4

140 16 0
                                    

Adamas Bastian Syah Devara. Adalah nama yang saat ini terukir indah di pintu ruangan CEO. Biasa di sapa Bastian, dia adalah pendiri RuangBelajar. Sebuah startup teknologi dengan misi sosial pendidikan yang berdiri sejak 2014. Bastian tidak seorang diri dalam menjalankan misinya, ia bersama sahabatnya Imam Usman.

Bastian. Bukan namanya saja yang terdengar gagah. Rupanya juga menawan. Tubuh atletis dengan tinggi badan ideal. Rambut hitam yang jarang dirinya urus, karena selalu sibuk pada pekerjaan, justru membuatnya menjadi semakin memperkuat pesonanya.

Lagi, kecerdasan Bastian tak perlu di ragukan lagi. Dia lulusan terbaik di Harvard University. Setelah sebelumnya menjadi mahasiswa di Nanyang Technological University, Massachusetts Institute of Technological dan Stanford University.

Apa sesempurna itu hidup Bastian? Tidak. Hidup Bastian tak sesempurna yang terlihat. Di usianya yang sudah menginjak 33 tahun, ia masih saja melajang. Bahkan ia dilangkahi oleh Adik laki-lakinya yang kini sudah dikaruniai dua anak.

Melajang bukan berarti tak laku. Banyak wanita datang memperkenalkan diri untuk menjadi dekat dengannya. Tapi sekali lagi, Bastian menolak. Secantik apapun wanita itu, seseksi apapun wanita itu. Sehebat apapun profesi wanita itu. Bastian tolak. Alasannya satu, ia masih ingin fokus pada tujuannya dalam memperbaiki pendidikan di Indonesia. Tentunya dengan mendirikan RuangBelajar ini.

Sampai akhirnya, kedua orangtuanya muak dengan alasan Bastian. Dan memaksa Bastian untuk dijodohkan dengan anak teman Papanya. Dari situlah ia mengenal Kinan sampai detik ini.

"Bas, gimana soal tawaran Pak Presiden?" Tanya Imam yang siang ini mampir di ruangan Bastian, padahal ruangannya sendiri ada di sebelah ruangan Bastian.

Bastian yang tengah sibuk mengetik sesuatu pada ponselnya lantas mendongak, menatap lawan bicaranya. "Masih gue pertimbangkan." Jawabnya.

Minggu lalu, ia mendapat undangan dari Presiden untuk menghadiri rapat kabinet terbatas. Disana, setelah rapat itu selesai, Presiden Indonesia menawarkan sebuah jabatan untuknya. Menjadi staff kepresidenan. Bastian tak langsung menjawab, ia membutuhkan waktu untuk mempertimbangkannya. Dan sampai detik ini ia masih belum bisa memutuskan. Karena pikirannya tengah kalut oleh seorang wanita bernama Asha. Sungguh, ia masih memikirkannya sampai sekarang. Dan ia tak memiliki alasan kuat mengapa harus memikirkan wanita itu.

"Mending lo terima aja Bas. Ini presiden loh yang minta langsung. Andai gue yang ditunjuk buat jadi staff kepresidenan, udah gue jawab langsung lah!"

"Itu kan elo, bukan gue."

"Lo terlalu banyak mikir sih. Apa-apa serba dipikirin dulu."

Mendengar nada sinis dari sahabatnya, Bastian memutar bola mata. "Daripada lo musuh-musuh di ruangan gue, mending lo balik ke ruangan sendiri. Jagain noh server kita, biar nggak ada yang bobol." Usirnya.

"Anti bobol-bobol klub. Server kita aman, udah gue pasangin anti virus yang tahan banting."

Bastian mendengus lalu fokusnya kembali pada ponsel. Ia sedang menunggu balasan dari temannya yang sebentar lagi akan kemari. "Udah sana pergi, bentar lagi gue mau ada tamu."

"Siapa sih? Si Kinan?"

"Bukan. Cowok."

"Bukannya temen cowok Lo cuma gue?" Dengan percaya dirinya Imam berucap.

"Najis. Temen gue banyak."

"Emang siapa?"

"Denis."

"Lhah, Lo masih temenan sama si tukang nguntit itu?"

"Dia bukan tukang nguntit Mam, detektif."

"Sama aja. Dah lah, gue balik dulu. Salam buat Denis. Biarpun kerjaannya tukang nguntit, tapi dia punya adek cantik. Gue suka."

Huh! Sungguh bejad kelakukan sahabatnya yang satu ini. Selain hobi mengganggunya saat bekerja, Imam juga punya hobi narsis akut. Untung istri pria bertubuh sedikit berisi itu bukan wanita yang pencemburu.

Lima menit setelah kepergian Imam, teman yang Bastian tunggu-tunggu kini sudah duduk di depannya.

"Tumben lo ngajak gue ketemu di kantor. Ada masalah serius?" Ujar Denis berbasa-basi.

"Nggak terlalu sih."

"Terus?"

Bastian diam sejenak. Ia ingin meminta tolong pada Denis untuk menelusuri seseorang, tapi rasanya segan. "Eumm... Gue minta tolong buat telusuri seseorang."

"Siapa? Saingan bisnis Lo?" Tebak Denis. Bastian seringkali menghubunginya, meminta bantuan untuk mencari informasi mengenai seseorang yang dicurigai berniat merusak perusahaannya.

"Bukan. Namanya Asha."

Denis mengerutkan dahi. "Asha? Cewek?"

"Iya."

"Lo suka sama dia atau gimana? Kalau Lo suka ya mending lo cari tahu aja sendiri. Ngapain soal hati lo malah minta tolong ke detektif segala."

Bola mata Bastian mendelik. "Sekali gue tegaskan, dia bukan wanita yang gue suka."

Walau Denis tak percaya, pria berkumis tebal ini berlagak sok percaya saja. "Terus masalahnya apa?"

"Secret. Gue cuma minta tolong ke lo, untuk cari tahu soal latar belakangnya."

"Oke-oke. Sekarang gue tanya, nama panjangnya siapa?"

Kepala Bastian menggeleng. Jangankan nama panjang, nama panggilan saja ia baru beberapa kali menyebutnya.

"Lo pinter tapi goblok ya Bas."

"Gue ada alamat rumahnya. Bukan rumahnya sih, tapi seenggaknya dia tinggal disana."

"Oke, alamat rumah bawa sini."

"Nanti gue send lewat WA."

"Terus, ciri-cirinya orangnya kayak apa? Kali aja gue salah orang, kan sia-sia penelusuran gue."

Seketika Bastian membayangkan penampilan Asha. "Kumuh ..." Gumamnya.

"Apa?"

"E-eoh, maksud gue, dia suka pakai kaos, rambut sebahu, nggak pernah pakai make-up dan berjerawat. Intinya sederhana."

"Oooh.. selera lo sekarang berpindah ke yang sederhana ya?"

"Sekali lagi gue tekankan, dia bukan orang yang gue suka."

Denis beranjak dari duduknya, mencondongkan tubuh agar lebih dekat dengan Bastian dan menjitak kepala Bastian. "Ngomong sono sama dinding. Udah, gue cabut dulu. Alamatnya langsung send ya. Gue mau langsung meluncur."

Bastian mengangguk saja, walau sebenarnya ingin membalas jitakan Denis. Tapi mengingat Denis yang akan membantunya mencari informasi tentang Asha, ia urungkan niat balas dendamnya itu.

Seperginya Denis dari ruangannya, Bastian terduduk dalam diam. Memikirkan kembali apa yang baru saja ia lakukan. Menyewa detektif hanya untuk mencari tau lebih dalam tentang Asha. Bukankah kini ia sudah sangat berlebihan? Kata penasaran tentu tidak cukup untuk menggambarkan tindakannya. Ini jelas lebih dari penasaran.

Dan gilanya lagi Bastian seperti tidak memiliki rasa menyesal sedikitpun. Ia pikir, apa yang dilakukannya saat ini tidak masalah.

Untuk meredakan tenggorokannya yang sedari tadi kering karena harus mengalibi beberapa pertanyaan dari Imam dan Denis, Bastian meraih gelas minumannya. Meneguk beberapa kali hingga isinya tersisa setengah gelas.

Bastian kembali fokus pada ponsel. Ia sudah mengirim alamat rumah Om Ateng-Ayah Kinan. Sekarang, sembari menunggu kabar baik dari Denis, Bastian membuka akun Instagramnya. Menuliskan nama 'Asha' di kolom pencarian, berharap wanita itu memiliki akun sosial media.

Tapi sepertinya tidak ada. Beberapa kali ia membuka username Asha, namun bukan foto Asha yang terpajang. Bastian menutup kembali akun Instagram dan membuka jendela chat-nya dengan Denis. Lihat, sekarang ia seperti pria pengangguran. Men-scroll kebawah dan keatas chat-nya dengan Denis dan meninggalkan pekerjaannya yang menumpuk. Dan itu hanya karena satu wanita bernama Asha. Wanita yang entah kenapa menjadi pengganggu dalam pikiran Adamas Bastian Syah Devara

Bukan Menantu SpesialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang