06. Keputusan Besar

572 71 7
                                    

Hallo, guys👋 jangan lupa follow aku yawww😁
Taburin komentar yaww kalau bisa sekalian aja setiap paragraf wkwkwk 🤣
Happy Reading ❤️💋


Dinda berlari kecil dan segera masuk ke dalam mobil Yoga yang sudah sejak tiga menit yang lalu terpakir di depan rumahnya. "Maaf ya sayang, lama," Dinda segera memasang sabuk pengaman pada tubuhnya. Yoga hanya mengangguk sebagai tanggapan kemudian segera melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Dinda.

Setelah tadi mengantarakan sarapan pada Acha, sesuai janji Yoga kemarin saat di toko buku akan menjemput Dinda-kekasihnya untuk berangkat ke sekolah bersama. Dan kini, berakhirlah Yoga bersama dengan Dinda membelah jalanan kota yang ramai akan kendaraan berlalu lalang.

Dinda memutar tubuhnya menatap Yoga yang hanya diam fokus dengan kemudinya. "Yoga," panggilnya membuat Yoga menoleh sekilas kearahnya.

"Kenapa?"

"Kamu semalam pergi kemana? Aku telfon Dean sama Gaving katanya nggak lagi sama kamu. Tapi, katanya tante Nadin kamu keluar sama teman-teman kamu."

"Aku ada urusan semalam."

"Hmm," Dinda mengangguk-anggukkan kepalanya. Tidak ingin bertanya lebih banyak agar tidak memicu pertengkaran. Dinda mencoba untuk berpositive thingking kalau Yoga memang benar-benar ada urusan yang tidak bisa ditinggal.

"Nanti malam ada film baru, kita nonton yuk! Udah lama juga kita nggak pergi nonton," Dinda berusaha memecahkan keheningan dalam mobil yang kini sedang ditumpanginya bersama dengan Yoga.

"Jam berapa?" Yoga membalas tanpa sedikitpun menatap Dinda. Laki-laki itu terus memfokuskan pandangannya pada jalanan depan.

"Jam 8."

Yoga terdiam sejenak, menimang-nimang ajakan Dinda seraya mengingat apakah malam nanti dia ada sesuatu yang harus dilakukan. "Oke," balasnya kemudian membuat senyum Dinda mengembang.

"Makasih sayang," Dinda mencium pipi Yoga sekilas namun laki-laki itu hanya diam tidak memberikan respon seperti biasanya saat Dinda mencium pipinya ia akan tersenyum senang kemudian menunjuk pipi satunya lagi. Biar adil katanya.

"Kok nggak direspon seperti biasanya sih?" tanya Dinda dengan wajah cemberut. Dinda merasa Yoga semakin tidak seperti biasanya terhadap dirinya.

"Lagi nyetir, Dinda," balas Yoga.

Dinda tersenyum kecut. Apa katanya? Dinda? Dimana panggilan sayang yang selalu laki-laki itu sebutkan ketika dirinya sedang merajuk.

Lima belas menit kemudian mobil yang dikendarai Yoga telah tiba di parkiran sekolahnya. Yoga segera keluar dari dalam mobilnya diikuti dengan Dinda disebelahnya. Dari kejauhan dapat Yoga lihat kedua temannya, Dean dan Gavin sedang menunggu kedatangnya.

"Selamat pagi brother, sister," sapa Dean ketikan Yoga dan Dinda kini sudah berdiri tepat dihadapannya.

"Makin romantis aja nih berduaan mulu," sambung Gavin. Sebenarnya laki-laki itu dapat melihat raut wajah Dinda yang tidak seceria biasanya saat berangkat bersama dengan Yoga. Maka dari itu, ia lebih memilih mengatakan itu untuk menghangatkan perasaan Dinda.

"Iya dong," balas Dinda senang. "Ya udah gue duluan ke kelas ya," imbuh Dinda kemudian segera berlalu meninggalkan Yoga dan kedua temannya yang masih setia berdiri di tempatnya.

Aracha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang