dari belakang dan seketika segala hal yang terjadi beberapa tahun belakangan kembali merasu...