Chapter Three: Dinner (2)

198 42 11
                                    

Gretha membaca situasi terlebih dahulu ketika ia akan membicarakan soal perjodohan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gretha membaca situasi terlebih dahulu ketika ia akan membicarakan soal perjodohan. Mencari waktu yang tepat untuk membahasnya segera.

Sambil berdeham kecil, Gretha mengulas senyum dan memberikan atensinya kepada Omi juga Rasen secara sepenuhnya.

"Bagaimana menurut mas dan Omi tentang perjodohan ini?" Sederet pertanyaan itu mampu menghadirkan keheningan. Semua nampak fokus kepada kedua orang yang Gretha tanyai.

Bahkan Omi yang belum siap membahasnya agak terhenyak dalam duduknya, namun tidak ia perlihatkan dan berusaha tetap tenang. Matanya menatap lurus membalas tatapan Rasen, seakan-akan berbicara menyuruh lelaki itu untuk menjawab duluan pertanyaan dari Gretha.

Rasen menerima sinyal itu, ia tersenyum kecil dan mulai merangkai kata dalam benak. "Saya sendiri tidak gimana-gimana. Selagi tujuannya baik, saya akan menerima perjodohan ini."

Darpa papi Omi nampak menganggukkan kepalanya pelan, lalu dalam sekejap memberikan pertanyaan sulit yang membuat Rasen dan Omi memutar otak untuk menjawabnya.

"Perjodohan ini bukan bercandaan yang cuman diterima dengan pasrah pasrah saja. Memangnya jika saya tanya bila kalian sudah menikah, kalian dapat yakin rumah tangga kalian akan bertahan selamanya? Terlepas dari alasan kalian tidak saling suka atau baru saling mengenal hari ini."

Dalam hati Omi tidak bisa menahan omelannya.

Apa-apaan?! Nggak jelas banget tiba-tiba ospek!

Rasen mengulum bibir bawahnya sebelum buka suara. "Untuk itu, saya sendiri tidak bisa menjawabnya secara yakin karena saya tidak bisa melihat masa depan. Sebaliknya, saya juga tidak menganggap perjodohan ini sebuah candaan, karena bagaimanapun hal tersebut menyangkut kehidupan saya yang artinya bersifat penting."

"Lalu, terlepas dari alasan kami yang baru saling mengenal seperti yang dibilang Om tadi, bagi saya itu bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Sebab pernikahan kami saja masih akan dilaksanakan beberapa tahun lagi, atau lebih tepatnya setelah anak pertama Om menikah terlebih dahulu."

"Jadi ringkasnya, saya dan dia cukup mempunyai banyak waktu untuk saling mengenal satu sama lain, dan mempelajari tentang kelebihan serta kekurangan masing-masing. Perihal suka atau cinta, bila sudah nyaman, saya yakin rasa itu dapat tumbuh seiring berjalannya waktu." Akhir Rasen yang disambut anggukan bangga dari Ayahnya dan decakan kagum dari Gyan.

Darpa juga nampak memiliki kepuasan tersendiri mendengar jawaban yang diberikan oleh Rasen. Bundanya terlihat terharu, sedikit tidak menyangka anaknya sudah sedewasa ini. Mami Omi bernafas lega, merasa melompong setelah ia sadar jika mendukung perjodohan ini bukanlah suatu kesalahan.

Sedangkan Omi sedikitnya merasa bersyukur karena lelaki itu ternyata dapat diandalkan, hingga membuatnya tidak perlu bersusah payah menjawab pertanyaan dari Papinya sendiri.

"Karena suatu hubungan tidak dijalankan individu, melainkan bersama-sama. Jadi kita juga mau dengar jawaban dari sudut pandang Omi." Ujar Darpa ingin mendengar jawaban dari Omi juga.

Hhhh, Omi tarik kembali ucapannya tadi. Karena nyatanya ia tetap harus menjawab pertanyaan tersebut.

Omi ikut menuruti permintaan Darpa dan menjawabnya dengan lapang dada. "Jawaban saya tidak jauh berbeda dengan Rasen." Ucap Omi turut mengulas senyum. Tidak sadar perkataannya membuat seseorang agak kaku.

"Meskipun demikian, saya juga tidak menerima perjodohan ini dengan pasrah pasrah saja, karena hal ini juga nantinya akan melibatkan banyak pihak, yang mana tanggungjawabnya sangat besar dan tidak bisa disepelekan begitu saja. Jadi menurut saya sendiri, ini bukanlah sesuatu yang patut dibercandakan. Terimakasih."

Gyan meminimalisir ekspresi wajahnya, tidak ingin terlihat mengejek jawaban yang Omi utarakan.

Muka dua banget, anjir! Kemarin-kemarin protes ke Mami dan pastinya tuh kecebong terpaksa nerima perjodohan ini! Siap-siap aja lo di rumah, gue sindir habis-habisan! Muehehehe.

Randi memperbaiki cara duduknya, lelaki paruh baya itu terlihat lebih rileks dari sebelumnya. "Pihak kami sebenarnya sudah siap menerima apapun keputusan Omi, mau itu baik ataupun buruk. Walaupun nantinya jika ditolak, kali inipun perjanjian dulu tidak akan terlaksana lagi, yang artinya kali ini pun kami tidak bisa menjalankan wasiat dari keluarga terdahulu. Tapi syukurlah, Omi meresponnya dengan positif. Saya jadi senang karena akhirnya janji lama dapat terealisasikan."

Gretha pun sama leganya dengan sang suami. Sepertinya mereka benar-benar berharap Omi menyetujui perjodohan ini. "Saya lebih senang lagi, terimakasih Omi."

Mungkin jika dari awal Omi tahu ia bisa memilih opsi untuk menolak, ia pasti akan melakukannya. Akan tetapi saat melihat ekspresi bahagia dari kedua orang itu, setidaknya rasa menyesal Omi menjadi berkurang.

Omi mengangguk. "Seharusnya saya yang berterimakasih, berkat kalian saya jadi merasa terhormat karena dapat membuat kalian senang."

Helen tertawa kecil. "Untunglah pembicaraan ini berjalan lancar, dan kita semua mendapat hasil yang menyenangkan. Semoga kalian cepat akrab ya."

"Iya, tante." Tanggap Rasen, dan Omi hanya mengangguk pura-pura tidak keberatan akan semua ini.

Omi pikir, mulai sekarang kehidupannya akan berjalan berbeda dari biasanya.

Omi pikir, mulai sekarang kehidupannya akan berjalan berbeda dari biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A/N:

minta doanya dari kalian
agar saya cepat sembuh, ya.

btw, ini draft, bukan ngetik dadakan.
wes, semoga like.

see you when i see you.

Sugar Baby [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang