16

119 6 0
                                    

Aku dan Juna sekarang sedang berkeliling sekolah sedangkan kak Ansel masih mengurus urusannya dengan pak Budi.

Ternyata sekolah ini tidak banyak berubah. Padahal baru dua tahun aku meninggalkan sekolah ini tapi rasanya seperti sudah belasan tahun.

"Gimana sekolah saya?" Tanyaku penasaran dengan pendapat Juna. "Lumayan" jawab Juna sambil menaikan sudut bibirnya.

"Dasar tengil" gumamku berjalan lebih dulu. Aku mendengar Juna tertawa di belakang... Suaranya menurutku sedikit membuat candu.

Heh! Ayana sadar! Luruskan pikiranmu, jangan tergoda dengan apapun yang ada pada Juna.

Aku berhenti di lapangan basket indoor, lalu duduk di tempat biasa aku dan Hana menunggu Bagas selesai ekstra. "Ngapain duduk di sini?" Tanya Juna duduk disebelahku.

Aku menatap Juna sambil tersenyum. "Pengin aja"

Aku berjalan mendekati ring basket, mengambil bola berwarna orange itu. Untung hari ini aku memakai celana. Aku menaikan lengan bajuku sampai siku lalu mengikat rambutku menjadi satu.

 Aku menaikan lengan bajuku sampai siku lalu mengikat rambutku menjadi satu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Juna" panggilku semangat.

Juna menatapku sambil menaikan satu alisnya. "Mau taruhan ngga?" Tanyaku.

Juna menyilangkan tangannya di depan dada lalu tersenyum remeh. Cih, dasar sombong. "Apa?"

Aku memantulkan bola basket itu sambil menatap Juna menantang. "Kalo saya menang kamu harus nurutin kemauan saya"

"Kalo gue yang menang?" Tanya Juna. Orang ini masih saja meremehkan ku, awas saja.

"Saya turutin kemauan kamu" jawabku tegas.

Juna berjalan ke arahku. "Oke" aku tersenyum senang.

Kami mulai bermain, gila ternyata Juna hebat juga bermain basket. Dia juga tidak main-main saat merebut bola dariku, bahkan aku sampai jatuh saat tidak sengaja tersenggol Juna.

"Bener-bener deh alus dikit kek. Ngga sadar apa ini main sama cewek" gumamku kesal.

Hampir tigapuluh menit aku dan Juna bermain dan hasil akhirnya tentu saja....

Juna yang menang. Ck, lain kali aku akan berusaha lagi.

Lagi? Apa aku masih ada kesempatan untuk bermain basket bersama Juna? Huffff, rasanya aku tidak ingin hubunganku dan Juna berakhir. Maksudku taruhan ini harus berakhir tapi hubungan pertemanan kami tetap ada. Apa bisa begitu?

"Oy!" Aku mengerjapkan mataku terkejut. "Segitunya cuma gara-gara kalah dari gue?"

Aku menatap Juna sengit. "Saya tuh suportif orangnya. Kamu mau apa?" Juna memasukan kedua tangannya kedalam saku lalu memajukan wajahnya membuatku menahan nafas saking gugupnya.

Aku dibuat semakin gugup saat Juna mencium pipiku, meraih wajahku hingga pipiku makin menempel pada bibirnya.

Wajahku semakin memerah hingga telinga. Aku mendorong tubuhnya menjauh lalu membalik badan.

"Kak Ansel?" Ucapku lirih. Apa tadi kak Ansel melihat Juna menciumku? Aku harus menjelaskan apa?

"Gue udah selesai. Lo masih mau di sini?" Tanya kak Ansel datar. Aku mengepalkan kedua tanganku, sial aku jadi gugup begini.

"Hem. Du-duluan aja kak, habis ini gue mau ketemu bu Mey dulu" jawabku sambil tersenyum canggung. Kak Ansel menganggukan kepalanya lalu pergi.

Aku mengehmbuskan nafas lega. Aku berbalik menatap Juna tajam, yang ditatap malah tersenyum sinis. "Dasar gila"

Aku pergi meninggalkan Juna sendirian di lapangan. Aku benar-benar tidak habis pikir dengan kelakuan Juna, semakin hari semakin gila saja.

Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang