Part 4

4K 11 0
                                    

Sejak saat itu bayangan Fatty selalu menggangguku, senyumannya, ringisan kenikmatannya, lekukan payudaranya yang berhasil aku pegang, semua itu membuat aku masuk ke dalam pusaran gravitasi ajaib bernama Fatty.

“Hon, kamu kenapa? Ngelamun aja.” Paggilan Aya sontak mengaburkan lamunanku tentang Fatty. Sejak beberapa menit lalu aku mengawang-awang dalam alam imajinasi, Aya ternyata sudah berdiri di belakangku.

“Eh, gapapa, cuma kurang tidur aja. Semaleman baca buku Supernova baru.” Jawabku.

“Dasar kamu, bacanya kan bisa kalo weekend.” Protes Aya.

Aku meringis, “Seru banget bukunya, makin lama baca, aku makin ga bisa tidur, akhirnya ya sampe subuh.”

“Udah yuk, kita makan siang, aku udah laper nih.” Ajak aya seraya menarik tanganku untuk turun ke kantin.

“Bentar dulu deh, orang-orang masih belum banyak yang turun juga. Lagian kantor kamu cepet banget udah keluar jam segini?”

“Kantor kamu tuh terlalu banyak robot, jadi semua diprogram.” Balas Aya

Dialah Aya, kekasihku, gadis yang aku temui di lantai dua gedung ini. Memang walaupun berbeda kantor, tapi kami berada di dalam satu tower yang sama. Perkenalanku dengan Aya bermula ketika aku pindah ke kantor baruku, di mana aku terpaksa membuka rekening bank di tempat Aya bekerja karena gajiku ternyata ditransfer ke sana. Fisik Aya yang tidak terlalu tinggi, berkulit putih, hidung mancung, mata agak sipit, memang membuatnya mudah keluar masuk kantorku, karena semua orang menyangka Aya karyawan di sini, bahkan banyak yang sering bilang kami itu tertukar, Aya lebih pantas berada di sini, cocok dengan temanku yang bernama Edo, Takeda, atau Ono.

“Kamu lesu amat sih?”Aya bertanya padaku yang sedang menyendok nasi goreng dengan ogah-ogahan.

“Masih ngantuk nih.” Balasku manja.

“Makanya, kalo di suruh tidur itu, diikutin, kebanyakan baca-baca novel sih.” Aya memencet hidungku. “Terus  mau apa?” tanyanya lagi.

“Tidurlah, hahaha.”Jawabku “Tapi jam pulang masih lama, jadi nantilah, sekarang aku ngopi aja dulu.” “Gamau ke lantai 12A?” tanya Aya. Aku tersenyum, “iseng banget sih”

Lantai 12A gedung tempatku bekerja adalah lantai kosong karena tidak ada perusahaan yang mau menempatinya, alasannya, karena 13 adalah angka yang membawa sial. Lantai kosong ini kutemukan secara tidak sengaja pada waktu mencari WC kosong karena WC di lantaiku sedang rusak waktu itu.Ruangan yang sepi dan jarang diketahui orang membuat aku dan Aya sering berbuat “nakal” di lantai ini.

Sampai di lantai 12A aku pertama kali masuk ke WC diikuti Aya beberapa saat kemudian, kami memilih WC perempuan karena lebih aman, lagipula jarang ada cewe yang berani masuk ke WC di lantai ini sendirian. Kami selalu memilih bilik paling ujung karena ukurannya paling luas di antara bilik lainnya. Aku segera menciumi Aya begitu bilik tertutup dan terkunci. Aya membalas ciumanku sambil sambil membuka reslteting celanaku dan menyusup masuk lalu mengelus kejantananku perlahan di luar celana dalamku.

Aku sibuk melucuti kancing kemeja Aya satu-persatu yang sedari tadi ketat melapisi tubuhnya, membuat lekukan payudaranya menggoda di setiap gerakan. Bra Hitam segera menyembul keluar, bahannya yang tipis memperlihatkan putingnya yang mengeras. Pengait bra depan dengan satu tangan berhasil kubuka, aku yang sudah tak sabar langsung melahap payudara Aya yang berukuran 36C sambil terus memainkan putingnya yang berwarna coklat muda dengan tanganku yang lain. Sementara itu tanganku yang kanan mulai turun ke paha, mengelus paha Aya yang ditutupi stocking, memberikan sensasi aneh yang membuatku makin bernafsu. Aku sampai di selangkangannya, kusentuh perlahan daerah kewanitaan Aya dari balik celana dalamnya yang sudah lembab. Kurasakan tekstur renda miliknya, lalu kuturunkan perlahan.

“Ahhh, terus, terus sayang…” desah Aya yang keenakan menikmati buah dadanya yang sedang kusedot dan kuciumi, jariku asik memainkan sesuatu di balik celana dalamnya. Cairan kewanitaannya sudah basah mengalir keluar. Sekitar 10 menit tubuh Aya menegang, “Aku mau keluar sayang. Akhh…akhh…” bagaikan disengat listrik Aya melemas, kedua kakinya gemetaran, aku membantu menangkap dirinya yang limbung, lalu mendudukannya di toilet duduk.

Setelah beristirahat sejenak, dan mendapatkan kekuatannya kembali Aya menariku mendekat dalam posisi duduknya, dia membuka kancing celanaku, kepalanya yang sekarang hanya berjarak 30 CM dari kejantananku yang mulai berkedut sementara celanaku sudah berhasil diturunkan hingga selutut. Celana dalamku ikut diturunkan perlahan, hingga milikku muncul keluar, tegang dan berdenyut-denyut. Aya segera menciumi perlahan, dia tahu cara membuatku rilex tapi di sisi lain penasaran. Caranya menciumi milikku membuatku melayang kenikmatan.

Lidah Aya menjilati ujung kejantananku, bagian paling sensitif, tepat di lubang saluran keluar, bibirnya sesekali meneyedot lendir yang keluar dengan derasnya. Dia mengangkat sedikit milikku lalu menjilati urat yang ada ada di bawah terhubung hingga ke bawah. Aya berhenti sejenak, mulutnya kelelahan tapi tangannya dengan sigap mengocok perlahan, menjaga agar stimulasi rangasangannya tetap ada. Sesekali didekatkannya ujung kejantananku ke putingnya yang masih mencuat, membuat kami berdua kegelian.

Aya menempatkan milikku di antara kedua payudaranya, lalu menjepitnya dengan tangan dan mulai bergerak naik turun, “Hhh, enakh gah, sayangh?” tanyanya sambil menggerakan payudaranya naik turun, sedangkan dia duduk di toilet, aku hanya bisa mengangguk setuju, sesekali mulut aya menciumi lagi ujungnya. Hangatnya sensasi itu benar-benar nikmat. “Akhh, aku udah mau keluar honey.” Kataku. Dengan sigap aya segera merubah posisinya, kini milikku kembali masuk ke mulutnya yang mungil, kepalanya segera maju mundur mengocok batang kemaluanku yang makin tegang. Aku makin merasakannya berkedut, seakan-akan ada sesuatu yang akan meledak sebentar lagi, “Aku keluarh.” Aya memperlambat kocokan mulutnya seketika itu juga aku mengeluarkan cairanku, muncrat di dalam mulutnya, sisanya tidak dapat ditampung Aya hingga menetes keluar mengenai payudaranya yang masih membusung. Aku menarik penisku keluar, sisa cairanku bertahan di dalam mulutnya, Aya senang memperlihatkannya padaku sambil memainkannya dengan lidahnya, sebelum dengan satu tegukan dia telan semua itu tanpa sisa, lalu masih kembali menyedot kejantananku dalam mulutnya, membersihkan sisa-sisa cairan dari kejantananku sambil menyedot hingga ke tetes akhir. Setelah menghilangkan leleah Aku dan Aya segera berpakaian dan membersihkan diri, lalu kami berpisah di lift kembali ke tempat kerja masing-masing.

Huff, mudah-mudahan ga terlalu vulgar ya, karena beberapa kata di sini sudah di sensor dan dihaluskan. semoga berkenan. Terima kasih loh yang udah sempetin baca, im open for discussion, saran & vote di tunggu. ^^

Parallel LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang