Duduk diam setengah termenung dengan menatap pengeras suara kecil yang berkedip. Memutarkan lagu sendu mengisahkan raga yang hidup tanpa jiwa. Rasanya seakan melayang diantara serpihan memori masa silam. Membuat penyesalan itu semakin dalam.
Kobaran semangat telah lama pergi entah kemana seperti cangkang yang ditinggal oleh siput. Aku mengering dan dia mati yang tak diketahui keberadaanya.
Curang sekali, karena sebaiknya kau bawa aku juga. Karena mungkin jika ikut bersamamu adalah satu-satunya jawaban.
Cangkang bisa apa jika selain menunggu. Tak bisa dipungkiri jika harapannya ada sesuatu yang menginjak bongkahan rapuh ini sampai hancur dan menjadi butiran-butiran kecil.
Tapi semuanya belum terjadi hingga aku terkubur dalam tanah. Tetap ada namun merasakan dingin dan gelap. Semakin sulit untuk berharap. Menggali? Siapa yang mau mengotori tangan dan mengucurkan keringat untuk sesuatu yang tak berguna.
Mungkin seperti itu gambarannya... hidup enggan mati pun susah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kala Dirinya Hinggap
Randomadalah kumpulan curahan pendek yang akan update saat yang aku maksud dengan "dirinya" kembali berbisik. Sebuah usaha untuk kembali menemukan jalan dan alasan untuk bertahan hidup. Ini bukan sebuah ajakan, namun sebuah curahan. Apabila tulisan ini m...