Bel istirahat berbunyi nyaring.
Aulia segera menarik Rara yang baru saja selesai menyusun peralatan tulisnya. Rara sih pasrah aja, udah biasa dia tuh diginiin.
Mereka menaiki tangga, lalu berjalan di koridor kelas sebelas. Aulia tuh, tadi lupa kalo kipasnya masih sama Kenzie, ya, jadi sekarang ia sedang dalam perjalanan menuju kelas Kenzie.
Namun langkahnya terhenti disaat seorang pemuda tampan keluar dari kelas.
"Eh?" Aulia melirik kebelakang pemuda tampan tersebut, "Kak Zicho, baru keluar kelas? Mau kekantin?" Aulia sedikit berbasa-basi.
Zicho mengangguk, lalu tersenyum manis sebelum menjawab, "Iya, Aulia ngapain di koridor kelas sebelas?" Zicho menjeda, "Kantin bareng yuk?" ia mengulas senyuman hangat.
Kalo kayak gini ceritanya, GIMANA NGGAK PADA TERPESONA COBAK?!! Haduh... Disenyumin semanis itu, Rara udah mau meleleh dong.
"Boleh!" jawab Rara ceria. Ia mengapit tangannya pada lengan Aulia, lalu menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga.
Zicho tertawa kecil. "Ayo!" ajaknya juga tak kalah ceria.
"Tapi tunggu dulu," Aulia mengangkat sebelah tangannya.
Zicho menaikkan alisnya tinggi, "kenapa?"
"Mau ambil kipas bentar, di kelasnya kak Kenzie, Kak Zicho duluan aja. Ntar kita nyusul."
Zicho mengangguk kecil, lalu menggandeng tangan Aulia, "Ayo, kak Zicho temenin."
Aulia mengangguk, Rara memekik kecil.
Mereka bertiga berjalan bersama menuju kelas paling pojok. Lalu Zicho memasuki kelas Kenzie, diikuti oleh Aulia, setelahnya Rara.
"Ah, Kenzie," panggilnya.
Kenzie menoleh, ia jadi gugup saat melihat ada Aulia di depan mejanya. 'Duh... kenapa harus dateng sih? Kan bisa gue yang nganter nih kipas, tapi siap gue perbaiki dulu. Mana nih kipas gue gak tau ada masalah apa. Ck!'
"Eh? Lia, kenapa?" Kenzie menutupi kipas Aulia di balik lengannya. Ia melipat tangannya dengan rapi, "ada yang bisa Zie bantu?"
Aulia tersenyum lebar, lalu mengulurkan tangan, "mau minta kipas tadi."
Wajah Kenzie pucat pasi, ia tersenyum gugup, "ah, kipasnya ya?" 'mati gue...'
Aulia mengangguk mantap, masih mengulas senyuman lebarnya.
Kenzie semakin gugup. Rara dan Zicho kompak mengerutkan kening bingung. Gini loh, cuma tinggal ngasih kipasnya aja, kok kayaknya susah banget ya?
Kenzie menyerah, ia tidak tega melihat binar ceria itu menunggu lama, ia membuka lipatan tangannya, memperlihatkan kipas yang kabel-kabelnya sudah berkeluaran semua.
Wajah Aulia berubah murung, binar ceria tadi sudah tidak terlihat, mata Aulia juga sudah berkaca-kaca, sudah ingin menangis.
Fajar memasuki kelas dengan wajah segarnya, ia mengerutkan kening saat melihat Aulia yang hampir menangis, ia segera mendekat dengan wajah cemas.
"Hei... kenapa?" tanyanya lembut, lalu pandangannya jatuh pada kipas mini yang berada tepat di depan Kenzie. Ia melebarkan mata, langsung menarik Aulia kedalam dekapannya sambil mengelus rambut Aulia, menenangkan.
"Kipasnya... kipas-nya ru-sak, huaaaa!" Aulia menangis sesenggukkan, ia balas memeluk Fajar erat sambil menunjuk-nunjuk kipasnya yang telah berserakan.
Fajar melihat ke arah Kenzie yang wajahnya sudah semakin pucat, bukannya menenangkan, Fajar malah berkata, 'mampus lu Ken...' tanpa suara.
Kenzie yang mendapat kalimat seperti itu keluar dari mulut Fajar, semakin pucat. Lalu sesuatu terlintas di otak cerdasnya. "Em, nanti Zie ganti deh" Kenzie bernegosiasi, namun Aulia menggeleng tidak mau. Ia semakin mengeratkan pelukannya bersama Fajar, tangisannya juga tidak berhenti, malah semakin keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZIELIA
Ficção Adolescente(FOLLOW DULU BARU BACA!) Ini kisah tentang masa-masa dimana anak SMA baru ngerasain jatuh cinta. Dan juga... Ini tentang Kenzie dan Aulia. Kenzie yang dingin, Kenzie yang susah ditebak, Kenzie yang cuek, dan Kenzie yang penyayang. Sedangkan Aulia...