8

19 3 0
                                    

Usai acara makan malam semalam, hati Kinan jadi ketar-ketir. Bukan masalah takut masakannya dibilang tak enak, ia justru takut hati Bastian berlabuh pada yang lain.

Pada Asha. Ya, Kinan menakutkan itu. Karena jika dipikir-pikir kembali, setiap Bastian berkunjung dan tak sengaja menemui Asha, sikap pria itu akan berbeda. Contohnya semalam, saat awal-awal makan malam berlangsung, yang Kinan lihat wajah Bastian sangat murung. Tapi setelah melihat Asha, pria itu bahkan menyapa dan mengajak Asha untuk gabung makan. Tentu ini masalah besar untuknya.

Tangan kanan Kinan menggaruk-garuk rambut kepala, kini ia bingung harus berbuat apa agar Bastian tetap setia padanya. Semakin kesal karena tak mendapat ide apapun untuk dilakukan, Kinan meraih remot tv dan mengganti kanal asal-asalan. Tak berselang lama, tindakannya terhenti ketika melihat Asha melewati ruang tengah tempatnya berada.

Kinan memperhatikan secara terang-terangan pada penampilan Asha pagi ini yang akan berangkat ke pabrik. Celana training lusuh, seragam kerja yang sangat pas untuk dipakai oleh kalangan bawah, rambut di kuncir rendah dan wajah berjerawat tanpa sentuhan make-up. Jangan lupakan juga tangan kirinya yang menenteng sepatu tak bermerek. Kinan bergidik ngeri.
Sedang Asha yang sadar dirinya tengah di perhatikan, hanya bersikap biasa-biasa saja. Ia justru berhenti sejenak untuk memberitahu pada Kinan bahwa sarapannya sudah di siapkan.

"Sarapannya ada di meja makan, Dek." Lalu ia melanjutkan langkahnya untuk keluar rumah.

Andai suasana hatinya sedang tidak berkecamuk seperti sekarang ini, Kinan pastikan remot di tangannya akan langsung mendarat ke wajah Asha.

Beranjak dari duduknya, Kinan memutuskan untuk sarapan. Sepertinya ia butuh asupan agar pikirannya bisa lebih rileks. Di meja makan, dirinya mendapati sang Mama tengah menyiapkan piring-piring untuk sarapan.

"Kenapa sih pagi-pagi muka udah di tekuk begitu?" Tanya Anis.

"Aku tuh lagi khawatir, Ma."

Anis menghentikan aktivitasnya. "Khawatir kenapa? Sini, cerita sama Mama." Lalu menghampiri sang anak dan duduk di kursi sebelahnya.

"Sebenarnya aku khawatir Mas Bas ada rasa ke Asha, Ma." Tutur Kinan dengan wajah cemas.

Selama tiga detik Anis terdiam. Lalu tertawa terbahak-bahak. "Apa? Tadi kamu bilang apa? Kamu takut Bastian naksir ke Asha?" Kinan mengangguk cepat.

Kepala Anis geleng-geleng tak habis pikir pada apa yang di khawatirkan anaknya. "Lihat, lihat dong penampilan kamu, Kin. Dibanding Asha, kamu lebih cantik, pintar, punya keluarga lengkap dan punya banyak prestasi. Sedangkan Asha? Kamu lihat sendiri kan, hidupnya di dunia ini cuma sendirian. Nggak ada yang memihak ke dia sama sekali." Jelas Anis.

"Tapi Ma... Dia punya cara sendiri buat narik perhatian pria. Dia nggak cantik, tapi Asha jago masak, bersih-bersih. Intinya dia paling jago mengurus kebutuhan rumah tangga."

"Kalau itu sih tergantung Bastian nya. Dia mau cari pembantu atau istri. Kalau dia pilih kamu, itu berarti Bastian benar-benar cari istri."

"Terus sekarang gimana, Ma?"

"Untuk sekarang Mama belum punya ide. Lagian, menurut Mama mustahil banget kalau Bastian bakalan naksir ke Asha, Kin. Kamu ngada-ngada banget deh pikirannya." Cerocos Anis sambil menuangkan susu kedalam gelas.

"Lagian ya, citra si Asha di mata keluarga Bastian tuh udah nggak baik. Kamu dengar sendiri semalam Mama bilang ke Jeng Cahaya kalau Asha males cari ilmu, orangnya semaunya sendiri dan egois." Lanjut Anis.

Mengabaikan ucapan sang Mama, Kinan terdiam lesu. Menurutnya, di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin terjadi. Orang yang sudah dikatakan mati bahkan bisa saja hidup kembali.

Bukan Menantu SpesialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang