Part 3

5.2K 15 0
                                    

Semakin lama aku semakin akrab dengan Fatty, aku makin bingung dengan tingkah lakunya. Dia anak yang baik, dia juga bukan wanita murahan karena berasal dari keluarga terdidik dan tidak asal menawarkan dirinya ke pria lain, bahkan selama ini dia selalu mengaku belum memiliki pacar. Tapi hal yang paling membuatku bingung adalah ritual yang kami lakukan, begitu masuk kamar kami berciuman layaknya sepasang kekasih yang baru saja terpisah, sebelum pulang tentu saja kami make out. Entah kenapa aku juga makin terbiasa dengan kebiasaan ini, Aya pacarku pun sama sekali tidak tahu kalau aku bercumbu dengan Fatty.

Fatty juga menyambut baik syaratku soal 5 materi ulangan yang nilainya harus 100, 5 kali berturut-turut, dia menjadi lebih semangat untuk belajar aku juga makin takut tapi di sisi lain makin bersemangat. Untunglah akal sehatku masih menyadarkanku untuk tidak berbuat yang aneh-aneh. Aku ingin menjaga Fatty. Laki-laki mana yang tidak ingin dekat dengan gadis seperti Fatty, bisa-bisa mereka sudah memanfaatkan anak polos ini dengan maksimal. Syarat itu juga sebenarnya kugunakan supaya Fatty mundur, ternyata perkiraanku meleset dan berbalik menyerang ke arahku.

Hari ini kesalahanku terbukti, di kamar Fatty ada sebuah papan tulis yang dia bagi menjadi 5 kolom kecil, masing-masing bertuliskan mata pelajaran inti yang aku leskan. Aku terkejut karena baris pertama sudah terisi semua dengan nilai 100 sementara kolom kedua masih terisi 2. Aku yang melongo melihat papan terkejut ketika Fatty memanggil.

“Kenapa Kak? Kaget gitu lihat papanya.”

Dengan terkejut aku bertanya, “Kamu serius?”

Fatty menjawab sambil memelukku, “Iyalah kakak.”

Aku masih terkejut, “Kenapa aku sih Fatty? Ngga ada cowok lainkah?”

Fatty menatapku lagi, “Pokonya aku Cuma mau sama Kakak.” Lalu dia berjinjit dan menempelkan bibirnya di bibirku.

Minggu-minggu berikutnya adalah minggu yang penuh dengan kejutan, aku selalu khawatir tiap kali masuk ke kamar Fatty, dan mendapati papan tulis berisi kertas ujian yang ditempel magnet bertambah. Hari ini saja kudapati sudah 4 baris terisi dan semua nilai 100, aku bangga menilhat prestasi anak didikku itu sekaligus gellisah jika mengingat janjiku sendiri pada Fatty. Papan tulis itu bagaikan jam pasir yang terus mengingatkanku, seakan-akan pasirnya bergulir makin cepat, bila saja bisa kuhancurkan gelas kaca jam pasir fiktif dalam kepalaku.

Kegelisahanku tidak terbaca oleh Fatty, atau dia sengaja acuh dan senang melihatku tersiksa atas tantanganku sendiri. Fatty tetaplah Fatty yang ceria dengan ceritanya, kadang menggoda hubunganku dengan Aya, selalu menungguku di ruang makan setiap sore kita les, tapi ciumannya tiap hari makin bergairah, dia makin menggoda dan membuat ruang hatiku bergetar. Posisi Aya sedang terancam di hatiku, hanya ada Fatty di pikiranku, menggangguku. Akal sehat ini akan kalah sebentar lagi, atau memang aku yang melemahkannya. Aku harus memecahkan jam pasir itu secepatnya.

Doaku terjawab, jam pasir itu pecah juga akhirnya, semua ini di luar kehendakku. Suatu sore seperti biasanya aku mendapati Fatty di ruang makan, tetapi mukanya muram.Dia memaksa tersenyum saat melihatku dan mengajakku ke kamarnya. Ada yang lain dari biasanya, di les hari ini dia tampak kurang bersemangat. Setelah 45 menit les pertanyannku terjawab.

“Kamu kenapa Fatty? Ga semangat amat hari ini?” Dia hanya menggeleng, ada sesuatu yang tertahan sehingga Fatty tidak bisa berbicara. “Sakit?Kurang makan?” tanyaku

“Gak Kak Dan. Aku lagi bete aja, gak mood” Fatty akhirnya berbicara.

“Ya masa bisa ga mood tiba-tiba? Gara-gara aku ya?”

Fatty menggeleng, “Aku gagal Kak Dan.”Fatty berkata lirih, lalu mengambil selembar kertas ujian dari tasnya dan diperlihatkan padaku. 98 untuk nilai matematikanya, nilai penutup terakhir untuk papan tulis yang sudah hampir penuh sempurna dengan angka 100, gagal karena kurang dua poin. Aku baru sadar papan tulis targetnya memang sudah hampir penuh terisi, tinggal nilai matematikanya yang belum, tapi kini jam pasir tidak lagi bergulir,Tapi malah aku yang berharap jam itu terus mengalir.

Parallel LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang