Pagi-pagi sekali Finka memasuki kelas XII IPA 5. Ia berjalan pelan hingga suara langkah kakinya nyaris tak terdengar. Dengan hati-hati ia menyimpan kado di atas meja yang biasa ditempati oleh Ranky dan Argan. Wisdar sendiri duduk di belakang mereka bersama teman sebangkunya yang Finka tak tahu. Jelasnya, tak mau tahu.
"Semoga kamu suka, ya!" Finka tersenyum lalu berjalan mundur.
Saat itu juga, Finka menabrak seseorang. Matanya terbelalak saat melihat Ranky yang berada di belakangnya bersama Pamira, sementara itu Wisdar terdiam.
"Oh, jadi lo mau jadi orang pertama yang ngasih kado buat Ranky?" kata Pamira dengan wajah tidak suka. "Ultahnya tuh masih besok, kali!"
Finka yang merasa tertangkap basah tak bisa berkata-kata dan menunduk. Ia tak bisa menatap siapapun apalagi Ranky. Ia merasa sangat bersalah.
"Lo, kasih kado apa?" tanya Pamira. Sementara itu beberapa siswa lain mulai berdatangan. Finka mengutuk dirinya sendiri yang begitu gegabah masuk ke kelas senior tanpa waspada tingkat tinggi.
"Oh, kasih syal ternyata," kata Pamira yang membuka kotak hadiah yang Finka simpan di atas meja. "Lo beneran gak tahu malu banget, ya? Ranky tuh udah punya cewek! Lo masih aja cari perhatian buat dapetin dia!" Pamira menjatuhkan kado Finka ke lantai.
Finka yang melihatnya menatap kesal pada Pamira. Finka bahkan tidak tidur semalam demi membuat syal tersebut. Kepalanya bahkan masih terasa pusing karena tidak istirahat sama sekali. Finka mengambilnya dengan sedikit limbung.
"Fin," Ranky hendak menolong namun dihalangi Pamira.
"Gak usah bantuin cewek ga tahu diri ini. Paling juga pura-pura karena gak bisa jawab apapun," kata Pamira.
Siswa di kelas tersebut mulai berkerumun mengelilingi mereka. Finka memilih untuk melangkah mundur dan membawa kadonya. Ia hendak pergi namun ditarik Pamira hingga ia terbanting ke papan tulis dan jatuh.
"Enak aja lo, kabur begitu aja!" kata Pamira menendang kado Finka yang juga sudah jatuh ke lantai. Finka yang terduduk di lantai berdiri dengan amarah. Ia berjalan ke arah Pamira dengan tatapan kebencian.
"Kamu boleh berkali-kali gunakan mulut kamu untuk bicara buruk tentang aku, tapi Pamira jangan jadi kesetanan untuk menghancurkan barang orang hingga memperlakukan aku seperti ini," kata Finka dengan sorot tajam ke arah wajah Pamira.
"Lo pikir gue gak akan kesetanan kalau cowok gue digoda orang?" kata Pamira dengan nada tinggi sambil mengangkat lengan.
"Pamira!" Ranky seger menahan tangan Pamira yang hendak menampar Finka.
"Kamu halangin aku untuk kasih hukuman sama dia? Kamu suka dia?"
"Nggak, Pam. Enggak gitu!"
"Apanya yang enggak gitu?" Pamira melihat sekilas ke arah Ranky kemudian mendorong Finka kembali ke lantai hingga terjatuh lagi. Tubuh Finka terasa begitu nyeri. Saat Pamira hendak menyerang kembali Finka benar-benar tak tahan dan melawan hingga ia mendorong Pamira dan hampir jatuh jika tidak ditahan Ranky. Ranky dan Wisdar bahkan terkejut melihat reaksi Finka.
"Stop! Aku udah muak, ya!" kata Finka yang kini berjalan ke arah Pamira yang tengah dipegangi Ranky dan Wisdar yang hendak balik menyerang.
Finka melihat ke arah Ranky sejenak lalu beralih ke arah Pamira.
"Aku udah suka sejak lama, hanya aja terlalu gila jika bermimpi menginginkan dia. Aku jatuh cinta setiap hari tanpa bisa berada di dekatnya. Tapi sayang, bodohnya aku melakukan semua ini tanpa terus terang sama dia," Finka merasa pilu mengatakan isi hatinya.
Pamira masih kesal mendengarnya hingga mengerahkan tenanganya hingga mampu melepaskan untuk melepaskan diri dari Ranky dan Wisdar. Saat itu pula Risya mulai mencari celah dari kerumunan untuk melihat keberadaan sahabatnya.
"Lo ...," Pamira benar-benar di puncak amarah dan melayangkan kembali tangannya ke udara.
"Argan Klein adalah orang yang aku suka," kata Finka dengan wajah datar menahan perih di hatinya. Pamira langsung mematung. Matanya menatap Finka tanpa berkedip.
Wisdar terkejut hingga tak sadar membuka mulutnya. Ranky sendiri terdiam menatap Finka. Risya menunduk melihat pada keramik kelas, tangannya bergetar, dadanya berdebar cepat. Dia salah mengira.
Finka yang telah menjadi tontonan pun memilih untuk berbalik badan dan melangkah ke pintu. Ia bahkan mengabaikan Risya yang juga tak memandang Finka. Akan tetapi, langkah Finka terhenti saat orang-orang di dekat pintu membuka jalan dan memperlihatkan sosok yang tengah berdiri di ambang pintu. Argan menatap lurus pada Finka.
Gadis yang telah terang-terangan menyatakan perasaannya itu membelalakkan mata. Ia memejamkan mata kemudian melewati Argan dengan berlari dalam beberapa detik.
Aku bahkan gak bisa menatapmu lagi seperti saat aku berpura-pura tak memiliki perasaan istimewa padamu. Seperti saat aku menahan debaran ketika bertemu pandang denganmu yang terbangun dari pingsan. Merasa khawatir saat kau tertidur dalam demam. Merasa cemburu saat Pamira menyentuh pundakmu dan bertanya 'apa kamu baik-baik saja?'. Marah pada Ranky saat kamu berusaha membantunya sementara dia berbuat seenaknya dengan Pamira. Susah payah aku menyimpan rahasia hati ini sendirian. Kini semua telah terbongkar tanpa izinku. Tanpa sempat berbicara jujur padamu. Maaf karena telah menghancurkan hari ulang tahunmu dengan fakta ini, Mr. Klein. Semoga aku masih bisa melihatmu esok hari. Walau belum tentu aku bisa muncul lagi di hadapanmu. Semua telah kuhancurkan sendiri. Ujar Finka dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
KATAOMOI
Teen FictionSepanjang hidup, Finka tak pernah mau pacaran. Ia hanya ingin sekali saja jatuh cinta pada seseorang kemudian berakhir bahagia dengan pernikahan saat dewasa nanti. Sayang, masa SMA tak sesuai harapannya. Seseorang bernama Vandri jatuh cinta padanya...