Dibalut gaun hitam elegan, dengan bahu model sabrina. Omi nampak mengangumkan untuk ukuran orang yang akan dinner. Helen bahkan tidak bisa berhenti memuji Omi akan style-nya yang tidak pernah gagal.
Namun, pujian sang Mami tidak dapat mengembalikan mood Omi yang sudah turun total. Sepanjang perjalanan menuju hotel tempat mereka untuk dinner, Omi memasang wajah tertekuk yang terkesan tak ada gairah hidup.
Di dalam mobil yang melaju sedang itu, Omi menatap keluar kaca mobil. Melewati beberapa jalanan di ibu kota, yang terlihat ramai oleh hiruk-pikuk manusia. Mungkin karena malam minggu juga, jadinya ibu kota malah bertambah ramai jika jam semakin malam.
Mengabaikan Helen dan Darpa sang Papi yang sedang mengobrol, juga Gyan yang terlalu workaholic, karena sempat-sempatnya main laptop demi pekerjaannya di dalam mobil. Omi hanya berharap, dinner kali ini berjalan cepat dan mudah baginya.
•••
"Eh, jeng. Sudah nunggu lama?" Sapa Helen pertama kali pada Gretha—Nyonya Nareswara, ketika baru sampai dan cipika-cipiki ala ibu-ibu pada umumnya.
"Enggak kok, jeng. Kami sekeluarga juga baru sampai tadi." Balas Gretha sambil memperhatikan senyum anggun di wajah awet mudanya.
Sedangkan Omi memilih melihat-lihat sekitar. Lalu tanpa sengaja, netra hazelnya bertubrukan dengan netra hitam milik Rasen. Yang sedang duduk memperhatikannya dalam diam.
Rasen, ternyata aslinya lebih tampan ya?
Tidak ada yang melepas tatapan itu. Sampai Omi yang terpaksa menoleh dan mengulas senyum manis, pada Gretha yang memanggilnya.
"Aduh, Omi. Terakhir ketemu perasaan kamu masih kecil. Eh, sekarang udah jadi anak gadis yang cantik sekali." Puji Gretha.
Omi membalasnya main-main, "Ah, tante bisa aja. Lagian Omi mah bukan apa-apa kalo dibandingin sama tante yang jauh lebih cantik." Ujarnya sukses menuai tawa dari orang-orang di sana.
Gretha tersenyum malu-malu, "Bisa aja kamu."
Randi—Tuan Besar Nareswara, menengahi. Bisa panjang nantinya kalo para perempuan sudah mulai saling muji-memuji.
"Sudah, sudah. Ayo silahkan semuanya duduk."
Omi kebagian duduk berhadapan dengan Rasen.
"Sebelum membahas tentang perjodohan. Lebih baik mari makan terlebih dahulu." Lanjut Randi.
Lalu kemudian para pelayan datang. Mengisi minuman dimasing-masing gelas dan tak lama hidangan disajikan. Omi makan dengan tenang. Namun terkadang melirik sekitar, untuk sekedar melihat kegiatan yang lain.
Seperti Darpa, Randi dan Gyan yang membicarakan perusahaan. Lalu Helen dan Gretha yang bergosip. Dan hanya ia dan Rasen yang diam menikmati santapan dengan khidmat.
Meletakkan sendok dan garpu, Omi menarik sebuah sapu tangan dan mengelap bibirnya anggun. Tak sadar gerak-geriknya sedari tadi diperhatikan oleh Rasen.
Gretha yang kebetulan menoleh ke arah Rasen, tiba-tiba menyeletuk agak keras. Hingga membuat orang-orang jadi memperhatikannya.
"Omi-nya kenapa diliatin terus, mas? Cantik ya?" Dikeluarga Nareswara, Rasen memang dipanggil mas.
Mendengar ucapan sang bunda, Rasen jadi tersedak. Menyambar gelas, Rasen meneguk isinya hingga tuntas tak tersisa.
"Bunda apaan sih." Tanggap Rasen setelahnya.
Di sisi lain, mulut Omi membentuk huruf O kecil saat suara Rasen yang baru pertama kali ia dengar begitu membuatnya agak terkesan. Entah mengapa, rasanya berbekas di kepala.
Randi menaruh sapu tangan di tempatnya semula, mulai buka suara dan mengangkat topik baru, "Jadi, Omi. Kamu setelah lulus dua tahun lalu, sudah ngapain saja?"
Di sebelahnya, Omi dapat mendengar jelas suara Gyan yang berkata mampus padanya. Meski dalam hati memaki Gyan dan juga pertanyaan mendadak yang tidak pernah Omi bayangkan, gadis itu tetap mengulas senyum layaknya putri raja.
"Setelah lulus kedokteran hewan saya lumayan sibuk mengurus petshop, om. Selebihnya, saya lebih sering diam di rumah dan kadang membantu Mami di butik." Jawabnya.
Gyan menahan tawanya ketika Omi berbicara sesopan itu. Karena Gyan terlampau biasa melihat Omi dengan tingkah bar-bar dan tidak jelasnya bila di rumah.
Omi memang memiliki usaha petshop sendiri, yang bahkan sudah mempunyai 4 cabang di kota ternama. Hanya saja, pengeluaran dan gaya hidupnya yang terlalu tinggi, Omi merasa penghasilan dari usahanya tidak sebanyak itu. Sampai-sampai ia masih minta kepada orangtuanya.
Kini, gantian Darpa yang bertanya pada Rasen, "Kalo kamu bagaimana, Rasen? Sudah kepikiran mau lanjut ke universitas mana?"
Rasen berdehem pelan, "Saya akan melanjutkan pendidikan ke universitas yang sama seperti Ayah dulu."
"Oh, Universitas Gandara?"
"Iya, om."
"Saya kira kamu akan melanjutkan studi keluar kota atau negeri."
Gyan ikut dalam percakapan, "Si Papi, Universitas Gandara itu bagus loh meski swasta. Akreditasinya juga A. Apalagi mahasiswa lulusannya rata-rata terjamin di perusahaan manapun. Contohnya om Randi, beliau sekarang suksesnya bukan main."
Semuanya tergelak. Penyampaian Gyan akan fakta tersebut terdengar lucu. Seterusnya, mereka hanya berbincang-bincang kecil. Sampai akhirnya Gretha menyinggung tentang perjodohan.
A/N:
mafia romance yang masih
gantung dan tidak tahu harus
dibawa kemana akhirnya membuat
aunty melarikan diri pada cerita yang lain.jadi tanpa nunggu mafia romance atau
tentang aku, kau dan dia beres, aunty
akan tetap up aja ya.semoga suka.
see you when i see you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Baby [Hiatus]
Teen FictionKetika Omi si beban keluarga berumur 22 tahun harus dijodohkan dengan Rasen si anak tunggal kaya raya yang berusia 17 tahun. ••• › Characters: Park Jeongwoo & Choi Yena. © 2021, duckieyen.