: Something More

10 3 0
                                    

      Rumah tak bertingkat yang terbuka hijau dan bergaya country, dengan kebun yang terbilang luas. Berdiri di kawasan perumahan yang terbilang 'elit'. Satu mobil Mercedes berwarna hitam mengkilap dan satu mobil Nissan altima berwarna silver di sebelahnya, satu motor beat deluxe menghias keberadaan mereka di dalam garasi rumah berwarna coklat dengan kayu jati di beberapa hiasan temboknya.

      3 kamar tidur, 3 kamar mandi, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga yang lebih luas dari ruangan yang lain. Tempat 3 anggota keluarga biasanya berkumpul di malam hari dan bercengkrama menceritakan hari yang mereka lalui baru saja.

      Dapur yang menyatu dengan ruang makan, pemandangan langsung menghadap ke kebun dibatasi dengan pintu kaca yang berdiri di sepanjang ruangan itu. 5 kursi makan dengan satu kursi di tengah, ditujukan untuk kepala keluarga.

      Saat ini pria itu duduk disana memandang ayahnya yang sedang bahagia menikmati masa tuanya dan menghabiskan nya dengan berkebun.

      Dale mengunyah sarapannya dengan hikmat saat matanya masih mengamati senyum lepas ayahnya di kebun miliknya, senyum simpul sesekali tersirat di bibirnya.

      Sarapan bisa dibilang terapi gratis untuknya. Diam, makan, mengamati, dan menyimpulkan. Menjernihkan pikiran dari hari sebelumnya, dan memulai hari yang sama saja.

Datang kesekolah, disambut dengan orang orang yang menatap segan.

      Ia tahu, tatapan semua orang hanya menuju ke Mercedes kakaknya, sepatu Tomkins terbarunya, latar belakangnya.

Kalau bukan itu... Ya kekurangannya.

"Kasihan, sudah dilahirkan di keluarga berkecukupan. Tapi malah 'kekurangan' "

      Benci? Nggak, karena perkataan mereka tidak ada yang salah. Ia memang kekurangan. Dan ia tidak sebaik itu untuk menganggap perkataan mereka sebagai motivasi dan merasa dirinya adalah suatu kegagalan di keluarganya.

Yang salah mereka. Dan Dale Ingin bicara. Ingin sekali. Tapi tidak bisa.

      Dari situ ia berkenalan dengan piano. Dengan maksud mengimbangi kakaknya, seorang pianis yang sudah tampil keluar-masuk negeri. Ia tidak sehina itu.

      2-3 tahun masa SD-SMP ia menjadi handal karena latihan terus menerus tanpa henti. Memenangkan kompetisi piano pertamanya, berharap orang orang mengubah pandangan mereka terhadapnya.

      Tidak ada. Ia masih mendengar bisikan itu di belakang telinganya. Ia sadar, manusia memang seperti itu. Tak ada yang bisa dirubah.

      Semenjak itu Ia menjadi cuek dan acuh tak acuh karena muak dengan pandangan orang lain terhadap nya dan orang baik di sekitarnya.

      di masa SMA nya Banyak orang menganggap Dale dingin, jutek, karena pandangan matanya yang 'biasa saja'.

      Padahal yang perlu mereka lakukan hanyalah duduk, mendengarkan Dale memainkan pianonya.

      Karena itu beberapa orang pergi, beberapa orang datang. Yang satu ini orang baru di lingkungan hidup Dale.

      Namanya Airi, drummer band sekolah yang menabraknya sampai makan siang nya tumpah dan meneriakinya pria sialan.

Bukan masalah besar. Toh, dia sudah minta maaf.

Di awal juga ia biasa saja.

      Bersihkan baju, ganti ke ruang uks, ambil makan siang yang baru. Tapi gadis ini malah datang ke latihannya dan meminta maaf. Dan sekarang berteman dengannya.

Yah, perilaku orang bukan dia yang mengatur. Silahkan. Ia juga tidak peduli.

Berteman ya tinggal berteman. Selamanya? Ya bisa saja.

: Epoch [ Slow Update ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang