8

148 4 0
                                    

"Oy" sapaku duduk di depan Hana. "Udah selesai kelas lo?" Tanya Hana sambil memakan batagor ikan kesukaannya itu. Aku mengangguk sebagai balasan.

"Lo tau ngga Bagas kenapa?" Tanya Hana mencondongkan tubuhnya ke arahku.

Aku mendorong kening Hana mwnggunakan telunjuk agar Hana kembali duduk. "Kenapa emang?"

Aku meminun es teh milik Hana. "Masa akhir-akhir ini dia ngehindar dari gue. Padahal biasanya nemplok mulu"

Aku mengangkat bahuku. "Han nanti lo mau ikut gue ngga?"

"Kemana?"

"Ada deh. Surprise lah pokoknya buat lo" aku tersenyum kepada Hana.

Hana menatapku curiga lalu menunjukku. "Ngapain lagi lo? Awas aja kalo aneh-aneh. Gue tebas leher lo"

Aku memasang ekspresi tqkut sambil memegang leherku. "Wahhh gue takut banget"

Hana berdecak lalu melanjutkan makannya.

***

Sekarang sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Aku dan Hana sedang menaiki tangga menuju rooftop cafe milik kakak Bagas. Dan tentunya dengan mata Hana yang tertutup kain.

"Aya, lo macem-macem gue beneran tebas leher lo sumpah. Ngapain sih harus ditutup segala mata gue?!" Sejak tadi Hana selalu melontarkan kata yang sama.

"Shuttt. Udah diem aja" aku membuka puntu rooftop yang langsung disambut dengan dinginnya angin malam.

Aku menuntun Hana menuju tengah. "Jangan dibuka kalo belum hitungan sepuluh"

Aku langsung bergegas bersembunyi di balik meja. Setelah hitungan kesepuluh Hana melepas tutup matanya.

"Ayana jangan macem-macem deh. Lo dimana? Kok gelap gini?" Hana bertindak gelisah ditempatnya.

Lampu menyala memperlihatkan Bagas yang berdiri dihadapan Hana sambil memegang buket bunga mawar seratus biji. Benar-benar tipe cowok romantis.

"Ba-bagas?" Ucap Hana lirih.

Sejak tadi aku berusaha menahan teriakkan saat melihat keromantisan mereka. Apalagi lilin-lilin listrik yang melingkari mereka membentuk hati. Sebenarnya aku dan Bagas ingin menggunakan lilin biasa tapi karena angin yang berhembus kencang membuat lilin-lilin itu mati.

Bagas terkekeh melihat ekspresi Hana. "Kaget?" Tanya Bagas lembut.

"Jadi ini yang dimaksud Aya?" Tanya Hana yang dibalas anggukan oleh Bagas.

"Suka ngga?" Hana melihat sekitar membuat aku semakin menyembunyikan diri dibalik meja.

Hana tersenyum senang. "Suka. Banget malah"

"Syukur deh kalo lo suka. Sebenernya yang ngerencanain ini gue, minta tolong juga sama Aya" ucap Bagas.

"Gu-gue suka Han sama lo... Sejak SMA" ucap Bagas cepat.

'tolol. Gimana Hana paham sama rap lo itu'

Aku menyugar rambutku frustasi.

"Lo mau ngga jadi pacar gue" setelah mengucapkan itu Bagas menekuk kaki kanannya sambil menyodorkan buket mawar itu.

Aku yang mendengar puncak klimaks dari rencana ini ikut gugup. Takut jawaban yang diberikan oleh Hana tidak sesuai ekspektasi.

Hana mengambil buket itu. "Iya gue mau"

Bagas mendongak menatap Hana tidak percaya. Begitu juga aku.

Bagas langsung berdiri sambil tersenyum senang. Aku berniat keluar dari persembunyian tapi malah dibuat memebeku ditempat.

'sialan Bagas main nyosor-nyosor aja. Masih ada gue woy'

"Oh shit my eyes" aku menutup mataku. Beralih menutup telinga saat suara decapan-decapan gila itu semakin terdengar.

Tiba-tiba ponselku berdering membuat kegiatan pasangan baru itu terhenti.

Juna?

Aku berdiri dari tempat persembunyianku sambil tersenyum canggung lalu menunjukan ponselku. "Gue permisi dulu. Lanjutin aja gue ngga dengar sama liat apa-apa kok"

Aku langsung bergegas menuruni tangga sambil memegang jantungku yang berdetak kencang. Kenapa mereka harus melakukannya di sana? Apa Bagas tidak sadar kalau aku masih ada.

Aku kembali fokus pada ponselku. Panghilan dari Juna sudah tidak berdering lagi, aku langsung bernafas lega.

Dan itu hanya untuk beberapa detik karena ponselku kembali bergetar. Aku menatap ponselku malas.

Randy kambing.

Aku mengangkat telfon itu. "Halo"

"Lo dimana?" Tanya Randy. Aku memutar bola mataku malas. "Urusanya sama lo apa?"

"Bisa dateng ke sirkuit yang waktu itu?"

"Lo gila? Gue sih ogah nyari mati"

"Juna berantem. Ngga ada yang bisa misahin"

"Ya bukan urusan gue lah"

"Ck, lo kan ceweknya"

"Lebih tepatnya barang taruhan"

"Please dateng. Bisa-bisa Juna bunuh orang"

Lalu Randy mematikan sambungan telfon sebelum medengar balasanku. Dan lagi kenapa Randy terlihat khawatir kepada Juna? Bukankah mereka musuh?





Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang