"Astaga, aku terlambat!" Draco berlari-lari ke seluruh ruangan. Mandi, memakai pakaian, menyiapkan buku, bahkan merapikan rambutnya tanpa gel rambut sama sekali. Saat ia masuk ke dalam dapur, melihat bagaimana Tom memakai pakaian santai dan memandang Draco seakan Draco adalah orang idiot, barulah Draco sadar dan membanting tasnya ke bawah lantai.
"Hari ini hari sabtu." Kata Tom geli.
Draco menggaruk rambutnya. Bukannya ia tidak sabar untuk masuk ke sekolah barunya dan belajar lagi, hanya saja kepalanya terlalu sakit hingga ia tidak sadar jika ini hari sabtu. Inilah alasan kenapa begadang tidak diperbolehkan untuk remaja sekolah. Mereka bangun telat, kemudian beralasan jika ban kendaraan mereka rusak ketika ada guru BP yang bertanya. Biasanya Draco begitu.
"Kau mau kemana?" Draco bertanya saat melihat Tom membawa kunci mobil dan mulai memasang sepatunya.
"Hari ini aku ada latihan." Tom menjawab tanpa melirik ke arahnya.
Draco hanya bisa mendengus pasrah saat Tom meninggalkan rumah. Tidak ada makanan di atas meja, dan Draco diam-diam bersyukur karena tidak perlu melihat hasil karya masakan Pamannya yang menjijikan. Tapi masalahnya, sekarang perut Draco mulai keroncongan. Persediaan makanan instan telah habis. Jika ia memasak, ada kemungkinan rumah ini akan terbakar karena ledakan yang ia buat. Belum genap tiga hari Draco tinggal disini, dan ia tidak ingin pindah tempat lagi.
Draco mengganti bajunya, kemudian beralih melihat-lihat isi rumah Pamannya. Arsitektur kuno dengan kurangnya penggunaan warna cerah, sungguh cocok dengan kepribadian Tom Riddle. Saat ia menatap sebuah bingkai foto besar di dinding, di mana foto itu memperlihatkan seluruh keluarganya sedang berkumpul. Kakek, Nenek, Ayah, Ibu, Bellatrix, Tom, dan dirinya. Dilihat darimanapun, mereka semua nampak seperti perkumpulan kultus ajaran sesat.
Draco memasukkan beberapa lembar uang ke dalam sakunya, lalu keluar dari rumah dan mengunci pintu.
"Hei, Draco."
Tubuh Draco bergidik karena terkejut. Jantungnya berpacu cepat hingga ia merasa akan pingsan saat itu juga. "Apa yang kau lakukan disini?" Gumam Draco sambil memegang dadanya yang terasa nyeri.
"Tentu saja menolongmu." Orang yang bernama Harry Potter itu tersenyum sambil membenarkan letak kacamatanya yang hampir melorot.
Dan itulah masalahnya.
Draco tidak pernah mengerti isi pikiran orang yang ada dihadapannya itu. Sebelumnya Harry adalah orang yang bar-bar, kemudian pemalu, lalu tiba-tiba menjadi tipe orang menyenangkan untuk diajak bicara. Bukannya Draco senang bicara dengan Harry.
"Menolongku dari apa?" Tanyanya tidak terkesan.
Harry menyipitkan matanya, terlalu serius untuk ukuran remaja yang baru saja bersembunyi di balik semak-semak sambil menunggu Draco keluar dari rumah. "Dari Voldemort." Harry berbisik.
Voldemort?
Apa itu Voldemort?
"Siapa Voldemort?"
"Apa kau lupa, Draco?" Harry bertanya seakan Draco adalah orang terkonyol yang pernah dia temui.
"Apa? Tunggu, sebelum itu, apa aku pernah mengenalmu sebelumnya? Maksudku, sebelum kejadian di kafe dan... sekolah?" Draco tahu dirinya nampak seperti orang idiot sekarang. Tapi ia tidak bisa berhenti bertanya ketika Harry terus bertingkah seolah-olah mereka adalah teman masa kecil. Draco tidak ingat ada anak yang bernama Harry Potter. Ia bahkan tidak ingat pernah punya teman.
Harry tidak menjawab. Hanya diam. Seperti seorang anak kecil yang ulang tahunnya telah dilupakan oleh semua orang, kemudian dia menampilkan wajah kecewa yang dapat membuat siapapun ingin meraih tubuhnya kedalam pelukan hangat. Dan untungnya Draco bukanlah salah satu jiwa lemah tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
In His Mind || Drarry || ✔
ФанфикTidak ada yang namanya Voldemort. Tidak ada yang namanya penyihir dan Hogwarts. Hanya saja, ada anak laki-laki yang bernama Harry Potter. __ Harry Potter © JK.Rowling Cover © Pinterest