Setelah berkeliling mall selama 3 jam, Rasen dan Omi sudah menjinjing tas disetiap tangan kanan dan kirinya. Tentunya, semua belanjaan tersebut milik Omi dan tentunya barang yang dibawa mereka kini bukanlah barang keseluruhan yang Omi beli sejak tadi.
Harusnya Rasen merasa kapok karena hampir seluruh barang yang Omi beli harganya mencapai puluhan hingga ratusan juta, namun lelaki itu malah terus menawarkan ingin membeli apalagi kepada Omi yang mana hal tersebut membuat Omi kagum bukan main.
Soal membawa lelaki berbelanja, Omi memang jagonya. Bisa dibilang, ia sudah berpengalaman. Dari mantan hingga gebetan dan lelaki yang sudah pernah Omi ajak berbelanja, hanya Rasen satu-satunya yang tidak mengeluh bosan dan malah terus menanyakan apa yang belum terbeli.
Salah satu keuntungan besar bagi Omi dalam menerima perjodohan ini. Namun bukan berarti ia tidak menyesali keputusannya menerima perjodohan tersebut.
"Mau makan dulu nggak, tante?" Tanya Rasen setelah melihat Omi yang bingung ingin membeli apalagi.
Omi mengangguk menyetujui sesudah berpikir sejenak. Dan ya, sepertinya ia memang harus istirahat sekejap. "Boleh. Chicken katsu, ya."
"Iya, ayo." Dan Omi juga perempuan pertama bagi Rasen yang ketika diajak makan tidak bilang terserah.
Kemudian keduanya mendatangi restoran jepang dan duduk dipojok secara berhadapan. Memesan apa yang diinginkan, menunggunya tanpa obrolan. Omi yang segera membuka ponsel dan Rasen yang memainkan bunga di atas meja akibat bosan.
Omi melirik sekilas, lantas bergumam, "Emang masih bocah kan." Lalu kembali abai.
Akhirnya, setelah beberapa menit makanan datang. Lagi-lagi mereka menyantapnya dalam keheningan dengan dentingan sendok garpu yang beradu pada piring. Meneguk minuman sebagai penutup.
Rasen mengecek jam tangannya, lalu berbicara kepada Omi, "Masih ada yang mau dibeli nggak, tan?"
"Iya, skincare sama make up aja habis itu pulang."
"Yaudah, ayo." Ajaknya berdiri dan kembali menjinjing belanjaan milik Omi, dan gadis itu melakukan hal yang sama.
Setelah membayar, mereka segera pergi ke toko kosmetik. Selama berjalan dengan Rasen, lirikan demi lirikan orang-orang makin Omi rasakan. Risih sekali, tapi mau bagaimana lagi. Omi paham karena Rasen ini anak konglomerat dan wajahnya seringkali masuk televisi.
Rasen menunduk untuk menatap Omi, merasakan ketidaknyamanan gadis itu. "Tante nggak papa, kan?"
Omi mendongak agar dapat menatap Rasen, lalu mengangguk malas. "Hm, nanti juga bakalan biasa aja."
Percakapan berakhir begitu saja ketika mereka sudah sampai di toko kosmetik. Kini Omi memimpin jalan dengan Rasen yang mengintilinya bak anak itik.
Omi menyerahkan kantong belanjaannya kepada Rasen karena berat, yang diterima oleh empunya. Gadis itu ingin membeli produk baru untuk mencoba look baru seperti yang ditontonnya di aplikasi merah.
Berada di rak jajaran lipcream, Omi sedikit mengoleskan beberapa lipcream yang menarik pada tangannya agar dapat menemukan warna yang cocok untuknya. Ia mendapatkannya, antara nomor 101 dan 102.
Ia menghadap Rasen dan menunjukkan kedua lipcream berbeda itu. "Bagusan mana, ini atau ini?"
Rasen menimbang sesaat. "Dua-duanya bagus kok, kalo tante suka, beli aja dua-duanya."
Omi mengangguk menyetujui, lalu pergi ke rak lain dan menghabiskan waktu 30 menit disana. Selesai membayar semuanya, keduanya pergi dari sana.
"Tante nggak mau--"
"Berhenti panggil gue tante, plis! Gue bukan tante lo, ya!" Potong Omi emosi.
Sebenarnya, beberapa menit lalu di dalam toko kosmetik ketika Rasen memanggilnya tante, ia jadi dikira tante beneran oleh pelayan disana. Itu sangat memalukan menurutnya.
Rasen tertegun. "Terus aku harus manggil ap--"
"Apa kek! Kakak, mba, teteh, noona, oneesan juga bisa!" Katanya meledak-ledak.
Rasen menghembuskan nafas pelan dirasa mereka jadi pusat perhatian akibat suara Omi yang keras. Memindahkan kantong belanjaan ke tangan lainnya hingga tangan satunya tidak memegang apa-apa itu ia lakukan untuk menggapai tangan Omi, lalu menggenggamnya dan menariknya menjauh dari sana.
Diperlakukan demikian secara spontan membuat Omi blank, ia hanya mengikuti kemana langkah Rasen membawanya pergi. Lagaknya saja yang katanya sudah banyak membawa lelaki berbelanja, tapi baru dipegang saja sudah bengong.
Rasen membawanya ke basement, tempat mereka memarkirkan mobil. Disana, di depan mobil Rasen, Omi dibuat berhadapan dengan Rasen.
"Jadi tadi gimana? Kamu nggak mau dipanggil tante?"
Omi mengerjap, mengapa Rasen harus bertanya dengan nada lembut begitu?
"I-iya!"
"Terus mau aku panggil apa?"
"I-iya apa kek terserah! N-nama doang juga boleh!" Katanya gagu tanpa menatap balik.
"Yaudah, aku nggak bakal manggil kamu tante lagi, tapi," Rasen menggantung kan ucapannya.
Omi menunggu, tapi tak kunjung dilanjutkan. "Tapi apa?!" Katanya tak sabar.
Lelaki itu terkekeh kecil, Omi sangat menggemaskan. Ia jadi bertanya-tanya, apa benar gadis dihadapannya berumur 20 tahun-an?
"Tapi kamu harus ganti pengucapan gue-lo jadi aku-kamu juga." Ujar Rasen santai.
Omi mengernyit. "Apa? Nggak mau! Gue sama kakak gue aja makenya gue-lo bukan aku-kamu!"
Rasen mengedikan bahunya main-main. "Yaudah kalo enggak mau."
Lalu ia berbalik dan menuju pintu mobil. "Ayo pulang, tante."
Gadis itu berdecak keras, "Yaudah, yaudah! Gue mau!"
Rasen menoleh. "Aku."
Anjing! batin Omi kesal.
"Iya, a-aku mau!" Ucap Omi pasrah.
Lantas Rasen menghampirinya, mengangkat tangannya lalu menaruhnya di atas kepala Omi. Menepuknya beberapa kali dengan senyum manis.
"Good girl. Yuk, pulang." Katanya sambil mendahului Omi memasuki mobil.
Omi memicing kearah Rasen, mengumpatinya lewat tatapan. Dikira ia akan baper setelah kepalanya di puk-puk? Jangan mimpi! Yang ada Omi makin dendam.
Lagian kenapa semakin mengenal Rasen, lelaki itu malah semakin menyebalkan?
see you when i see you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Baby [Hiatus]
Teen FictionKetika Omi si beban keluarga berumur 22 tahun harus dijodohkan dengan Rasen si anak tunggal kaya raya yang berusia 17 tahun. ••• › Characters: Park Jeongwoo & Choi Yena. © 2021, duckieyen.