: 1step Forward

28 5 2
                                    

Satu, dua, tiga, empat baju tergeletak kusut diatas kasur, saat sang pelaku masih sibuk mengobrak Abrik isi lemarinya. Mencari sesuatu.

"Sial"

Kemarin Rabu Airi mengajak Dale menonton pertunjukan orkestra di Hari Minggu. Sudah H-1 tapi ada hal yang ia lupakan.

"Nggak ada duit buat beli tiket"

Gadis itu mengusak rambutnya frustasi. Kebiasaan ngomong ceplas ceplosnya sudah sering membuatnya rugi, seperti kemarin di cafetaria. Tapi tetap saja Airi tidak pernah kapok. Setidaknya kejadian di cafetaria membawa keberuntungan. Yang ini? Juga kalau Airi punya uang dia sudah telat untuk beli tiket.

"Kalo kayak gini lebih malu maluin dari kemarin"

Airi mengambil handphone nya, mencari kontak di aplikasi WhatsApp, segera setelah itu ia tekan tombol telepon dengan cepat.

"Halo, giman-"

"SHIRA BANTUIN GUE"

"Njing ga usah teriak Ri, udah malem. Kenapa?"

"Gini, kemarin kan aku janjian sama Dale mau liat pertunjukan orkestra besok di teater kota"

"Ku tebak, kau ga sengaja keceplosan dan sekarang ga ada duit buat beli tiket?"

Airi diam setelah mendengar tebakan Shira. Shira menarik nafas panjang, terdengar di panggilan itu. Airi bisa melihat samar samar Shira memampangkan wajah malasnya.

"Aku bukan ATM berjalanmu Ri, minta ortu mu kan bisa"

"Durhaka banget mau ngajak cowok jalan pake duit ortu"

"Kerjaan siapa suka ceplas ceplos" Airi menghembuskan nafas pasrah. Ia mematikan teleponnya sepihak dengan lesu.

"Coba aja lah ya kan" gadis itu sudah hendak keluar kamar, tapi langkahnya berhenti di depan pintu.

"Ga, ga berani" Bulu kuduk Airi naik, ia cuma takut ditanya Dale itu siapa.

"Lu kenapa Ri, ngendap ngendap kayak bukan di rumah sendiri" Suara berat seorang pria mengagetkan Airi di tempatnya.

"Diem gondrong" Jari telunjuk Airi ia tempelkan di bibirnya. Sang pria menaikkan sebelah alisnya.

"Kak Ali punya duit ga?"

"Dih, kalo ada juga ogah gw kasih"

"Sialan"

"Kenapa si?"

"Mama mana?"

"Tu" Ali membuat isyarat dengan kepalanya, menunjuk dapur di sebelah kanan ujung lorong kamar mereka berdua. Airi menggigit jarinya gusar.

"Heh gw nanya" Sang pria menendang kaki Airi pelan.

"Mau jalan sama temen" Ali terdiam sejenak, menatap Airi curiga.

"Cowok" Airi menghindari kontak mata dengan kakaknya yang sudah berkepala dua itu. Ali menyeringai.

"Temen apa temen" godanya. Airi menatapnya tajam. Ali hanya tertawa kecil.

"Terus? Lu nggak punya uang?"

"Apalagi emang? Kalo ga dibolehin si Airi bisa kabur sendiri"

"Males punya adek durhaka kek gini"

"Seenggaknya Airi bisa potong rambut sendiri" Airi menjulurkan lidahnya. Kakaknya hanya menggelengkan kepalanya.

"Gw ada, tapi lebih milih gw pake buat sekolah lu daripada ngajak cowok jalan. Btw kan seharusnya cowok yang ngebayarin ceweknya, lah ini kenapa kebalik dah?"

: Epoch [ Slow Update ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang