Chapter 4

1.1K 104 11
                                    

Selamat Membaca

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

05.41 a.m

Sang mentari muncul dari balik gunung, remang-remang cahaya sinar nya menembus melewati kaca. Hawa atmosfer pagi hari kali ini tidak terlalu dingin seperti tadi malam, sedikit hangat karena sang raja pagi.

Beberapa orang terlihat sedang mengisi waktu nya di luar, contohnya seperti joging, berjualan, membuka toko, menyapu dedaunan, dan lain-lain. Senang sekali rasa nya melihat semua kegiatan orang-orang dengan senyuman, walaupun sekedar melihat saja sudah membuat rasa bahagia.

Burung-burung mulai terbang mencari makan ataupun hanya sekedar berjalan-jalan(?). Udara pagi itu segar dan bersih, masih belum tercemar akan asap kendaraan.

* * *

"Ugh... " Lenguhan kecil terdengar dari bibir remaja berumur 14 tahun itu, ia masih enggan untuk bangkit dari kasur. Tangan nya menutupi sinar matahari yang dapat menembus melewati tirai kamar nya agar melindungi dari mata karena kesilauan nya.

"Sudah pagi ternyata". Ia bergumam seorang diri, posisi nya kini berubah, yang tadi nya rebahan kini menduduki diri nya membuat kaki nya sedikit menyentuh lantai. Mengusap wajah nya dengan pelan, lalu menggaruk tengkuk nya.

"Ugh... Kenapa aku sangat malas untuk bangun?!". Ia mengomel diri nya sendiri. Setelah puas mengomel, ia terdiam tak cukup lama lalu terkekeh pelan.

"Biasa nya pagi-pagi begini aku sedang membangun kan kak Hali dengan jahil nya, hehehe". Ia mulai bernostalgia. Mengingat semua masa lalu memang sangat indah namun terasa perih. BoBoiBoy Taufan -remaja berumur 14 tahun itu- tersenyum kecut, kemudian berlari menyambar handuk yang menggantung dan langsung masuk ke kamar mandi untuk melakukan rutinitas pagi nya.


* * *

06.15 a.m

Terlihat pemuda bernama BoBoiBoy Taufan itu sedang duduk di bangku halaman depan rumah nya, ia sibuk menali tali sepatu hitam nya. Dengan jaket biru nya ia balut agar tubuh nya hangat. Kali ini, topi kesayangan nya ia simpan dalam tas hitam bergaris biru nya, ia hanya takut hilang atau kotor.

"Hari ini, pagi nya cukup cerah, tapi udara nya sangat dingin". Ia berbicara seorang diri. Iris nya menatap langit biru yang membentang luas di atas, terlihat burung-burung yang terbang kesana-sini. Sesekali udara pagi berhembus membuat semua bergerak-gerak mengikuti arus angin berhembus.

"Biasa nya, pagi hari seperti ini, kita semua berangkat bersama-sama ke sekolah". Ah Taufan mulai dengan nostalgia nya. Kepala nya masih menengadah melihat langit.

"Dengan canda dan tawa, dengan kejahilan yang aku buat, dengan omelan Gempa, dan dihadiahkan jitakkan yang penuh kasih sayang dari kak Hali karena aku terlalu nakal. Hahaha semua nya terasa indah". Ia masih enggan bangkit dari bangku yang ia duduki. Kelereng biru safir nya masih menatap langit, kaki nya ia ayun kan maju dan mundur.

"Tapi kini... Ah entahlah". Taufan langsung menyambar skateboard biru yang ada di bawah bangku dan gitar tua yang Taufan yang ia bawa di dalam tas khusus untuk gitar di samping nya, lalu berlari meninggalkan pekarangan rumah nya, dan mulai menyusuri jalan ber trotoar.

.
.
.

Dia terdiam seribu bahasa, mata nya terpejam sesaat, tangan kanan nya masih setia menggenggam sebuah pensil. Ia malas dengan pelajaran kali ini. Ya. Pelajaran paling tidak disukai hampir di seluruh dunia(?). Yap, siapa lagi kalau bukan Matematika?

Dengarkan Aku! (BoBoiBoy Taufan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang