O4

1.1K 154 32
                                    

Haechan sudah sembuh, kini keluarga kecil itu sedang berkumpul di ruang keluarga. dengan posisi Haechan yang bersandar di bahu Mark dan bulan dipangkuan Haechan.

mereka sedang menonton Spongebob, kartun kesukaan rembulan. sesekali tawa terdengar karena ulah kocak Patrick teman Spongebob.

"bunaa bunaaa, bulan mau semangkaaaa." rengek rembulan sambil menghadap pada buna nya.

Mark melihat putrinya dan suaminya.

"mau buna ambilkan?" rembulan mengangguk.

"biar ayah aja yang ambil ya?" tawar Mark.

"hum?" sahut bulan pada sang ayah.

"buna baru sembuh, ayah aja yang siapin semangka buat tuan putri. gimana?" jelas Mark, rembulan mengangguk dengan excited.

"mauuu ikuttt!!"

"terus buna ditinggal sendiri nih?" tanya Haechan.

"buna ikut jugaaa."

Mark terkekeh, menggelengkan kepalanya.

"biar ayah aja, kalian tunggu disini." Mark bangun dari duduknya, berjalan ke arah dapur untuk mengambil semangka.

setelah beberapa saat, Mark kembali dengan semangka yang masih utuh bersama dengan pisau.

"lohh kenapa gak dipotong?" tanya bulan.

"sayang.. kakak gak bisa potong semangka.." adu Mark pada Haechan, dengan bibir yang mempout sempurna sangat mirip seperti rembulan saat merajuk.

Haechan terkekeh, gemas sekali suaminya ini.

"sini aku potongin." Mark menaruh talenan dan pisau di meja depan Haechan.

Haechan langsung membagi dua semangka yang bulat, dan memotongnya dengan lihai.

"wahhh keren." ujar Mark takjub, Haechan sangat lihai.

"apa banget kamu kak." Haechan hanya menggelengkan kepalanya dengan tingkah suaminya.

setelahnya semangka itu dimakan oleh mereka bertiga, Mark begitu rakus memakannya padahal tadi yang meminta semangka itu bulan.

•••

sepasang tangan kekar melingkar di perut Haechan, hembusan nafas begitu terasa di leher Haechan.

"sayang.."

"hm?" sahut Haechan dengan gumaman.

"maaf.." Haechan menyergitkan alisnya bingung.

"untuk?"

"perlakuan kakak lima tahun kebelakang.." Haechan membalikkan tubuhnya menghadap suaminya.

Haechan menyentuh pipi Mark, tersenyum hangat dan mengangguk.

indah —batin Mark.

Mark mengikis jarak diantara mereka, menyatukan bibirnya juga bibir Haechan.

lumatan lembut Mark berikan, mewakilkan kata maaf dan terimakasihnya.

tautan mereka terlepas, menyatukan kening mereka dan saling memejamkan mata.

"i love you Lee Haechan, i love you more." lirih Mark.

"i love you too, kak Mark." mereka saling tersenyum, Mark menatap wajah Haechan yang begitu indah di hadapannya.

setelahnya, Mark menggesekkan hidung mereka dan terkekeh.

"aku harap.. ini bukan mimpi ya kak.." Haechan tersenyum, menatap mata suaminya.

•••

Haechan terbangun, ruang serba putih menjadi pemandangannya saat membuka mata. melihat ke arah sekitar, tangannya di infus.

ah.. ternyata hanya mimpi.

tiba-tiba pintu terbuka, menampilkan Mark dengan pakaian kantornya.

"sudah sadar?" nada dingin kembali Haechan dengar, Haechan hanya mengangguk.

"kenapa tidak mati saja sekalian? bawa sekalian putrimu."

deg.

"maaf.." lirih Haechan.

"harusnya kau mati Haechan Seo, menyusul kedua orangtuamu dan janinmu." setelah berucap seperti itu, Mark keluar dari kamar inap Haechan.

air matanya jatuh, dadanya begitu sesak.

ah.. tapi ada benarnya bukan apa kata Mark? harusnya.. dia mati saja.. —batin Haechan.

Haechan menatap langit-langit ruang inapnya, memejamkan matanya sesaat.

kuatkan aku Tuhan.

Haechan bangkit dari tidurnya, tiba tiba Taeyong dan putrinya datang.

"astaga, kau sudah sadar?" tanya sang ibu mertua, Haechan tersenyum dan mengangguk lemah.

"minum dulu nak." Taeyong memberinya segelas air mineral.

"maaf ya bu, udah ngerepotin.."

"astaga, kamu ini bilang apa? bubu gak merasa direpotin sama kamu." Haechan hanya menundukkan kepalanya.

"buna jangan sediihh, nanti bulan ikutan sedih.." Haechan menatap putrinya, mengusap surai rambut kecoklatan itu dan tersenyum.

"buna gak sedih kok."

"tadi Mark kesini?" tanya Taeyong, Haechan menatap mertuanya lalu mengangguk.

"dia gak ngapa-ngapain kamu kan?"

"nggak kok bu, bubu tenang aja.." jawab Haechan dengan senyumnya.

Taeyong mengangguk, mengusap kepala menantu kesayangannya.

"kata dokter besok udah bisa pulang, istirahat yang cukup ya?" Haechan kembali mengangguk.

"terimakasih bubu.."

•••

Mark berjalan memasuki kamarnya, merebahkan dirinya diatas ranjang.

kepalanya pusing sekali, pekerjaan yang banyak ditambah Haechan yang kecelakaan membuat bebannya semakin bertambah.

tokk!! tokk!! tokk!!

ketukan pintu kamar terdengar.

"siapa?" tanya Mark cukup lantang.

"gua bang, jeno."

"masuk."

cklek!

pintu terbuka, menampilkan Jeno sang adik.

Jeno berjalan mendekat ke arah sang abang.

"mau sampe kapan lo giniin Haechan?" pertanyaan Jeno, Mark hiraukan.

"gua denger semua yang lo katain ke Haechan tadi." Mark menatap adiknya itu.

"kalo lo emang gak menginginkan dia, kenapa gak lo ceraikan aja? kenapa malah lo siksa dia?" Mark masih enggan untuk berbicara.

"dia cuma berbakti sama wasiat orangtuanya yang udah gak ada, dia bukan sengaja misahin lo sama cewek lo dulu. tapi lo malah siksa dia dengan begitu hebat, bikin mental sama psikisnya sakit. apa pantas?"

"dia baru keguguran anaknya, anak lo juga. tapi lo malah buat dia makin ngerasa gak pantes buat hidup, lo tau? mungkin kalo rembulan gak lahir, dia udah milih buat nyusul orangtuanya daripada harus bertahan sama bajingan kaya lo." Mark masih membisu.

"gunain otak lo, rembulan juga anak lo. sebelum lo nyesel, lebih baik perbaiki." setelahnya Jeno pergi meninggalkan Mark yang termenung.

jujur, dia tidak bisa menyangkal semua yang Jeno katakan. karena pada dasarnya, semua itu benar.

•••

masih berkah 🤫

L a k u n a Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang