Part 7

2.6K 8 0
                                    

Malam ini aku menghadiri acara resital piano sebuah sekolah musik terkenal di Jakarta. Tampaknya mereka memiliki program untuk memamerkan keahlian siswanya bermusik setahun sekali, sebagai salah satu siswanya, Fatty juga akan tampil malam itu. Karena Dokter Maya Ibunya sedang mengikuti seminar di luar kota, aku terpaksa menggantikan dirinya, selain menemani dan menjaga Fatty, tugas terpenting adalah merekam penampilan anak tunggalnya itu. Karena seperti yang diketahui Ayahnya Fatty tidak bisa pulang setiap waktu sehingga video penampilan Fatty selalu diabadikan untuk diperlihatkan atau dikirimkan nantinya.

Satu persatu peserta les bergiliran memamerkan keahliannya bermain musik, baik dalam grup maupun solo. Fatty, tampil sendiri malam itu membawakan lagu Rondo Ala Turca Mozart dengan begitu memukau dan mendapatkan sambutan meriah dari penonton begitu dia berdiri memberi hormat sebelum keluar dari panggung. Kumatikan handycam milik dokter Maya, tugasku mengabadikan moment anaknya sudah beres, sekarang tinggal menikmati sisa acara hingga selesai. Jam Sembilan malam, group orkestra menutup acara resital musik malam itu. Aku berjalan ke belakang panggung menghampiri Fatty yang masih asik berfoto dan mengobrol dengan teman-temannya hingga dia menyadari kehadiranku.

"Kak Dan." Panggil Fatty sambil melambaikan tangannya memanggilku untuk mendekat. "Ayo foto sini sama aku."

Aku dengan canggung mendekatinya, sementara teman-temannya penuh tanda tanya, beberapa pria bahkan memandangku dengan mimik muka menantang, atau mimik muka bersaing. Wajar Fatty disukai banyak orang, bahkan kaum adam yang mulai dewasa, apalagi penampilannya hari ini menggunakan gaun warna donker, gayanya seperti pianis wanita dari eropa, dengan belahan dada agak turun sehingga belahan dadanya terlihat menantang, ingin rasanya aku melumatnya.

"Ngeliatin apa?" tanya Fatty setengah berbisik berdiri di sebelahku.
"Ngga, ngeliatin apa-apa kok." Jawabku. Fatty menyadari mataku yang sedari tadi memandangi kedua payudaranya.
"Ngga sabaran amat, nanti aja kalo udah duaan" katanya lagi sambil menahan tawanya dan memelukku dengan sengaja sambil menempelkan dadanya ke lenganku dan membuatku makin salah tingkah.
"Kamu tuh ya, mancing-mancing aja." Kataku pelan agar teman-temannya tidak mendengar percakapan kami.

Setelah melewati beberapa sesi foto dan obrolan singkat juga interogasi teman-teman Fatty mengenai diriku akhirnya gerombolan sekolah musik itu satu persatu membubarkan diri.

"Kak Dan, terima kasih ya, hari ini udah nemenin aku." Kata Fatty di mobil, saat ini kami sudah berduaan saja.
"Anytime kiddo, seru juga nonton kamu show." jawabku sambil mengacak rambutnya.
"Ihh, kenapa rambut aku selalu di acak-acak sih kak?" kata Fatty kesal lalu mencoba merapikan rambutnya sambil manyun, usaha yang percuma karena aku berhasil memberantaki rambutnya.

Aku geli melihat tingkah lakunya, dia memandangiku yang tersenyum lalu menolehkan mukanya memandangi jalanan.

"Kak Dan, aku laper, makan dulu yuk." ajak Fatty
"Kamu mau makan di mana?" tanyaku.
"Terserah Kaka aja, yang penting aku di traktir."
"Dihh, yaudah nasi goreng pinggir jalan aja ya?" ajakku

Fatty mencubit pinggangku, aku meringis sambil berusaha berkonsentrasi mengemudikan mobilku.

"Fatty sakit." Kataku mengaduh.
"Biarin aja, balesan yang tadi." balasnya sambil menyeringai.
"Dasar, awas nanti aku bales." kataku. "Emang kamu laper banget?" tanyaku.
"Ngga sih Ka, cuma belum pingin pulang aja, bosen di rumah sendiri. Gimana kalo kita makan jagung bakar aja di puncak?" katanya tiba-tiba.
"Terus kalo Mama kamu ngecekin kamu aku harus bales apa?"
"Mama sih nyantai kak, besok kan aku libur juga." balasnya. "Ayo Kak, masuk tol." Pinta Fatty.

Aku memandangi wajahnya yang memelas, lalu menghela nafas, "Ayo deh." kataku mengarahkan mobilku ke gerbang tol dibarengi dengan pekik girang Fatty.

Parallel LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang