Setelah selesai istirahat Maya terlebih dahulu pergi ke toilet. Setelah sampai di toilet ia pun membasuh wajahnya di wastafel.Brak!
Terdengar pintu yang di buka sangat keras. Kenapa harus keras? Padahal kan tidak di kunci. Pikiran Maya menerka nerka siapa dia. Maya langsung teringat tadi ia makan bersama most wanted sekolahnya. Mungkin saja itu Aurel.
Benar saja itu adalah Aurel. Maya sudah bergetar dengan keringat yang mulai bercucuran. Ia merutuki dirinya sendiri yang mau saja di ajak makan bersama most wanted itu.
Saat Aurel sampai di depan Maya langsung saja Dinda memegangi tangan Maya.
"Gimana tadi seneng hm?" tanya Aurel.
"M-maaf," hanya kata itu saja yang mampu Maya ucapkan.
"Maaf lo bilang?! Gue ga suka lo deket deket sama Satria," sentak Aurel sambil menarik kasar rambut Maya.
"Ma-maafin a-aku,Rel,"
"Bacot lo. Enak banget lo di perhatiin sama mereka, sedangkan gue yang udah berusaha buat dapetin hatinya mereka aja susah. Emang lo siapanya mereka hah?"
"A-aku c-cuma adik kelasnya k-kan," adik kandung lebih tepatnya. Lanjut Maya dalam hati.
"Udah lah capek gue. Din,giliran lo."
"Yoi," setelah itu Aurel lanjut menjadi penonton.
"Karna lo udah sok deket sama Aidan,gue bakalan bikin pelajaran sama lo," ucap Dinda.
Plak! Plak!
Dinda menampar pipi Maya sebanyak dua kali. Lalu menjambak rambutnya dan memberikan eyeliner di wajah Maya. Lalu selanjutnya Maya mendorong Maya ke dalam salah satu bilik toilet,dan menghidupkan shower lalu mengunci Maya.
"Gimana udah?" tanya Aurel.
"Udah," jawab Dinda.
"Cabut." ajak Aurel.
Sedangkan di dalam bilik kamar mandi itu Maya sudah basah kuyup. Keadaan nya terlalu lemah untuk sekedar bangkit. Darah mulai keluar lagi dari hidungnya,dan juga nafasnya yang mulai sesak.
"Bang Satria tolong Maya," ucapnya lirih.
"Bang...."
Setelah itu pandangan Maya mulai kabur dan Maya pun tak sadarkan diri.
🖤🖤🖤
Sedangkan di dalam kelasnya Satria tidak bisa fokus kepada pelajaran nya. Ia terpikir akan kondisi adiknya. Tiba-tiba saja perasaannya berubah menjadi tidak enak. Ia gelisah.
"Kenapa,Sat?" tanya Vero.
"Kepikiran," jawab Satria.
"Kepikiran siapa?" tanya Vero lagi.
"Maya,"
"Kenapa?" tanya Aidan.
"Perasaan gue ga enak. Gue keluar dulu," Setelah mengucapkan itu Satria meminta izin kepada guru yang bertugas.
Setelah mendapat izin Satria berjalan menuju toilet perempuan. Entah kenapa instingnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Maya. Sampai di toilet itu Satria mendengar ada suara germicik air. Ia takut ada orang di dalam,namun ia memberanikan diri untuk masuk.
"Lah ini pintunya kok di kunci? Terus yang di dalem siapa?" tanya nya heran.
Akhirnya ia memilih untuk membuka pintu itu. Saat pintu terbuka betapa terkejut nya ia menemukan adiknya yang sudah dalam kondisi bibir yang mulai membiru,dan keadaan pingsan. Ia sebenarnya sangat marah kepa orang yang melakukan ini. Namun saat ini Maya lebih penting dari emosinya.
Ia mematikan shower dan mulai menggendong Maya ke parkiran. Guru guru yang melihat pun sontak panik dan menanyakan kepada Satria namun tak dihiraukan. Satria tetap berjalan menuju parkiran dan membawa Maya ke rumah sakit.
"Sial kenapa Satria bisa nolongin si cupu itu," umpat Aurel.
Sedangkan disisi lain Satria terlihat kalang kabut dalam mengendarai mobilnya. Ia terus berdoa agar Maya tetap baik baik saja.
Saat sampai di rumah sakit dengan cepat ia membopong tubuh Maya.
"DOKTER SUSTER TOLONGIN ADIK SAYA." teriak Satria.
Beberapa suster pun membawa brankar dan membawa tubuh Maya. Saat Satria ingin masuk,ia tidak diperbolehkan oleh dokter.
Akhirnya Satria pun menunggu diluar ruangan. Hatinya gelisah,ingin menghubungi orang tuanya namun mereka sedang ada di luar kota.
Cuku lama Satria menunggu akhirnya dokter keluar. Dan tanpa Satria ketahui dokter itu adalah dokter yang memang mengurus penyakit Maya.
"Bagaimana dok?"
"Begini penyakit jantung nya tadi sempat kumat untung saja masih bisa di selamat kan. Namun, penyakit leukimia nya sudah memasuki stadium akhir," jelas dokter itu.
"P-penyakit? Leukimia? Jantung? Ga mungkin dok," ucap Satria tak percaya.
"Memang benar saya adalah dokter yang merawat Maya. Ia memang tidak mau ada anggota keluarga nya yang tau," jelas dokter itu
"Baik,dok. Terimakasih," ucap Satria.
Setelah itu Satria masuk ke ruangan adiknya itu. Terlihat lah Maya dengan wajah pucat nya berbaring tak sadarkan diri dengan wajah pucat. Ia meringis dalam hati,kenapa ia tidak mengetahui nya sejak awal? Mengapa saat penyakit adiknya sudah parah ia baru tau. Kakak macam apa dia ini.
Satria duduk di kursi tepi brankar adiknya,mengelus surai adiknya itu dengan penuh kasih sayang.
"Maafin abang,dek. Abang belum bisa jadi kakak yang baik buat kamu," ucapnya lirih lalu mengecup puncak kepala adiknya dan keluar kamar adiknya.
Satria mencoba menghubungi kedua orangtuanya yang berada di rumah.
"Hallo,ma,"
"Iya? Kenapa nak?"
"Ma,Maya sakit dia masuk rumah sakit. Mama bisa jenguk Maya?"
"Gabisa mama sibuk. Telfon nya mama tutup,"
Lalu panggilan pun terputus secara sepihak. Ia heran saat membahas Maya tiba-tiba suaranya menjadi dingin. Ia pun menghela nafas panjang,lalu pergi mengurus administrasi Maya.
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Vote yukkkkk
Komen juga

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Luka & Aku Bisa
Teen FictionTantangan Menulis Bersama Anggara Reswara Literation Nama Peserta: AnggunFariyanti Tema: Bullying "Selalu mengerti tanpa dimengerti" Penggalan satu kalimat cocok untuk kehidupan Maya. Dimana ia hanya memiliki kakanya untuk bersandar,tak menutup kemu...