O8. "Salah apa?"

601 55 8
                                    

Hari telah berganti, dengan Nada yang masih terlelap dalam tidurnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari telah berganti, dengan Nada yang masih terlelap dalam tidurnya. Tubuhnya dibaluti dengan jaket hijau yang diberikan oleh Mark semalam. Dengan keadaan seperti itu pula, ia terlelap di kursi samping tempat tidur pasien—yang tak lain adalah Johnny.

Tidur wanita itu terlalu lelap hingga ia tak merasakan pegal nan linu di pinggang yang sudah berteriak memintanya untuk bergerak—posisi tidurnya sungguh tidak nyaman. Mungkin karena lelah mengurus Johnny yang semalam sempat demam, membuatnya harus tidur lebih dari larut malam.

Tak lama, wanita itu sedikit tersadarkan, tatkala telinganya menangkap samar-samar suara di dekatnya. Suara televisi yang menayangkan talk show pagi hari. Matanya langsung terbuka lebar. Ia akhirnya bangun dengan rasa panik dan khawatirnya. Terlebih, ketika ia tak melihat sepasang mata tertutup yang sejak malam betah menutup. Iya. Johnny-nya sudah bangun.

"Lho? Kamu kok udah bangun?" Dengan cepat, Nada bangkit dari duduknya. Ia usap wajah bantalnya itu. Ia bandingkan dengan wajah Johnny yang sudah tampak segar. Berbeda dengan tadi malam.

"Udah," jawab Johnny seadanya tanpa menoleh. Remotnya ia genggam di tangan, seakan tak membolehkan siapapun mengganti saluran televisi saat ini.

Nada merapikan rambutnya. Lalu bingung hendak melakukan apa.

"Kamu udah makan?" tanyanya kemudian.

"Udah."

Nada mengangguk. "Kenapa nggak bangunin aku? Biar aku suapin," ucap Nada pada suami yang akhirnya mempunyai niat untuk memandangnya. Namun lagi. Pandangannya tak menyaratkan kelembutan. Lagi-lagi Nada harus menelan saliva dan juga imajinasinya. Imajinasi dalam mimpi indah yang sungguh berbeda dengan dunia nyatanya.

"Saya cuma kecapean. Bukan cacat," ujar si pria terdengar ketus. "Tangan saya masih bisa bergerak. Kaki juga masih bisa."

Nada mendecih dan hampir mengumpat dalam hati. Ia lalu berceletuk, "Mulutnya
... astaga ... bikin aku ngucap." Ia sungguh tak habis pikir.

"Emang aku ada bilang kalau kamu cacat? Aku juga tau kalau kamu cuma kecapean."

Perhatian Johnny kembali lagi pada televisi yang menyala, tetapi mulutnya tetap ingin bersuara. "Nggak usah berlebihan. Dokter tadi bilang saya sudah bisa pulang hari ini," ujar Johnny dengan mata yang fokus pada aktivitasnya mengganti-ganti saluran tv yang tersedia—ia tak suka iklan.

"Kapan Dokter bilang? Kok kamu nggak bangungin aku?"

"Kamu tidur."

Nada menatap Johnny, dan hendak protes. "Ya kan bisa bangungin," gumamnya seraya menundukkan kepala. Rasa kesal dan sedih menjadi satu di hatinya. Johnny yang memandang si istri lantas terheran. "Kenapa ditekuk gitu mukanya?"

"Kenapa gitu?" tanya Johnny sekali lagi karena ia belum mendapatkan respon yang dimau. Jarang-jarang ia melihat istrinya seperti ini. "Kamu kalau suami ngomong, tuh, liat. Jangan nunduk gitu."

Marriage Life || Johnny NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang