∅2

307 59 15
                                    

"Lo kok bisa tau di situ ada tempat penginapan? Gue searching di internet gak ada tuh." Tanya Chan pada Minho yang sedang memindahkan barang-barang ke mobil.

"Ada. Percaya sama gue. Tiap gue nginep di rumah Nenek suka keliatan kok tempatnya, jarang ada orang-orang yang ke sana karena tempatnya cukup terpencil." Balasnya berusaha meyakinkan.

Seungmin yang mendengarkan percakapan antara Chan dan Minho pun mengerutkan dahi. Ia mendorong koper yang berisi baju ke dalam mobil kemudian menghampiri kedua temannya itu. "Serius? Lo gak bercanda, kan?"

"Siapa yang lagi bercanda, Seungmin? Kita temenan udah berapa lama sih?"

"Kok gue agak gak percaya ya?"

"Terserah. Lagipula jarang-jarang kita pergi di hutan. Biasanya selama ini cuman jalan-jalan ke tempat yang cukup terkenal terus nyari informasi baru secara langsung."

Entah mengapa Seungmin menaruh rasa curiga dengan Minho. Sungguh. Minho telah memilih tempat yang aneh untuk mereka kunjungi di liburan kali ini.

Cowok itu benar-benar tidak percaya dengan perkataannya. Di internet saja tidak ada informasi apapun tentang hutan itu, bahkan pemukiman pun tidak ada. Bagaimana bisa Neneknya Minho tinggal di sana sendirian? Dan apa benar ada tempat penginapan di sana?

"Udah nih. Mau berangkat sekarang?" Tanya Hyunjin seraya menutup bagian belakang mobil. "Changbin, Jisung, Felix, pada mau buang air dulu gak? Muka lu pada kek lagi nahan boker. Mumpung masih di depan kosan nih."

"Heh, gue begini karena gue lagi fokus mikirin sesuatu ya. Gue udah boker tadi waktu mandi." Balas Changbin dengan wajah songong. Hyunjin meringis kecil.

"Mikirin apa lu?"

"Mikirin liburan kita nanti kayak gimana. Soalnya kita belum pernah liburan ke hutan, apalagi sampe nginep." Changbin memegangi dadanya. "Degdegan bor. Takut ada hewan buas yang mau makan gue."

"Daging lo mana enak anjay, ogah harimau juga mangsa lu. Paling juga dia makan si Jisung."

Jisung langsung menatap Hyunjin sinis, ia mengangkat kedua tangannya sambil mendongak ke arah langit. "Ya Tuhan, semoga omongan Hyunjin jadi boomerang buat dia sendiri." Kemudian Jisung mengusapkan kedua tangan pada wajahnya. Ia tersenyum manis pada Hyunjin. "Omongan adalah doa. Hayosia memble."

"Sialan. Awas aja kalo lo yang mati duluan."

"Heh, apa sih kok bahasnya mati-matian gini?" Tegur Felix dengan raut tak suka. "Topik yang biasa aja dong. Yang bikin orang cacat mental dengernya. Jangan soal mati-matian."

"Topik anu maksud lo?" Hyunjin menaikkan sebelah alisnya pada Felix. Membuat cowok berfreckles itu bergidik ngeri.

"Ya apa kek! Ngomongin couple mamei alias mail-meimei. Atau gak couple boya alias boboiboy-yaya."

"Lah gue penumpang kapal fayi."

"Apaan tuh?"

"Fang sama ying. Keren dong. Gak kayak Jisung yang ship gopal sama tok abah."

Jisung meringis kecil sambil menggaruk kulit kepala setelah menyimak kebodohan teman-temannya itu. "Jadi bxb dong anjay. Mabok lu Hyunjin."

Felix tersenyum senang. "Mending topiknya ini aja. Jangan bahas mati-matian. Ya kali si Jisung nanti mati duluan. Gara-gara apa coba?" Kata dia bersedekap dada dengan punggung yang menyender pada pintu mobil.

Minho terkekeh dengan topik obrolan konyol teman satu kosannya itu. Tak lama kemudian ia pun menyahut, bergabung dalam obrolan mereka walaupun tidak diajak. "Kalo kalian matinya bareng-bareng gimana?"

"Hah?"

"Enggak."

Jisung berdecak kesal dengan perkataan Minho tadi. "Gak jelas banget lu, kebiasaan Minho sekarang ngomongnya kacau." Katanya yang hanya dibalas kekehan oleh cowok bermarga Lee itu.

"Berangkat sekarang nih?" Tanya Chan untuk memastikan. Beberapa dari mereka mengangguk, ada juga yang langsung masuk ke mobil setelah selesai mengunci pintu kosan. "Gak ada yang ketinggalan? Barang udah masuk semua, kan?"

"Iya udah. Tinggal berangkat."

Chan mengangguk. "Oke, nanti Minho duduk di sebelah gue ya, kasih tau arah jalan yang bener ke rumah Nenek lu yang di hutan itu." Katanya.

Minho hanya tersenyum kecil seraya memberikan jempol pada Chan.

Seperti biasa, setiap mereka liburan pasti yang menyetir mobil adalah Chan. Cowok itu bisa menahan kantuknya selama perjalanan, tidak seperti temannya yang selalu mengeluh ketika mengendarai mobil dengan jarak tempuh yang lumayan jauh.

Minho melihat Changbin yang berjalan lesu hendak masuk ke dalam mobil, ia langsung menepuk pundaknya yang membuat Changbin menoleh ke arahnya.

"Santai aja, jangan terlalu dipikirin. Kita bakal seneng-seneng kok di sana."

Changbin mendengus seraya mengukir senyum dengan paksa. "Gak yakin. Gue punya feeling kalo kita bakal kena masalah. Masalah yang serius, yang belum pernah kita alami sebelumnya."

Mendengar itu Minho pun tertawa, Changbin ini orangnya terlalu lucu menurutnya. "Emang apa sih masalahnyaaaa? Hmmm?"

"Ya gue cuman ngira-ngira aja kalo kita bakal kehilangan sesuatu di sana. Apalagi itu hutan kosong, cuman ada pohon-pohon doang, bisa aja kan ada yang mencar terus nyasar."

"Begitu ya?" Tanya Minho dan Changbin hanya mengangguk. Ketika Changbin ingin membuka pintu mobil, lagi-lagi Minho menahannya, kemudian tersenyum kecil. "Tenang aja, Bin. Doain aja kalo misalkan mereka hilang, tubuhnya masih lengkap."

"Yaiyalah ngaco! Lagian gue juga gak mau kalo temen-temen gue ilang." Balas Changbin dengan nada bicara yang berubah, cowok itu langsung masuk ke dalam mobil, meninggalkan Minho yang masih di luar.

Masih ada Seungmin yang baru saja membenarkan tali sepatu, cowok itu melirik Minho dengan tatapan yang tajam. Tetapi Minho hanya menanggapinya dengan senyuman.

"Lo aneh sumpah."

"Kenapa emang? Gue emang begini kali orangnya."

"Omongan lo gak masuk akal semua. Gue denger semua kok apa yang diomongin lo sama Changbin."

"Lah apa salahnya? Kan emang bener yang gue bilang tadi. Kalau mereka hilang, seharusnya tubuhnya masih lengkap."

Seungmin memutar bola matanya malas. Ia masuk lebih dulu ke dalam mobil karena malas berurusan dengan Minho.

"Iya, tubuhnya lengkap. Tapi nyawanya hilang."

Desa Mati || Straykids [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang