To Help You!

40 7 1
                                    


           Dalam beberapa detik Finka telah menghilang dari jalan utama, ia cukup ngebut untuk segera ke area lingkungan Risya.

Wahai lelaki pelindungku, sekarang giliran aku yang melindungimu. Bertahanlah sampai aku datang. Meski tak sekuat dirimu, tapi percayalah hatiku ini jauh lebih kuat dari kekuatanku.

Hati Finka bersuara. Matanya menatap lurus jalanan.

          Finka membelokkan motor ke jalanan yang cukup gelap. Bagi Finka, kegelapan tak akan pernah menenggelamkan dirinya dalam ketakutan selagi ia masih punya cahaya keberanian dalam hatinya. Sejak ditinggal pergi ke Jepang oleh kedua orang tuanya, Finka melatih dirinya untuk bisa mengandalkan diri sendiri untuk mengatasi permasalahan apapun.

          Samar-samar wajah orang yang disukai selama beberapa bulan ini muncul sambil bertepuk tangan dengan senyuman, seolah memberi semangat pada Finka untuk cepat menuju padanya. Wajah itu berseri seperti saat menolongnya di hari itu. Hari di mana Finka benar-benar jatuh hati.

          Prinsip Finka Wilsona saat ini adalah berjuang sampai ia mendapatkan apa yang dicarinya. Selama ini, ia hanya berbuat hal demi pendidikan saja hingga berubah menjadi seorang pecandu buku. Tapi kini, ia pun ingin menjadi buku berharga bagi orang-orang istimewanya. Finka ingin jadi buku yang berisi kenangan indah di dalamnya. 

         Sesampainya di lokasi, Finka turun dari motor. Helm yang digunakan belum sempat dilepas, namun arah pandangnya sudah tertuju pada satu titik. Matanya melebar ketika melihat Risya yang dipegangi oleh dua orang laki-laki berandal. Empat berandal lainnya tampak sedang berkelahi dengan Ranky, Argan, dan Wisdar. Tubuh tiga lelaki SMA itu terlihat lebam di beberapa tempat.

          Dengan segera Finka mengeluarkan ponsel, berniat menghubungi polisi, namun saat itu juga salah seorang berandal melihat keberadaan Finka hingga berjalan mendekat padanya.

          "Wah, ada mangsa baru nih," ucap salah satu di antara mereka.

          Ranky, Argan, juga Wisdar secara otomatis mengalihkan pandangan pada sosok yang kini menjadi pusat perhatian.

          "Finka! Lari!" seru Risya.

          Finka hendak mundur namun lelaki yang mendekat itu dengan sigap mencengkeram lengan Finka. Tubuh Finka menjadi gemetaran. Rasa cemas mulai menjalar dalam dirinya. Lelaki itu kemudian memegang leher Finka. Dengan cepat gadis itu membenturkan kepalanya yang memakai helm pada kepala si berandal. Sosok itu jatuh dan meringis kesakitan.

          "Eh, kalau mau lawan cewek mikir-mikir dulu kali!" Finka berkata dengan memberanikan diri. Tangannya merogoh saku jaket saat lelaki itu mulai berdiri. Beberapa berandalan lain yang tengah menyerang Ranky dan dua temannya kini mulai beralih ke arah Finka.

          Finka membuka kaca helm. Ia menantang wajah-wajah itu dengan tatapan tajam. Dua buah karet gelang direntangkan oleh jemarinya. Sebelah mata Finka tertutup untuk mencari fokus yang tepat dalam bidikan. Setelah menemukan targetnya, Finka pun melepaskan karet-karet itu hingga mengenai orang di depannya. Bibir Finka berlaga seolah sedang menggunakan pistol dengan meniup jarinya.

          Satu-persatu para anak berandal itu mulai diserang secara terus-menerus oleh karet gelang dari tangan Finka. Gadis itu menjadikan bagian dan leher sebagai sasaran. Serangannya tidak sekuat pukulan namun cukup untuk membuat kulit mereka kesakitan hingga memerah. 

          Ranky dan kedua sahabatnya memanfaatkan kesempatan tersebut untuk ikut menyerang. Dengan serangan dari berbagai arah para berandalan itu akhirnya kabur satu-persatu. Risya pun selamat dan berlari memeluk Finka.

          "Aku takut, Fin," Risya mulai terisak.

          "Udah jangan nangis. Sekarang semuanya udah baik-baik aja. Udah gak ada yang perlu kamu takutin, Ris," Finka berusaha membuat sahabatnya tenang.

          "Bukan itu. Aku takut kamu tadi celaka," ujar Risya. Finka tersenyum dan mengeratkan pelukannya pada Risya. Tak menyangka bahwa gadis yang dalam bahaya tadi malah mencemaskan dirinya bukan mencemaskan diri sendiri.

          "Kenapa kalian ke sini? Malem-malem lagi," tegur Ranky yang berjalan mendekat pada dua gadis itu. Sudut bibirnya tampak berdarah.

          "Ngapain cewek kelayaban jam segini? Mending bobo di rumah," tambah Wisdar yang juga ikut berjalan. Sementara itu Argan tetap di tempat.

          "Kita mau pulang kok," kata Finka yang segera melepaskan pelukan Risya. Hatinya mendadak kesal, padahal dia sudah mengorbankan waktunya demi menolong mereka.

          Ranky melihat tatapan Finka yang tajam. Gadis itu lalu berbalik badan.

          "Eh, tunggu," kata Ranky membuat dua gadis itu menengok ke belakang.

          "Dia pasti mau bilang terima kasih," Risya berbisik dengan senyum percaya diri.

          "Kalian punya kotak P3K di rumah?" tanya Ranky dengan ekspresi datar.

          Risya melongo ke arah Finka. Dua gadis itu saling berpandangan.

          "Cari aja di rumah masing-masing, gak usah minta sama kita." Finka menjawab dengan ketus lalu membalikkan tubuhnya kembali bersama Risya.

          Finka baru berjalan beberapa langkah, namun sebuah suara berdebum terdengar dari arah belakang. Kakinya terhenti seketika.

          "Apa tuh?" Finka bertanya pada Risya yang juga menghentikan langkah. Keduanya kemudian menoleh ke belakang bersamaan.

        "Argan!" seru Wisdar dan Ranky.  Mereka berlarian ke arah Argan yang telah jatuh ke tanah.

          Finka membulatkan mata melihat tubuh yang tergeletak itu. Sepasang kakinya ikut berlari. Risya melakukan hal yang sama.

KATAOMOITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang