Mengalah atau Menyerah?

19 2 2
                                    

          Malam yang dingin tak membuat Finka berhenti untuk melangkah ke ayunan yang ada di taman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

          Malam yang dingin tak membuat Finka berhenti untuk melangkah ke ayunan yang ada di taman. Meski mengusap kedua lengannya berkali-kali karena suhu yang semakin dingin ia tetap berada di luar. Kakinya mulai mendorong ke tanah agar ayunan bergerak mengayunkan tubuhnya.

         "Udah kayak setan aja jam segini main ayunan," suara itu mengejutkan Finka yang tengah melamun. Jey tiba-tiba terlihat di dekat tiang lampu taman yang hanya sedikit memberi cahaya di bagian badan.

       "Ngagetin tahu gak! Ngomong seenaknya pula," Finka mengusap dada.

      "Emang bener kok, udah pas tuh ngelamun di tempat remang, tinggal kesurupan."

      "Enak aja, kamu tuh yang setan, tiba-tiba nampak di tempat gelap."

       Jey berjalan mendekat sambil tersenyum kecut lalu mendorong sedikit bahu Finka.

      "Kenapa lo? Galau karena harus pindah atau karena cowok?"

      "Enggak keduanya," tegas Finka.

      "Bohong. Berani-beraninya ngomong 'enggak' seyakin itu. Pasti cowok yang bikin lo gak mau pindah, kan? Dia tahu gak kalau lo mau pergi nantinya?"

      "Gak penting juga dia tahu."

"Nah, tuh bener, kan? Ketahuan nih gara-gara cowok."

      "Paling bisa ngejebak orang buat ngomong jujur," Finka mengehela napas. Menyadari kebodohannya.

      "Lagian kenapa tuh cowok bikin lo galau? Cerita aja sama gue, ngehindar terus lo ama nyokap bokap gue. Dia gak serius ya sama lo?" tanya Jey yang benar-benar ingin tahu. Dibalik sikap cueknya Jey terkadang memang peduli saat Finka sedang merasa sedih. Jey orang pertama yang memeluk Finka saat menangis karena terpaksa ditinggal kedua orang tuanya.

      "Mungkin aku perlu menyadari aja bahwa harus mengakhiri perasaan yang gak berbalas. Membiarkan dia dengan seseorang yang membuat dia bahagia, bukan terpaksa atau tersiksa dengan perasaan yang aku punya. Cuma sadar aja kalau aku membebani orang lain dengan perasaan ini."

      Jey berjongkok dan mengahadap ke arah Finka.

      "Aku masih inget banget saat jatuh cinta pertama kalinya dengan orang itu. Merasa bahwa dunia bertebaran bunga. Merasa kalau duniaku akan punya cerita yang indah kalau bersama dia. Aku berusaha menjadi lebih baik buat bisa menggapai dia. Belajar banyak hal agar  bisa diterima suatu saat nanti. Mengabaikan orang yang tulus demi dia, bahkan rela digosipin yang enggak-enggak karena salah paham cukup besar. Lucu banget, kan? Aku yang terlalu bodoh atau gimana? Entah harus mengalah atau menyerah," Finka tersenyum pahit.

       "Lo gak terlalu bodoh, hanya terlalu cinta. Atau bisa jadi terlalu cinta karena bodoh," Jey tersekekeh. Finka menendang kaki Jey hingga Jey terjongkok.

      "Hah, Salah kan cerita sama kamu?" protes Finka.
     
      "Dianya suka gak sama lo?"

Finka terdiam. "Dia deket sama cewek lain. Aku yang bodoh karena gak pernah kepikiran kalau ada kemungkinan udah punya seseorang yang dia suka. Aku malah ngejar-ngejar dia seolah hatinya belum dimiliki siapapun. Sebodoh itu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KATAOMOITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang