matahari indah tersenyum hari ini. mungkin semesta sedang bahagia.
dua pemuda dengan paras tampan duduk berdua saling bertukar pandang dan cerita, sesekali merka meminum minuman yang sudah mereka pesan. "lah sampe lupa tujuan utamanya lo ngajak gua kesini lix?"
felix menghela nafas, menunduk pasrah menatap sepatu putih yang membungkus kaki kecilnya, sang lawan bicara felix meminum matcha nya "gue mau putus sekolah"
"'fffffffpppppptttttt, eh kena baju lo, sorry." entah sengaja atau memang refleks kaget, pemuda berkelahiran 98 itu menyemburkan minuman dari dalam mulut kecilnya " maksud nya putus skolah apaan ya? lix? lo gak becanda kan? lix ayolah" dengan tissue yang masih membersihkan pakaian felix
"bukan mau gua bang, tapi keadaan yang maksa gua, tuhan seakan gak bisa bikin cerita bahagia buat gua"
mengangkat kursi lalu mendekatkan duduk, minho mencoba membujuk felix untuk berbicara "lo bisa cerita sama gua kalo lo mau, gua masih ada disini buat lo lix"
seakan burung yang tidak bisa lagi terbang, felix hanya mengangguk lalu bercerita apa yang menjadi masalahnya kini.
.........................................................
"eung??? kaka? ka lixxie? kaka? snip.. kaka? dimana?" kaki kaki jisung bergerak berjalan mencari keberadaan sang kaka, jisung baru bangun, sedangkan felix pergi tanpa izin
jisung berteriak, menangis, sedikit membanting beberapa barang, meneriaki nama felix yang tidak kunjung tiba. lama dia menangis, hingga pintu dibuka lebar. jisung tidak peduli siapa disana, berlari lalu memeluk orang itu sambari berteriak menangis.
"k-kaka tthemana? hanif takut"
sang empu diam ditempat tidak bergeming sama sekali, sedang jisung semakin berhenti memeluk, jisung sedikit menjauh saat dia tau itu bukan bau felix. bola mata hitam jisung menatap legam orang dengan jas rapih itu "t-tthamu siapa?"
"hanif? ini papa nif," orang besar berjas rapih itu semakin mendekat. semakin dia mendekat semakin jisung menjauh.
"hanif? udah lupa sama papa?"
"nda!! kamu bukan papa! lixxie bilang papa uda tidull lama, nda bakal pulang aggie. kamu bukan papa! peggi!!"
sedikit menyayat hati, namun memang itu kebenarannya, jisung benar, mau bagaimana pun mereka sama sekali tidak punya ikatan. jisung berlari jauh kearah kamar sedang papa masih menengadah menatap langit rumah, menahan air bening itu mengalir keluar.
rasanya pedih.
...............
mereka masuk, felix masih berpikir jika jisung masih lelap tertidur, namun dia berubah fikiran saat melihat bannyaknya barang yang berserakan bahkan beberapa terbuat dari kaca. mereka pecah.
sudut pandang felix melihat heran dengan satu orang berdasi, yang sibuk memungut barang barang itu. "papa???!"
felix berlari penuh kebahagiaan diwajah nya, berlari lalu loncat untuk segera menggapai sang papa. memeluk dan merasakan hangat, melepas rindu yang selama ini ia pendam
"Cepet gede ya kamu"
Senyum masih setia terpampang di wajah Felix , telapak tangan besar itu mengusak rambut hitam legam Felix.
"Lix teman mu?"
Minho sedari tadi masih menunggu diambang pintu. Pelukan itu berakhir Felix ingat Jisung, Felix berlari kearah kamar Jisung, sedangkan papa menyuruh Minho duduk
"Teman Felix?"
"Iya o-om"
"Duduk" papa duduk diikuti Minho, mereka bertukar pandang.
Minho ingin membuka pembicaraan, tapi, dia canggung, mau bilang om, tapi dia keliatannya masih muda
"Aku Lino temen felix"
"Tama, panggil om aja gak papa"
Minho menatap kagum, tapi sisi dari kata kagum, Minho lebih seram melihat papa Felix ini. Maksudnya papa tiri.
"Hitam..." Bisik Minho memalingkan wajah.
"Hitam???"
"A-anu... Jas om hitam, bagus, hehe mau beli" jelas bukan itu.
Tama menghela nafas, dua barang kecil dikeluarkan dari sakunya, "nih" satu barang itu dilempar kearah Minho yang untungnya Minho tangkap
Tak...
"Saya gak ngerokok om" benda yang sudah tidak asing itu Minho taruh diatas meja.
Kepulan asap terbang diudara yang semakin menghilang "Bagus kalo gitu, jarang jarang Nemu orang yang gak nyebat. Oh iya, Abiyan, kamu lihat abiyan?"
"Abiyan? Kemarin kemarin saya dapet kabar abiyan pergi keluar negri sama temennya om"
"Boleh saya minta tolong sama kamu lino?"
"Boleh om boleh"
Tangan mengepal menopang dagu Tama yang menatap lekat kearah Minho "Hanif? Kamu tau Hanif kan?"
Minho mengangguk menatap Tama
"Saya ga bisa lama lama disini, besok harus berangkat lagi, rencana saya mau bawa Hanif keluar negri sekalian mau rawat dia disana"
"Loh Hanif sakit om?"
Tama mengangguk kembali membuat kepulan asap.
"Tapi saya sendiri yakin ga bisa awasin Hanif penuh, saya sendiri sibuk disana. Hanif harus sembuh, tapi disisi lain saya gak mau Felix terbebani"
Sekarang Minho tau titik masalahnya.
"Saya bisa kok jagain Hanif disini om, saya juga nganggur hehe, biar Felix fokus sama sekolahnya, serahin Hanif sama saya om" senyuman itu merekah membuat wajah Minho semakin indah.
"Terimakasih, tolong kerja samanya"
...
Hadeuu aku jarang banget buka Wattpad maaf ya, oh iya kalian milih mana
Pendek tapi cepet atau panjang tapi lama?? Komenin ajalah, spam dikomen
KAMU SEDANG MEMBACA
separate twins
FanfictionAbang nda boleh sakit sakit nde? Nanti kalo sakit Hanif gigit! Nda boleh nakal yha? -Hanif