Setitik cahaya

4.7K 578 106
                                    

Vote & comment! 🙏

***

Sungguh, terlalu berat bagi Jaemin untuk berucap meminta pertanggung jawaban. Baru memberi tahu dirinya hamil saja, mereka sudah terang-terangan menolak dan penolakan Mark adalah hal paling menyakitkan selama ia hidup bahkan lebih sakit daripada ketika orang tuanya meninggal.

Sudah terlewat tiga bulan sejak penghinaan Mark di fakultas bisnis saat itu. Kini kandungan Jaemin sudah menginjak empat bulan menurut dokter setelah Jaemin memeriksakannya minggu lalu. Janinnya termasuk kuat karna bisa berkembang baik di tengah keadaan sang ibu yang tertekan. Tubuh Jaemin begitu kurus, berat badannya sudah turun 11 kg semenjak hamil.

Selama tiga bulan ini Jaemin hanya berusaha kuat dan bertahan. Berita pertikaiannya dengan Mark sudah tersebar sampai ke penjuru fakultas. Orang-orang terus bertanya 'siapa Na Jaemin? Yang mana orangnya?' setelah tahu mereka akan berakhir dengan mencibir. Jaemin kini benar-benar sendirian. Teman-temannya menjauh. Ia terlalu malu mengunjungi sanak saudaranya untuk meminta suport serta perlindungan.

Malam ini Jaemin pulang ke flatnya dengan membawa beberapa sayuran, ia jarang membeli daging demi mengirit pengeluaran. Ia hanya mengandalkan gaji dari toko roti untuk kebutuhan sehari-harinya dan menabungkan uang pensiun ayahnya untuk biaya melahirkan nanti.

Pemuda itu mengeluarkan sayuran lama dari kulkas kemudian memasukan yang baru dan masih segar. Kini di tangannya ia mengenggam wortel berukuran agak besar yang kulitnya sudah mengerut karna layu. Ia bermaksud memasak sup wortel dan tahu, hanya itu saja. Setelah memasak setengah gelas beras menggunakan ricecooker, Jaemin mempersiapkan bahan-bahan untuk sup.

Dengan perlahan Jaemin mengupas wortel yang kulitnya sudah agak alot, tapi fokusnya teralihkan pada urat nadi berwarna kebiruan di pergelangan tangannya. Ia bisa melihat detakannya. Jaemin membelai itu dengan ujung pisau yang runcing. Melipir ke samping urat nadinya, ia menggoreskan ujung pisaunya di sana, ringan tapi mengeluarkan darah. Lukanya tampak seperti cakaran kucing yang cukup dalam. Jika diperhatikan, jaemin memiliki banyak bekas luka di kedua tangannya.

'Cakaran kucing'

Alasan yang paling sering Jaemin katakan ketika ada yang bertanya, dan siapapun akan percaya karna luka itu terlihat ringan meski kenyataannya sangat perih luar biasa.

"Maaf Aegi, Eomma terluka lagi. Lain kali Eomma akan lebih hati-hati." Jaemin mengelus perutnya dengan tangan yang menggenggam pisau.

***

Mark menarik lengan Jaemin dengan kasar kemudian membawanya masuk ke dalam ruang kelas yang kosong.

Jaemin selalu pulang paling akhir untuk menghindari tatapan hina dan penasaran dari orang-orang. Tapi kali ini nasibnya kurang baik karna ia dihadang Mark saat akan menuju loker untuk menyimpan buku.

"Kenapa kau masih hidup?"

Jaemin sedikit tersentak tapi masih bisa mempertahankan raut datarnya yang terkesan kosong. Rasanya ia ingin menjawab 'masih hidup karna ingin saja', tapi diurungkan dan lebih memilih diam bergeming.

"Kau sungguh telah kehilangan urat malu karna masih berani berkeliaran di kampus setelah semua yang terjadi!"

Jaemin tetap diam bahkan kini membuang muka dari Mark sehingga membuat pemuda Lee itu jengkel.

Tanggung Jawab [Nomin] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang