04. Pria itu Ada

427 27 1
                                    

Pagi yang segar di desa. 

Kimmy menghirup dalam-dalam udara bersih melalui hidung mancungnya.  Sesuatu hal yang tak bisa dilakukannya di tempat asalnya.   Di kota sudah banyak polusi, kalau dia melakukannya bisa jadi paru-parunya jebol.  Asap kotor dan polutan akan menyerbu dan merusak organ dalam yang penting untuk kehidupannya.

“Kak Kimmy kayak ndak pernah menghirup hawa segar saja, toh,” komentar Rusman, anak lelaki Pak Lurah Sudarsono, yang berusia 10 tahun.

“Memang tak pernah, Dek.  Di kota semua serba kotor, tak cuma hawanya,” kekeh Kimmy.

“Langitnya juga kotor?” tanya Rusman polos, jarinya menunjuk langit berwarna biru cerah diatas.

“Untung tidak.  Langit selalu cerah, dimanapun.  Kecuali saat malam, tapi karena kegelapan malam.  Bukan karena jelaga,” jawab Kimmy. 

“Aku tak suka gelap,” cetus Kimmy, begitu teringat mimpi buruknya. 

Matanya membulat begitu menangkap pemandangan di sawah.  Pemuda itu, si tampan berkulit gelap dengan tubuh raksasanya yang eksotis, dia tengah membajak sawah.

“Aku tak suka gelap, tapi terkadang gelap itu indah,” sambung Kimmy.

Pandangannya tertuju pada Satrio yang menunggangi kerbau dengan gagahnya.  Kok bisa, ya, ada pria yang tampak perkasa meski hanya duduk di punggung kerbau?  Apalagi kalau dia naik kuda!  Seakan tahu sedang diamati, Satrio menoleh padanya. 

Pandangan mereka terkunci satu sama lain.  Sang wanita dengan manik mata biru cerahnya, sedang si lelaki dengan netra gelap matanya yang berwarna hitam kelam. 

Bagaikan magnit berbeda kutub, minat mereka muncul dan menarik satu sama lain untuk terus mengamati.

Kimmy tersadar ketika mendengar suara tawa cekikikan dua bocah yang mengantarnya jalan-jalan keliling desa. 

“Kak Kimmy naksir Mas Satryo, ya?” tuduh Dini sambil menyeringai, memamerkan gigi ompongnya yang lucu.

“Psstttt!”  Kimmy mengkode gadis cilik itu dengan menaruh telunjuknya di mulut.  Dia khawatir Satryo mendengarnya, karena suara Dini sangat lantang.

“Dek, yang benar mereka berdua saling suka.  Mas Satryo melihat terus Kak Kimmy.  Padahal biasanya dia ndak pernah peduli sama gadis lain, toh,” timpal Rusman.

Manik mata Kimmy melebar.  Pernyataan Rusman membuatnya sumringah.
“Masa, Man?  Dia ngelihat gue ... eh, Kakak?” tanya Kimmy memastikan.

“Iya, Mbak.  Sampai sekarang!  Eh, sekarang sudah ndak.  Ada Mbak Shinta datang.”

Kimmy penasaran mengetahui ada gadis yang mendekati Satryo.  Dia manis, tubuhnya mungil namun pas di bagian yang perlu.  Seksi, batin Kimmy.  Yang bernama Shinta itu membawa rantang makanan, sepertinya dia sedang mengajak Satryo sarapan bersama.

“Dia siapa?”  Kimmy menunjuk gadis itu dengan dagunya yang runcing.

“Anak tiri Juragan Wardoyo, dia sudah lama naksir Mas Satryo,” jelas Rusman.  Di desa, gosip berhembus lebih cepat dari angin.  Anak sekecil Rusman saja tahu masalah percintaan anak muda di desa ini.

Bukannya Juragan Wardoyo adalah nama yang harus dihindarinya?  Kimmy memutuskan mengabaikan pasangan muda didepannya, dia mengajak Rusman dan Dini melalui jalan lain.  Tanpa disadarinya, sepasang mata tajam menatap lekat kepergiannya. 

Shinta mengikuti arah pandangan Satryo.  Dia tak suka mengetahui pemuda yang disukainya menatap seorang gadis cantik berambut pirang kecoklatan.  
“Bukannya dia gadis yang baru datang dari kota itu, toh?” celetuk Shinta.
Satryo mengalihkan tatapannya pada makanan di piringnya.  Ada pisang goreng, singkong rebus, ketan koya, dan juga kopi hitam pahit ... kesukaannya.  Shinta memang sangat perhatian padanya, gadis itu hapal semua yang disukai dan tidak disukai Satryo. 

41. MISTERI NYAI RONGGENGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang