Follow akunku dulu yuk, sebelum membaca... :)
Meisya terpaksa harus memberikan sesuatu yang berharga dalam dirinya demi mendapatkan uang untuk operasi ayahnya. Dan dia memberikannya kepada seorang lelaki, yang tak lain adalah kekasih dari sahabatny...
Lagi gabut, iseng publish ini. Next, lanjutannya nunggu Fero dan Maudy tamat dulu hehe
Happy reading!!!
"Gue... gue hamil, Kak."
Mario sontak tertawa mendengarnya. "Nggak mungkin, Sya! Kita selalu main aman. Gue selalu ngeluarinnya di luar. Kalau kelepasan di dalam juga, seharusnya nggak masalah. Lo rutin minum pilnya, 'kan?"
"Gue minum terus, kok, setelah berhubungan sama lo. Lo lihat sendiri gue selalu minum itu."
"Apa lo pernah main sama yang lain juga?"
"Nggak pernah!" seru Meisya murka. Enak saja menuduhnya sembarangan. "Cuma sama lo doang, Kak." Mario memang meminta Meisya hanya berhubungan dengannya saja, tapi dia sendiri malah berhubungan dengan perempuan lain. Mario selalu memakai pengaman ketika bersama yang lain, itu cara dia meyakinkan Meisya agar tetap mau berhubungan dengannya tanpa memakai pengaman.
"Sekarang gue harus gimana?? Ini anak elo, Kak," ujar Meisya dengan air mata yang mulai menggenang. Dia tidak akan menggugurkan janin yang tidak berdosa ini. Melakukan hubungan intim di luar nikah saja, dia sudah sangat berdosa. Apalagi membunuh janin yang sama sekali tidak bersalah ini?
"Nikahi gue, Kak... " lirih Meisya. Dia memegang pergelangan tangan Mario--memohon pada lelaki itu.
Mario terdiam.
Meisya tertegun ketika Mario melepaskan tangannya perlahan. Apa Mario menolak untuk menikahinya?
"Sorry, Sya. Gue belum siap menikah. Lo tahu sendiri alasannya. Kalau pun gue ingin menikah nantinya, Pelangi lah yang akan gue nikahi. Bukan elo, atau perempuan mana pun... "
Meisya tersenyum kecut mendengarnya. Dia merasa sedih atas penolakan Mario yang enggan menikahinya padahal dia tengah mengandung darah daging lelaki itu sendiri. Pelangi lagi dan lagi... kenapa harus selalu ada nama Pelangi? Meisya memejamkan kedua matanya sejenak dan kemudian membukanya perlahan. Dia harus bisa mengontrol emosinya saat berbicara dengan Mario. Kalau dia emosi, masalah tak akan selesai, yang ada Mario akan ikutan emosi juga.
"Tapi, Kak... gimana dengan nasib anak kita?" Meisya tak dapat membendung air matanya yang mulai berjatuhan membasahi pipinya. "Dia butuh seorang ayah."
"Kita bisa membesarkannya bersama, tanpa harus menikah," ujar Mario enteng--membuat Meisya membekap mulutnya tak percaya.
Meisya menggelengkan kepalanya. Bukan ini yang dia mau. Dia ingin membesarkan anaknya bersama dengan Mario dalam sebuah ikatan resmi. Apa kata orang kalau tahu dia hamil tanpa suami? Orang tua Meisya juga belum mengetahuinya. Entah apa tanggapan kedua orang tuanya nanti.
See you next time... :)
Btw, cast Mario dan Meisya diganti.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.