Sorry for the long update, enjoy!
•••
Angin berhembus kencang siang itu, dengan sinar matahari yang masih bisa menjangkau ruang latihan band walau langit sedikit berawan.
Jari gadis berambut sedada itu meraih gagang jendela dan menutupnya, mengurangi rasa dingin yang menusuk ke tulangnya. Ia hanya seorang diri, di ujung ruang koridor lantai 2 gedung ekstrakulikuler. Ruangan ini tidak redam suara, dan tidak akan ada juga yang dapat mendengar suara dari sana karena hanya sedikit ruangan yang terpakai di lantai 2.
Lagi pula band yang didirikan dengan latar belakang pembicaraan 5 anak kelas 1 saat [] tentang kecintaan mereka pada musik itu tidak sebegitu kaya untuk menyewa studio. Bahkan dana paling banyak yang Shira berikan hanya 800.000 ribuan untuk membeli kabel, amplifier, dan lain lain.
"Chindo mah beda"
begitu pikir Airi pertama kali mendengar tentang uang dari mulut gadis berkulit putih itu.
Airi menyingkap poninya yang agak panjang ke belakang. Teman temannya belum datang, kelas tambahan pagi ini malah menjadi ulangan dadakan. walau malamnya ia tidak belajar, tapi ulangan Airi lancar, mungkin jalan bareng dengan Dale kemarin memberi keberuntungan.
Gadis itu menangkap satu set alat drum di pojok ruangan. Airi duduk di kursi drumnya, menyentuh stik drumnya, Mencoba memainkan nada dasar yang biasa ia mainkan untuk pemanasan.
Airi memukul Hi-hat Drumnya di sebelah kanan, suaranya terdengar nyaring saat bertabrakan dengan stik drumnya. Tangan kirinya mulai memukul Snare drum, drum inti dari set drum. Sementara kakinya menekan pedal drum besar di bawah, bass drum. Menyelaraskan semuanya.
Airi cukup mahir dengan drum, dimulai saat ia berumur 13 dengan ketertarikan nya pada benda besar dan mengkilap di studio latihan kakaknya. Kak Ali adalah drummer untuk club band kuliahnya, kadang kadang Airi di bawa latihan bersamanya jika Airi bosan sendirian di rumah, saat orang tua mereka ada keperluan keluar.
Kak Ali memang terlihat tengil di mata Airi, tapi tengil tengil begitu ia masih ingin membantu Airi melakukan hal yang ia suka. 4 tahun berlalu sampai Airi masuk band SMA nya sendiri. Bangga? Tentu. Kakak mana yang tidak senang adiknya tumbuh menjadi sesuatu yang ia inginkan? Walau Ali sering mengejek adik perawannya kalau permainannya tidak akan sebagus dirinya.
Suara langkah kaki yang mendekat membuat Airi menghentikan permainannya, menebak nebak siapa yang datang. Matanya menatap pintu ruangan sampai sepasang kaki dengan sepatu johnson hitam melangkah masuk.
"Sialan ku kira siapa" Airi menaruh kasar stik drumnya di meja.
"Loh, tumben awal. Bisa masuk 7 keajaiban dunia ni" Pria itu langsung merobohkan dirinya ke kursi kayu di belakang. Meletakkan tas gendong dan bass nya yang sedari tadi ia tenteng.
"Kayak kamu sering dateng awal aja bar" gadis itu berjalan menuju pintu ruangan dan menengok ke kanan kiri, mencari seseorang.
"Shira mana?" Tanyanya.
"Biasa, jadi babu guru sebentar" Bara menarik resleting kain tas bass nya, menarik nya keluar dan menaruh nya di pangkuannya.
"Kalian keluar bareng apa satu kelas?"
"Satu kelas"
Airi langsung berbalik. Menenteng kursi dan menaruhnya di depan bara. Sang pria hanya menatap bingung. Ia duduk dengan semangat, dan menatap wajah orang di depannya. 10, 15 detik, bara sudah gugup menebak maksud Airi.
KAMU SEDANG MEMBACA
: Epoch [ Slow Update ]
Teen Fiction[ LOTS OF HARSH WORD ] Aula sekolah. Tempat mereka pertama kali bertemu. Airi adalah drummer untuk band SMA nya. Kehidupan sehari harinya berubah setelah ia mendengar melodi piano yang di hasilkan Dale, pianis bisu di sekolahnya. Beberapa bulan m...