∅9

176 46 0
                                    

Entah sudah berapa lama mereka berjalan-jalan tanpa arah yang jelas. Mereka sendiri sampai tidak sadar kalau di sekitar mereka sudah terdapat pohon-pohon yang sudah ditebangi---sama seperti yang di jelaskan oleh Minho.

Benar, mereka sudah kembali ke jalur awal. Apa mereka dapat sampai ke rumah Neneknya Minho nanti?

Beberapa menit yang lalu Seungmin sempat pindah ke barisan depan, tepatnya di samping Hyunjin. Karena ia merasa tidak aman jika ia berlama-lama di barisan belakang bersama bocah aneh itu.

Seungmin bisa saja berjalan di barisan kedua bersama Changbin, tetapi ia menolak, tidak ada alasan untuk itu.

Ia juga bisa berjalan di samping Minho, namun lagi-lagi ia menolak, karena ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Minho. Dan Seungmin sama sekali enggan berdekat-dekatan dengan cowok itu.

Dari awal Seungmin memang tidak setuju dengan tempat liburan yang dipilih oleh Minho. Ia tidak bisa menolaknya karena semua anak kosan terlanjur setuju. Seungmin sendiri mau tidak mau harus ikut karena ia sempat diancam yang aneh-aneh oleh para anak kos.

Menyebalkan bukan?

Untung teman.

Sementara itu Jisung tampak biasa-biasa saja berjalan di barisan paling belakang bersama bocah itu. "Cil, gue belum kenalan nih sama lo." Kata Jisung yang membuat bocah itu menoleh ke arahnya. "Nama lu siapa?"

Bocah itu kembali tersenyum lebar setelah ia membungkam mulutnya saat Seungmin pergi ke barisan depan. "Jeongin."

"Umur?"

"15 tahun."

Sontak Jisung membulatkan matanya. Tentu saja ia terkejut dengan jawaban dari bocah---yang mengaku dirinya bernama Jeongin---tadi. Sungguh, ini gila. Bagaimana bisa Jeongin bertahan di hutan seluas ini di saat dirinya tersesat dengan kedua tangannya yang kosong.

"Buset, lu masih kecil anjay, ngapa bisa di tengah hutan begini?" Tanya Jisung menaikkan nada bicara, yang membuat teman-temannya menoleh ke arah dua orang yang ada di barisan paling belakang.

Bulu kuduk Jisung berdiri ketika Jeongin melebarkan senyum itu padanya. "Aku udah mati, Kak."

Cepat, katakan ini mimpi!

Jisung sedang bermimpi buruk---ah ayolah! Berpikir dengan jernih sekarang! Tidak mungkin, kan, bocah bernama Jeongin yang ada di sampingnya saat ini sudah mati?

Melihat Jisung yang bungkam seribu bahasa, lantas Jeongin pun tertawa geli. Tawaan yang membuat mereka merinding di sekujur badan, terutama telinga. "Bercanda ih. Serius banget."

Ingin sekali Jisung menempeleng kepala bocah itu sekarang. Tapi tidak jadi, kasihan, Jeongin masih kecil.

"Bercanda lo gak lucu sumpah. Bikin panik aja. Kalo lo beneran setan, gue bakal pingsan kayaknya."

Jisung mengusap wajahnya kasar. Hahh, dari kemarin sampai hari ini ada saja yang membuatnya cemas. Apalagi perkataan Jeongin tadi, untungnya hanya candaan belaka.

Bangchan yang memimpin jalanan baru sadar kalau mereka sudah berada di jalan yang seharusnya. "Kita lagi di jalan yang bener, kan?" Tanyanya untuk memastikan.

Ia menghela napas lega ketika melihat Minho mengangguk mengiyakan. "Hm. Bentar lagi nyampe ke rumah Nenek gue." Jawab Minho sambil mengeluarkan sesuatu dari tas gendongnya.

Jangan sampai orang yang dihindari olehnya saat ini mengungkapkan fakta. Rencananya kan bisa gagal nanti.

Cukup lama mereka tidak membuka perbincangan. Hanya terus berjalan sampai mereka melihat sebuah rumah---yang menurutnya adalah rumah Neneknya Minho.

Desa Mati || Straykids [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang