Meet again

5.2K 596 204
                                    

Setelah kepindahan ke Jeju dan mereka hanya tinggal berdua, Jeno menjadi over protektif pada Jaemin. Setiap hari ia memeriksa seluruh tubuh Jaemin takut-takut istrinya itu melukai diri sendiri lagi. Jaemin juga masih melakukan konsultasi dengan Yoona, lambat laun traumanya mulai hilang, little space nya juga semakin jarang muncul.

Kini kandungan Jaemin sudah menginjak bulan ke sembilan. Dokter mengatakan ia akan melahirkan kurang dari dua minggu lagi tapi Tiffany sudah mengirimnya ke rumah sakit sejak pagi tadi. Seperti biasa, Mama mertuanya itu selalu berlebihan jika menyangkut Jaemin. Wanita yang ia anggap sebagai malaikatnya itu takut jika perkiraan dokter meleset, jadi untuk berjaga-jaga Jaemin harus tinggal di rumah sakit dari sekarang supaya jika terjadi kontraksi mendadak bisa segera di tangani.

Baru beberapa hari tinggal, Jaemin sudah merasa bosan, ia tidak bisa memasak atau membuat kue seperti di rumah. Kegiatannya sekarang hanya tiduran di ranjang, membaca novel, atau sesekali berjalan-jalan ke taman rumah sakit.

"Jenoooo.... Pleaseee...."

Jeno mendesah entah untuk yang keberapa kalinya. Sejak pagi Jaemin merengek ingin makan burger, hotdog, dan sebangsasanya juga ice cream. Jeno menolak membelikan, dokter meminta Jaemin berhenti makan junk food dan ice cream karna bayi dalam kandungan sudah terlalu besar sampai mencapai 4 kg lebih.

"Jenooooo....."

Pemuda Lee menaruh komik yang tengah dibacanya ke meja lalu menatap Jaemin datar. ia sudah tak fokus lagi membaca karna istrinya itu terus merengek.

"Nanti! Setelah aegi lahir kau boleh makan apapun yang kau mau!" Jeno tersenyum kecil melihat wajah kesal Jaemin yang terkesan lucu. Ia lega karna kini tubuh Jaemin sudah kembali ideal dengan pipinya yang semakin tembam. Tidak sia-sia omelan sang Mama selama ini yang terus mencecar Jaemin untuk terus makan, tapi efek lainnya malah membuat bayi dalam kandungannya menjadi cepat besar.

"Jeno pabo!" Jaemin cemberut, Jeno melotot.

"Hei! Kenapa mengataiku?" protesnya tak terima.

"Memang benar kau itu bodoh! Setelah operasi nanti mana boleh aku makan makanan seperti itu. Jadi belikan aku untuk terakhir kalinya sebelum aku puasa junk food sampai waktu yang tak ditentukan. Please... Belikan! Aku sangat ingin sampai rasanya sudah ada di ujung lidah." wajah kesal Jaemin berubah kembali menjadi wajah memelas.

Hufhhh...

Lagi-lagi Jeno mendesah sebelum berkata, "baiklah, aku menyerah." nadanya lesu.

Jaemin tersenyum lebar dengan mata berbinar. "Kalo begitu cepatlah!" tangannya bergerak mengusir. "Pergi! Pergi! Hus... hus..."

Kini Jeno yang cemberut. Ia beranjak pergi dengan langkah yang dihentak-hentakan.

Jaemin terkikik di ranjangnya. Suaminya benar-benar imut saat cemberut. Setelah menikah ia baru tahu jika salah satu pria yang dijuluki ice price di kampusnya memiliki sisi semenggemaskan ini.

***

Suara derap langkah yang terburu-buru menggema di kesunyian lorong rumah sakit. Jeno menoleh, ia mendapati kedua orang tuanya yang baru sampai. Kebetulah mereka sudah berada di Jeju sejak kemarin dan ternyata perkiraan dokter tidak meleset.

"Bagaimana?" tanya Tiffany dengan nafas yang agak memburu.

"Aku tak tahu, Ma. Ini sudah hampir satu jam dan si keras kepala itu tidak mau aku temani." suara Jeno penuh kekhawatiran sekaligus frustasi. Donghae menepuk-nepuk pundaknya ringan.

"Sudahlah! Do'akan saja yang terbaik untuk Jaemin dan Aegi." ujar Tiffany menenangkan.

Mereka akhirnya duduk di kursi tunggu dengan pikiran masing-masing yang tertuju pada orang yang sama. Setelah beberapa saat dokter membuka pintu dan mereka bertiga berdiri serempak kemudian menghampiri dokter itu dengan perasaan khawatir.

Tanggung Jawab [Nomin] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang