Terdapat bendera kuning didepan pagar kost-kostan tempat tinggalku. Tetangga yang baru berusia 24 tahun di kamar sebelah telah meninggal dunia tadi malam.
Pagar yang sedikit berkarat itu berdecit pelan saat aku membukanya, dan aku mulai berjalan melewati beberapa orang yang datang melayat mayit tetangga kost ku. Beberapa mata menatap namun yang lainnya acuh.
Kubuka keran dan mulai membasahi rambut dan sekujur tubuhku. Meski sering lupa, aku ingat, saat terakhir aku bertemu dengan tetanggaku adalah dua hari lalu. Saat itu, kutinggalkan ia dengan pacarnya yang baru datang. Namun, ia sempat berpesan
"Titip dia ya kalau aku gada dirumah"
Aku tidak sepenuhnya mengerti, tapi mungkin maksudnya memperkenalkan pacarnya padaku, atau agar aku mempersilahkannya menunggu diteras depan sampai dia kembali.
Entahlah, malam itu setelah para tamu pulang, dan kerabatnya kembali ke kota asalnya membawa jenazahnya, hujan gerimis turun. Lelah membuat mataku terpejam lebih cepat.
Entah kapan tepatnya, aku mendengar suara ketukan pelan pada pintu kayu kamar kost. Suaranya terdengar dekat, jadi aku beranjak dari ranjang dan mulai membuka pintu kamar ku.
Di depan kamar sebelah terlihat seorang wanita berdiri didepan pintunya. Ia berpakaian rapi namun sedikit basah terkena hujan. Mendapati aku yang berada disana, ia menoleh dan memperlihatkan wajahnya padaku.
"Maaf ganggu.
Dani nya belum pulang, ya?"Aku terdiam sejenak untuk berfikir harus menjawab apa. Wanita itu adalah pacar dari tetanggaku yang baru saja meninggal dunia. Apa mungkin ia tidak mengetahuinya? Tetapi para tamu yang melayat barusan merupakan teman, rekan kerja, dan keluarga almarhum.
'Masa iya, pacarnya ga tau?' Batinku.
Mungkin karena terlalu lama diam, wanita itu kemudian melanjutkan,
"Kalau gitu aku tunggu di teras depan ya . ."
Aku secara tak sengaja mengangguk dan ia pun berjalan kearah depan.
Batinku sedikit risau, meski tak menjawab apapun, namun aku merasa membohonginya karena tidak memberitahukannya.
Jadi, aku pergi ke dapur dibelakang dan menuangkan 2 cangkir teh. Dengan niat menenangkannya sebelum memberitahukan berita duka itu.
Gemericik air yang panas menenggelamkan daun teh yang merebakkan harum melati. Aku menatap jam di dinding dapur yang menunjukkan waktu 02:00.
Cukup malam untuk tamu datang berkunjung. Tetapi rasa tak wajar itu tidak sebesar beban moralku untuk menyampaikan berita tersebut.
Aku berjalan di lorong kamar kamar kost menuju teras depan dengan dua gelas teh di tangan kiri dan kananku. Saat tiba didepan, kulihat wanita itu berbicara dengan seseorang. Ia kemudian berhenti dan mulai mengangguk sungkan padaku.
Lalu orang yang berbicara padanya melihatku dan berucap
"Wah makasih banget nih, aku bener bener ngerepotin . . . "
Sembari berdiri dan mengambil salah satu cangkir teh ditanganku. Ia adalah almarhum tetanggaku yang meninggal dunia kemarin malam.
Aku menatap keduanya bingung.
Namun, kini mereka yang balik menatapku canggung.
Karena logika dan perasaanku mulai sedikit kacau, maka kuputuskan untuk izin kembali ke kamarku.
Telapak tangan kananku kini kuletakkan di dada kiriku. Dekup jantung itu terasa cukup keras. Aku bahkan tak tahu harus berfikir apa. Beberapa menit saja, aku kembali dilanda kerisauan lain.
Pintu kamar ku diketuk pelan, dan suara lelaki tetanggaku itu terdengar memanggil pelan.
"Sori kak . .
Udah ngerepotin . .
Sekarang pacarku udah pulang,
dan udah aku nasehatin jangan main ke kostan lagi . . .
Makasih ya kak . . "Waktu menunjukkan pukul 02:20 malam.
Racunnya seharusnya bereaksi 20 menit setelah diminum.Malam itu kudengar lagi suara tetanggaku yang tersedak tercekik racun, aku terus melihat jam di dinding kamarku. Berharap waktu cepat berlalu dan ia segera lepas dari ketersiksaannya dan cepat mati.
Setelah tiga menit tersedak, akhirnya suara itu berhenti. Kini aku dapat tertidur nyenyak hingga pagi. Sepertinya aku akan melupakan kejadian malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mati
KorkuPernah terfikir apa jadinya setelah mati? 'fiksi' ini akan membawamu ke berbagai cerita tentang kematian.