010

8 6 2
                                    

"Ga sumpah gue gatau—"

"Diem." sahut Raga tegas. "Gue phobia orang tolol!"

Raga merampas buku hitam milik bimbingan konseling tersebut. Buku itu sudah tidak berbentuk lagi, tidak mungkin kan jika buku itu terbakar sendiri. Padahal Raga hanya meminta Dipta untuk menyimpan nya semalam, tapi kejadian pagi ini di ruang Osis tidak masuk akal.

Raga melempar buku itu di atas meja dihadapan semua anak-anak Osis. Mereka kaget. Tidak pernah Raga semarah ini, biasanya lelaki ini terlihat santai ada apa dengan Raga?

"Mikir pakek otak bukan silit!" Raga melangkah keluar dari ruangan Osis.

Leo berbisik kepada Asan yang duduknya bersebelahan dengannya.
"Lo mikir pakek apa San?" tanya Leo.

"Pakek otak kaki." sahut Asan enteng.

"Itu mata kaki dodol!" maki Nana yang mendengar perbincangan keduanya.

Raga berjalan di sepanjang koridor. Seperti biasa, ia membuka bungkus permen dan mengemutnya dengan satu tangan dimasukan ke dalam saku celana. Mood lelaki ini sedang tidak baik hari ini, pasalnya paman Edwan akan menemuinya untuk memilih masuk universitas. Ujian juga belum, sudah memikirkan universitas.

Raga melihat empat gadis tengah bertengkar. Ketiganya terlihat satu genk sedang melabrak satu gadis yang sendirian. Sepertinya Raga tahu apa permasalahan para gadis bodoh ini.

"Lo tinggal jauhin dia susah amat sih!" bentak mona yang di angguki kedua antek-antek nya.

"Gue gak mau." jawab Layla dingin.

Mona menunjuk wajah Layla. "Pelakor!" tuding nya tajam.

Raga mendekati mereka. Raga menepis kasar tangan Mona dari hadapan Layla. Raga menatap keempat gadis itu dari atas sampai bawah, lalu mengatakan.

"Cantik tapi bodoh."

Mona hendak menjawab makian dari sang Ketua Osis tapi di cegah oleh antek-antek nya. Mereka pergi begitu saja.

Layla tersenyum menatap Raga, "makasih Ga." ucap Layla dan berlalu.

Raga kembali memasukan tangannya ke dalam saku. Ia berjalan berniat menuju kelas. Di koridor sebelah, terlihat gadis cantik yang tengah bersusah payah membawa banyak buku ditangan nya. Raga mendekati gadis itu berniat membantunya.

"Badan kayak lidi bawa buku banyak lol." ujar Raga sambil mengambil alih buku-buku tersebut.

Lili menggerutu kesal. Apa salahnya membawa buku yang disuruh oleh sang guru? lagi pula badannya kuat membawa buku sebanyak itu. Dasar Raga selalu cari gara-gara.

Mereka berjalan berdampingan. Lili yang memperhatikan bibir pink lelaki itu terdiam sejenak. Raga menoleh kepada Lili, ia mengerutkan dahi nya.

"Kenapa lo?" tanya Raga.

"Kok bibir lo bisa pink gitu sih gue sebagai cewek insecure!" omel Lili mencurahkan isi hatinya.

"HAHAHA!" tawa Raga. "Gue cuman rajin makan permen,"

"Mau dong Ga," pinta Lili ia menunjukan puppy eyes.

"Beli." sahut Raga, "itu gunanya uang."

Lili menatap tajam Raga. Ia menghentakan kakinya dan berjalan deluan meninggalkan Raga yang meneriaki nama gadis itu.

Raga mengejar Lili yang sudah jauh. Belum lagi ada banyak buku ditangan nya ia jadi susah untuk berlari normal. Seorang siswa berhenti tepat dihadapan Raga, ia memberikan buku-buku itu kepada siswa tersebut.

RAGA! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang