Bab 16: Potong Rambut

445 104 10
                                    

°°°

Hembusan udara masuk melalui jendela kamarku. Hari sudah siang, beberapa jam yang lalu sekolah kami memulangkan para siswanya karena ada rapat dadakan.

Beginilah aku sekarang, berbaur dengan belasan buku di atas meja belajar. Ini adalah tugas akhir semester ini yang benar-benar membuat sakit kepala.

Banyak tugas yang sudah kutumpuk dari awal semester. Dan kini aku mengerang kesal karena kebodohanku itu.

Ku lirik dengan irisku sebuah balkon yang terlihat jelas dari kamarku saat itu. Memang cukup jauh, tapi sejauh pandanganku hanya itulah pemandangan yang bisa kulihat dari dalam kamar.

Pintu balkon itu terbuka lebar. Kutebak pemilik kamarnya pasti sedang tertidur saat ini.

"Pasti dia sedang tidur sekarang." Ujarku menduga-duga kemudian menatap lagi setumpukan buku yang ada di mejaku.

"Argh!! Kenapa banyak banget!!" Ucapku kesal.

Dengan hembusan nafas pasrah aku pun mulai mengerjakan tugas tersebut. Satu demi satu kukerjakan, ya meskipun asal-asalan.

Tibalah aku pada satu pelajaran yang paling tidak kusukai. Kurasa bukan aku saja yang membenci pelajaran ini, tapi ya mau bagaimana lagi, ini adalah pelajaran wajib di sekolah.

Dengan pelan kubuka buku tersebut penuh rasa was-was. Dan benar saja, jantungku nyaris melompat keluar ketika kudapati belum ada satu pun tugas yang ku kerjakan di buku yang bertuliskan Matematika itu.

Aku mengerang sebal, "Aduh! Mana ga bisa matematika lagi." Aku mengacak-acak rambut panjangku itu.

'Hadeh. Nih rambut panjang banget lagi, kek kuntilanak. Mana berat, rasanya kepala jadi berat.' Batinku sambil menyentuh rambut hitamku itu.

"Potong aja deh!" Aku pun bangkit dari kursi lalu meraih gunting dari kotak pensilku.

Aku berdiri di depan cermin dan kuperhatikan rambut panjangku ini. Sudah sepunggung dan aku merasa risih.

Jariku meraih sisir kemudian kurapikan rambut yang berantakan itu. Setelahnya, aku mulai mengira-ngira sepanjang apa rambut yang ingin kupotong.

Setelah memantapkan niat, aku pun meraih gunting, kemudian mendekatkannya ke batang rambutku.

"Eh bentar! Waktu SD aku kan pernah gunting rambut sendiri tapi jadi jelek,"

"Mana dikatain kek boneka mampang lagi." Mengingat hal itu aku pun mengurungkan rencanaku.

Cukup lama aku berpikir. Sebuah ide muncul di otak kecilku itu. Aku meraih gunting itu kemudian bersiap-siap dengan sendal Swallow ku lalu turun ke lantai bawah.

Sebuah buku yang bertuliskan Matematika ku pegang dengan tangan kiriku tak lupa dengan gunting tadi.

Saat ini otakku hanya mengingat sosok pria yang sudah lama menjadi tetanggaku itu. Setauku dia sangat menguasai pelajaran yang berhubungan dengan angka, jadi kemungkinan besar dia bisa membantuku saat ini.

Aku berlari menembus panasnya terik matahari kemudian berlari beberapa meter ke arah kiri dari rumahku.

Kudapati sebuah pagar dengan ukuran besar membentang di depanku.

"Pak ada sepeda ga?" Tanyaku pada pria paruh baya yang tengah duduk di pos jaga rumah itu.

"Ada tuh disana." Penjaga itu pun menunjuk sebuah sepeda lipat yang tersandar di sudut halaman yang sangat luas itu.

"Oke makasih pak." Sehabis itu aku pun memasuki halaman rumah itu lalu dengan cepat menaiki sepeda tersebut.

Sekedar info halaman rumah ini benar-benar luas. Jika aku hanya jalan kaki sudah jelas aku akan kelelahan. Ditambah dengan terik matahari yang benar-benar membakar kulit siang itu.

1.You Are || Chifuyu x Readers (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang