Pagi yang sangat ditunggu-tunggu oleh Bastian sejak semalam. Hari ini, Denis akan berkunjung ke kantornya untuk memberi informasi tentang Asha yang sudah di untit selama tiga hari oleh anggota detektif pria berkumis tebal itu.
Sembari menunggu, Bastian mulai mempersiapkan pekerjaannya agar setelah Denis pulang ia bisa langsung bekerja.
Tak lama, orang yang ditunggu kedatangannya kini tiba. Bastian langsung fokus pada Denis. "Langsung aja cerita." Todongnya.
Denis menyenderkan bahunya di kepala kursi. "Santai dong ... Mulut gue bahkan masih kelu buat ngomong banyak. Aaah sialan Lo! Pagi-pagi gini udah disuruh setor informasi."
Melihat wajah tak santai dari Bastian membuat Denis akhirnya mau tak mau harus bicara saat ini juga. Setelah merenggangkan otot-otot tangan, Denis siap bercerita, memberi informasi tentang Asha yang dirinya dapat dari intaiannya tiga hari belakangan bersama tim.
"Ehmm, gue mulai ya?" Tanya Denis yang jelas-jelas tidak perlu bertanya karena Bastian sejak tadi sudah mempersilakannya untuk bicara.
"Waktu gue nggak cuma buat mantengin Lo yang bertele-tele, Den. Gue harus ngejar waktu buat mimpin meeting setelah ini." Balas Bastian dengan nada tak santai.
"Iya ini gue mau cerita. Lo belum tahu nama panjang Asha-Asha ini kan? Namanya Vitasha Asma, usia 29 tahun dan dia yatim piatu. Kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan waktu Asha berusia 5 tahun. Semenjak itu dia akhirnya tinggal bersama Tantenya, adik dari Mamanya sampai detik ini, seperti yang lo tahu," Jeda sebentar, Denis menatap Bastian. Ia tak yakin bisa melanjutkan ceritanya mengenai kehidupan Asha.
"Lalu?" Tanya Bastian tak sabar menunggu kelanjutannya.
"Gue nggak kuat mau lanjut, Bas."
"Kenapa? Gue sia-sia dong bayar Lo kalau ceritanya ngegantung gitu aja."
Kalau sudah mengarah pada uang, itu artinya Denis harus tunduk pada Bastian. Baiklah, Denis akan kuatkan diri untuk melanjutkan cerita menyedihkan tentang kehidupan Asha. "Disana dia diperlakukan kayak budak. Bahkan Tantenya sengaja mecat pembantu dan membiarkan Asha yang menangani urusan rumah. Dan Lo tahu Bas, dia cuma disekolahkan sampai SMA doang."
Bastian berpikir sejenak. Bukankah Om Ateng orang kaya? Kenapa Asha tidak dikuliahkan? Tentu mereka mampu untuk membiayai kuliah Asha, mengingat Kinan bahkan bisa lulus dari Universitas terbaik. Juga adik Kinan yang berkuliah di tempat yang tidak kaleng-kaleng.
"Untungnya dia bisa gunakan ijazah SMA-nya untuk bekerja. Sekarang dia jadi salah satu karyawan Sandang Industri sebagai operator jahit dan udah 6 tahunan dia kerja disana. Tiap hari berangkat kerja pake sepeda pink. Dan, menurut info yang gue terima, ditempat kerja Asha selalu di bully. Selalu di manfaatkan karyawan lain. Sifat pendiamnya juga yang membuat dia kerja lama disana tapi nggak pernah di promosikan ke jabatan yang lebih tinggi." Lanjut Denis.
Mendengar cerita Denis, entah kenapa sesuatu di dalam diri Bastian ada yang nyeri. Mengingat kembali wajah polos dan sifat pendiam Asha, pasti sangat banyak orang-orang diluar sana yang memanfaatkan Asha. Jangankan orang diluar sana, keluarga wanita itu saja tanpa rasa kasihan memperbudaknya sejak kecil.
"Gue nggak ngerti lagi sih sama Tantenya Asha ini. Gue yang turun sendiri untuk ketemu tantenya dan ngobrol langsung, dia kayaknya benci banget sama Asha."
"Gimana bisa Lo ngobrol sama Tante Anis?"
"Lo nggak tahu ya kalau Denis Law ini punya kecerdasan yang melebihi batas?
"Serah Lo. Tapi gue masih penasaran, kalau dia selalu dijahati kenapa nggak keluar aja dari rumah itu?"
"Nah, itu yang gue nggak tahu. Ya masa gue mau tanya begitu ke Tante Anis."
Bastian menghempaskan bahunya di kepala kursi. Kenapa bodoh sekali wanita bernama Asha ini? Jika ia menjadi Asha, sudah pasti ia akan kabur dari rumah sialan itu dan lebih memilih ngekos saja.
"Bas, gue boleh tanya nggak?"
Mata Bastian memicing, harap-harap cemas pada apa yang akan Denis tanyakan. "Apa? Nggak usah aneh-aneh tanyanya." Peringatnya.
"Lo tunangan anaknya Tante Anis, ya?"
"Masih calon, belum tunangan."
"Jadi bener? Waktu gue tanya-tanya, Tante Anis bilang Lo sama anaknya dia udah tunangan, terus bentar lagi katanya mau nikah."
"Tante Anis bilang apa aja soal gue?"
"Nggak banyak sih. Tapi yang bikin risih tuh waktu dia ngebangga-baggain Lo. Bilang Lo mantu idaman lah, kaya raya lah. Kuping gue rasanya mau meledak waktu dia ngomong gitu."
Mendengar cerita Denis, Bastian jelas tak perlu terkejut lagi. Tante Anis memang wanita yang sangat berlebihan, menurutnya.
"Eh, Lo kan tunangan anaknya Tante Anis, terus kenapa Lo malah nyuruh gue buat nyari info tentang Asha? Lo demen sama dia?" Tanya Denis.
Kepala Bastian menggeleng enggan. "Gue cuma penasaran. Dari pertama gue ke rumah Kinan, anaknya Tante Anis, Asha yang selalu bawa minum ke ruang tamu. Waktu orangtua gue makan malam di rumah Kinan, Asha juga yang nyiapin semuanya."
"Kok nggak sinkron ya sama pertanyaannya." Balas Denis.
Bastian mendengus kesal. "Ya intinya gue minta tolong nyari info tentang Asha hanya sebatas rasa penasaran gue. Lo tahu sendiri, Tante Anis dan keluarga memang nggak suka sama Asha. Bahkan beberapa kali juga gue pernah lihat Kinan mencelakai Asha dengan sengaja."
"Yaelah, Lo kok mau sih pacaran sama si Kinan-kinan ini."
"Kita dijodohin, kalau Lo mau tahu."
"Kenapa Lo nggak nolak aja?"
"Kalau gue nggak nerima perjodohan itu, nyokap bakal nyuruh gue buat kencan buta tiap malem, Den. Tahu sendiri nyokap gue kayak gimana kalau urusan nyari jodoh buat anaknya."
Denis tertawa terbahak. Berteman dekat dengan Bastian membuatnya tahu betul tabiat Ibu Bastian. "Iya, gue inget banget waktu Abang Lo dijodohin paksa sama dosen galak."
"Tapi untungnya mereka langgeng sampai sekarang."
"Jadi, Lo mau nyoba kayak Abang Lo?"
"Masih abu-abu. Gue lagi berusaha menjalani hubungan ini, tapi nggak tahu kenapa gue nggak punya sedikit aja rasa suka ke Kinan."
"Lo sukanya sama Asha, mungkin."
Bola mata Bastian melotot tajam. Mulutnya siap melontarkan kalimat bantahan tapi lebih dulu disela oleh Denis. "Kenapa sih? Sensi banget kalau gue ngomong Lo suka sama Asha. Bercanda Bro."
"Ekspresi Lo tuh yang bikin gue selalu sensi." Balas Bastian.
"HAHAHA. Ohiya, gue ada nomor hapenya Asha. Lo mau?"
"Gue nggak butuh nomor hapenya, yang gue butuhkan cuma informasi tentang dia aja."
"Oooh, oke deh. Ada lagi yang mau Lo tanya? Mumpung belum gue tutup kasusnya."
"Gue butuh satu orang dari tim Lo buat ngintai Asha tiap hari. Bisa?" Bukan pertanyaan yang Bastian lontarkan, tapi permintaan.
Denis terlihat menjentikkan jari tangannya. "Cuma satu nih, nggak mau dua?"
"Satu aja, yang penting nggak menyepelekan tanggung jawab."
"Tenang Bas, anak buah gue nggak ada yang makan gaji buta. Ohiya ngomong-ngomong gaji, Lo kan mau minta satu anak buah gue buat ngintai Asha. Nah, itu bayarannya beda ya sama yang kasus."
Bastian yang mengerti maksud Denis mengangguk malas. Kalau sudah masalah uang, Denis tak akan memandang bulu. Apapun dan siapapun yang menjadi klien pria itu, maka wajib membayar tenaganya dengan setimpal.
"Iya, atur aja semau lo. Yang penting kerjanya bener."
"Siap Pak Bos. Besok langsung gue suruh kesini anaknya." Bastian mengangguk malas dan mempersilakan Denis untuk keluar dari ruangannya.
"Den," panggil Bastian saat Denis sudah sampai di ambang pintu.
"Apa?"
"Minta nomornya Asha."
"Sialan Lo! Nanti gue kirimin."

KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Menantu Spesial
ChickLitBernama Vitasha Asma karena kehadirannya di dunia sangat diharapkan dan ditunggu-tunggu. Namun saat ia beranjak besar dengan usia semakin bertambah, seseorang yang selalu bersyukur atas kehadirannya telah lenyap dari dunia. Tuhan telah mengambil Ibu...