??? POV
Dalam gelap nya sang gulita. Aku bimbang. Apakah benar? Aku tak ingin percaya. Tapi memang itulah katanya, aku tak ingin pergi. Cukup aku disini, bahkan sebelum ku langkahkan kaki ku menuju dirinya, itu saja sudah membuat ku sakit disini.
Aku tau, kau sudah lelah. Tapi, bukan begini caranya. Aku juga cukup lelah karena mereka, kini? Kau mau ikut-ikutan juga? Bisa tidak kau berjuang sedikit saja? Ya. Aku memang tak tau siapa kamu, ya, aku memang tak mengenali mu.
Tapi, setidak nya kuat lah demi kami. Aku juga masih membutuhkan mu bodoh! Jangan begini. Jika kau lakukan, aku akan mengikuti mu.
Maaf. Seharusnya aku sadar lebih awal. Apakah permintaan maaf ini akan kau terima? Orang macam aku? Apa berhak? Kau sudah cukup terluka, dan aku menambahkan luka sayatan yang tak aku duga itu membuat mu rapuh.
Berhak kah aku menangisi mu? Orang jahat seperti aku ini, apa masih berhak mendapat pelukan mu? Maaf kan atas kelakuan diri ini.
Tak apa jika kau tak ingin memaafkan, setidaknya bertahan lah demi kami, kami masih membutuhkan mu.
. . .
"Hei Ice". Aku tak menanggapi.
"Ikut aku sebentar, mau? Aku ingin mencari angin". Kepalaku mengangguk ingin, namun berat hati ini untuk meninggalkan tempat ini.
Aku terdiam. Tangan nya menyentuh bahu ku. "Ayo. Nanti ku traktir minum deh". Mata sembab nya tak bisa menipu dengan suara nada nya yang baru saja keluar.
Namun, aku seperti nya juga butuh udara segar. Iris ku menatap iris orange itu. Aku tersenyum miris.
"Ya udah ayo". Aku bangkit, mengikuti langkah nya disamping nya.
Memang terasa berat. Namun mau bagaimana lagi? Kak Blaze menghela nafas panjang sembari di ikuti senyuman tipis di akhir.
"Kak Blaze". Aku memanggil. Kak Blaze menoleh menatap ku.
"Kenapa?". Ia menaikkan salah satu alis nya bertanya. Aku menunduk, tak ingin menatap iris orange nya.
"Apa kak Tauf akan baik-baik saja?". Tanya ku. Kak Blaze terkekeh pelan. Mengangguk kurang tau.
"Ya. Aku yakin kak Taufan akan baik-baik saja. Lihat lah dia. Bukan kah selama ini dia baik-baik saja tanpa kita?". Gelak tawa miris itu lah yang paling aku benci.
Disaat itu juga, tanpa sadar aku mengerat kan kepalan tangan ku. Kak Blaze menunduk, jujur saja hati ku terasa teremat mendengar nya.
Namun, bagaimana pun juga apa yang di katakan kak Blaze tidaklah salah. Kemana selama ini mata dan telinga ku? Kenapa bisa-bisa nya aku lengah?
"Sudahlah Ice, nggak usah dipikirin banget. lagipun kak Tauf pasti akan baik-baik aja". Tatapan kosong. Aku benci.
"Ada kabar dari kak Hali?". Mengalih topik hn? Bagus.
1 menit aku mendiamkan pertanyaan itu. "Belum". Kak Blaze terkekeh pelan seraya menyodorkan botol mineral kearah ku.
"Dasar". Kak Blaze duduk disebelah kanan ku, memandang entah apa yang berada didepan nya.
"Apa kak Hali nggak tau kabar kak Tauf?". Ia bertanya tanpa memandang ku, sekali lagi aku menghela nafas berat.
Aku menggeleng. "Nggak tau". Aku hanya menjawab pendek. Kak Blaze hanya terkekeh pelan.
Miris. Hati ku tidak sanggup melihat wajah kak Blaze untuk saat ini, tapi entah juga jika aku lihat kendati wajah kak Hali nanti nya. Kenapa jadi gini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dengarkan Aku! (BoBoiBoy Taufan)
LosoweBagaimana rasanya disaat kamu sedang berbicara tapi orang yang seharusnya mendengarkan dirimu malah sibuk sendiri? Kesal? Marah? Sedih? Bagaimana? Pasti nya tidak suka, bukan? Bukankah seharusnya jika ada orang lagi ngomong itu didengerin, dihargai...