Chapter 16

844 77 20
                                    

* POV nya belum ganti (blm tamat)

Sirine ambulan begitu nyaring berbunyi membelah padat nya jalanan.

Air mata dan do'a setia menemani dalam sesak.

Masih setia ku tatap wajah pucat mu.

Terus menghantui dalam benak ku rasa khawatir ku.

Tirai nya sang semesta turut bernestapa bersama lara mu.

Akan selalu ku tunggu detik dimana kau akan kembali pulang.

Tawa mu akan membuat candu yang tak dapat lagi ku ungkapkan.

Aku tau...

Memang pada dasarnya aku didahului oleh ego dan rasa gengsi.

Maafkan diri ini yang tak pantas hadir dalam hidup mu.

Maafkan diri ini yang tak dapat berkata sesuai suara hati.

Dan kau tau?

Aku menyesal tak pernah mengucapkan apa yang seharusnya hati ku bicarakan.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Tangan kanan ku tergerak mengambil handphone yang berada di saku jaket ku. Dengan gemetar ku cari kontak seseorang.

Perasaan dalam benak ku benar-benar kacau, membuat ku tak tenang meski hanya memejamkan mata sejenak.

"Halo bang?". Ada sahutan diseberang. Aku masih diam.

"Ada apa? Kok nelfon? Tumben bener". Terdengar kekehan dari sambungan telfon. Aku masih diam tanpa ada nya isakkan, hanya ada anak sungai yang mengalir.

"Abang Fang kenapa? Kok diem bae?". Ku menghela nafas panjang sebelum menjawab.

"Tunggu-tunggu, kok ada bunyi sirine gitu"

"Blaze". Panggilan ku terdengar serak parau, membuat rasa khawatir nya terpanggil.

"Abang kok suara nya gitu? Ada apa? Abang habis nangis ya?".

"Blaze... Lo...". Ucapanku berhenti sejenak.

"Lo udah pulang?"

"Udah. Kenapa memang nya?"

"Ini terserah lo aja, gue cuma mau ngasih tau kalo...". Ucapan ku mengudara, lagi-lagi rasa sesak kembali muncul dalam relung hati. Tak kuat ku menahan isakkan yang tadi nya sempat redam.

"Kok abang nangis lagi, abang kenapa?". Nada suara nya mulai semakin cemas, itu membuat ku menimbang-nimbang apakah aku harus memberi tau nya?

"Lo... hiks... Sorry-sorry, gue mau lo jangan kaget ya Blaze". Pinta ku. Entah, ia akan percaya atau menganggap semua yang kusampaikan setelah ini adalah kebohongan semata.

"Iyaa, emang ngapa dah?". Jantung ku kembali teremat, kembali bimbang.

"Taufan kecelakaan". Sejenak, kami berdua bungkam.

Kembali terdengar kekehan miris dari seberang. "Hahaha, abang Fang kalau mau bercanda jangan gini bang".

Aku menggeleng pelan. "Gua nggak bercanda Blaze. Ini makanya gua nelfon lo gara-gara Taufan kecelakaan".

"Nggak! NGGAK MUNGKIN! JANGAN BERCANDA BANG!"

"Blaze, gua nggak bercanda"

"Gua juga sebenarnya pengen nggak percaya apa yang gua liat sekarang"

Dengarkan Aku! (BoBoiBoy Taufan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang