07. Penolakan Acha

574 63 8
                                    

Hallo guys, jangan lupa di follow dan di taburi komen sebanyak-banyaknya yawww ^ ^
Happy Reading ❤️💋


Acha menatap layar ponselnya yang kini sedang menampilkan chat dari nomor yang sangat-sangat dikenalnya. Acha menghembuskan nafasnya sebelum akhirnya jari jemari lentiknya mulai mengetikkan balasan untuk pesan yang baru saja dibacanya.

Acha :
Baiklah. Lo tidak perlu jemput gue, gue otw sekarang.

Acha segera keluar dari room chat tersebut. Hendak meminta ijin kepada Yoga namun ia baru teringat kalau dirinya tidak mempunyai nomor laki-laki itu. Helaan nafas lagi-lagi terdengar dari hidung runcing Acha sebelum akhirnya ia memilih untuk beranjak dari duduknya berlalu menuju kamar untuk mengganti pakaiannya.

Sepuluh menit kemudian Acha telah siap dengan overall yang melekat di tubuh mungilnya. Sejenak Acha menatap penampilannya dibalik kaca yang berada di dalam kamarnya. Pandangan mata Acha jatuh pada perut ratanya membuat tangan Acha tiba-tiba tergerak untuk megusap lembut perutnya yang masih rata.

Acha tiba-tiba teringat dengan perkataan Yoga yang menagatakan kalau laki-laki itu menginginkan dia dan anaknya. "Bagaimana bisa laki-laki yang sama sekali tidak bersalah malah harus menanggung ini semua?" gumam Acha. Wajahnya seketika berubah menjadi sendu. Tidak ingin larut dalam pikirannya yang malah akan menjadikan tamabahan beban untuk dirinya sendiri, Acha memilih untuk mengenakan slingbagnya dan segera berlalu keluar dari dalam kamarnya. Tujuan Acha kali ini adalah café tempat dimana ia membuat janji dengan seseorang yang tadi mengirimkan pesan kepadanya.

***

Di tempat lain, tepatnya di salah satu universitas yang ada di Indonesia segerombol lelaki nampak sedang asik berbincang dan sesekali tertawa dengan begitu renyahnya.

"Asli receh banget lo jadi cowok, masa iya mau buat baper anak orang kayak gitu sih," seorang laki-laki dengan kemeja putih itu membuka suara. Sebut saja dia Arka.

"Iya, yang ada malah ilfeel lah. Lo perlu berguru sama Reiki kayaknya, Len," imbuh laki-laki yang duduk disebelahnya, sebut saja Aska.

"Yoi, gue kan akhlinya menaklukan wanita," sambung Reiki dengan begitu angkuhnya.

"Gak gak gak! Lo sesat Rei, mantan lo bejibun kerjaan lo buat baper anak orang tapi nggak bertanggung jawab," ujar laki-laki yang di tertawakan itu. Alen namanya.

"Yaelah, gue kan cuma bercanda anjir. Salah ceweknya bukannya ketawa malah baper," seru Reiki tidak terima untuk disalahkan.

"Kalau kata anak toktok gini ya, 'Dia bercanda, seharusnya lo tertawa bukan malah jatuh cinta," ujar Arka menirukan gaya-gaya fyp tiktok yang lewat diberandanya.

Semua yang mendengar perkataan Arka sontak menyemburkan tawanya tak terkecuali Alen yang sedang menjadi objek bully teman-temannya. Namun, tidak dengan laki-laki yang sejak tadi menyibukkan dengan ponsel digenggamnya.

"Gak keren banget lo mainnya toktok," seru Aska seraya meredakan tawanya.

"Lo ga tau aja gimana serunya lihat ciwi-ciwi berjoget ria pamer aurat," balas Arka.

"Yaelah, cuma bisa dilihat nggak bisa dimiliki apa kerennya anjir."

"Itu lebih baik daripada merusak anak orang tanpa mau bertanggung jawab," seru seseorang dengan nada dinginnya. Ken-laki-laki itu sejak tadi hanya diam menyimak perbincangan teman-temannya. Ekspresi dingin dan datar selalu menghiasi wajah tampannya. Bisa dikatakan, keempat laki-laki yang sedang berkerumun itu adalah the most wanted di universitas tempat mereka menimbun ilmu sekarang.

Aracha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang