Oleh : Fera Kai FoxtrotKilo_27
|| Sarah's POV ||
Setelah pertempuran dengan perempuan yang disebut namanya Estefania itu, aku kembali memasuki kota. Aku meminta Akash untuk beristirahat karena sedari tadi membantuku berteleportasi dan bertarung dengan perempuan itu. Lelaki itu pergi ke atas atap rumah para penduduk dan tiduran di sana. Sangat aneh bukan? Aku bahkan sedikit heran kenapa dia tak pernah jatuh dari atas atap saat tertidur.
Namun, saat aku tengah mengitari kota, dari kejauhan kulihat orang-orang berbondong-bondong memasuki kota. Bukankah itu para penduduk yang mengungsi? Kenapa mereka bisa ke sini, padahal keadaan belum aman. Bagaimana jika para kru itu akan melakukan kekerasan kepada mereka?
"Akash!" teriakku kepada lelaki itu.
"Kenapa?"
"Kau lihat itu, kenapa para penduduk bisa kembali ke kota?"
"Ayo, kita ke sana," ujar Akash dan kami langsung berpindah tempat.
"Pak Andrew, kenapa kalian kembali ke kota sebelum aku bolehkan?" tanyaku.
"Sarah, para tetua penyihir itu menyuruh kita kembali sekarang. Katanya kita tak boleh memasuki hutan itu," jawab Pak Andrew.
"Mereka memang tak bisa diajak bekerja sama!" ketus Sarah.
Aku memijit pelipisku, berpikir untuk membawa para penduduk ke tempat yang aman. Namun, di mana? Terlalu berbahaya mengungsikan mereka ke hutan kota bagian barat. Hewan buas di sana sulit dijinakkan.
"Sarah, kita biarkan saja mereka tinggal di rumah mereka masing-masing. Kita berdua akan mengawasi mereka dan menjaga perbatasan. Lagi pula, para manusia abad ke-30 itu tak ada niat untuk memasuki kota," jelas Akash.
"Baiklah."
Aku segera menginstruksikan para penduduk untuk berdiam diri di dalam rumah. Mereka boleh keluar rumah, asalkan tidak melewati perbatasan kota. Para penduduk setuju dan perlahan menuju rumah mereka masing-masing. Aku duduk di atas gapura perbatasan kota bersama Akash sembari memperhatikan para kru dari perempuan bernama Estefania itu.
"Akash, aku akan ke gudang makanan. Para penduduk tak bisa mengambil hasil panen di ladang itu. Kau tunggulah di sini."
"Akan sangat lama jika kau berjalan ke sana, aku antar saja," tawar Akash.
"Bagaimana jika mereka masuk ke kota dan mengacau?" tolakku.
"Hanya sebentar, 'kan? Lagi pula para penduduk tak ada yang mau melewati perbatasan," ucap Akash.
Aku kembali mempertimbangkan tawaran Akash. Lebih cepat lebih baik, bukan? Hanya beberapa menit saja, tak ada yang akan terjadi. Aku meyakinkan diri sendiri sebelum akhirnya Akash membawaku berteleportasi.
"Pak Andrew?" panggilku saat melihat seorang pria di ladang, beberapa pekerja juga ada di sana.
"Sarah, maaf. Kami hanya ingin mengurus ladang ini, sudah beberapa hari kami ladang tak terurus," jelas Pak Andrew diikuti anggukan para pekerja lainnya.
"Mohon bantuannya, ya, Pak. Aku dan Sarah sedang sibuk menjaga perbatasan," sahut Akash.
"Tak apa-apa, Akash. Kami senang bisa membantu kalian," jawab pekerja lainnya.
"Baiklah, kami akan membawa beberapa bahan makanan ke kota."
Aku segera menarik tangan Akash menuju gudang. Kami segera memasukkan beberapa bahan makanan ke dalam kereta yang biasa kami gunakan untuk membagikan hasil panen. Selesai mengatur bahan makanan ke dalam kereta, Akash segera berteleportasi.
"A-apa?" sahutku tak percaya saat tiba di tengah kota.
Apa-apaan ini? Kenapa para kru itu memasuki kota? Bahkan mereka mengacau di dalam kota hingga para penduduk menjadi takut dan beberapa terluka karena mereka. Benar-benar tak memiliki hati nurani dan tak berperasaan. Rumah penduduk yang dekat dengan perbatasan bahkan sudah hancur di beberapa bagian.
"Sarah, tolong kami. Mereka memaksa masuk ke kota, kami sudah menghadang mereka. Namun, benda yang di tangan mereka itu melukai beberapa penduduk," jelas seorang ibu-ibu yang menggendong anak berumur empat tahun.
"Iya, Sarah. Bahkan seluruh kekuatan sudah kami kerahkan, tapi mereka terlalu kuat."
"Masuklah ke rumah kalian, dan bawa para penduduk yang terluka itu ke tempat yang jauh dari perbatasan. Ini ... bawalah bahan makanan ini dan bagikan secara merata," titahku dengan lantang.
"Sarah, apa yang harus kita lakukan?" tanya Akash.
"Kita akan memukul mundur para bawahan perempuan itu," ucapku dengan tatapan nyalang kepada mereka.
"Baiklah. Dibunuh atau lukai sedikit?"
"Jangan sampai mereka terluka, serang bagian vital mereka saja dan lumpuhkan mereka. Ingat, jangan ada yang terluka, Akash!" ucapku memperingatkan.
Lelaki itu sangat suka pertarungan, hingga dia lepas kendali dan membunuh orang. Aku ingat betul saat dia melindungiku dari penyihir lainnya, dan hampir saja membunuh penyihir itu. Aku bahkan menjauhi dirinya selama beberapa hari karena takut.
Setelah memastikan tak ada lagi para penduduk yang berkeliaran, aku dan Akash segera bertarung dan memukul mundur para manusia itu. Aku tidak benar-benar melukai mereka, hanya melayangkan sihir yang dapat mematikan saraf mereka untuk sementara. Akash membuat mereka melayang dan melempar mereka ke luar perbatasan dengan cara yang cukup brutal.
"Akash, lemparkan secara baik-baik. Bisa-bisa tulang mereka retak karenamu!" sahutku.
"Tenang, Sarah. Itu sangat pelan, kok. Lihat, mereka bisa bangkit lagi," jawabnya santai.
"Mungkin saja pakaian mereka itu sangat tebal?" ucapku yang memperhatikan mereka.
Akash kembali melanjutkan aksinya melemparkan para manusia itu ke luar perbatasan. Aku menggelengkan kepala melihat dirinya yang sangat keras kepala itu. Kami berdua terus bertarung dan juga menjaga jarak dari mereka, pertarungan jarak dekat hanya akan merugikan kami berdua. Kucoba mengamati mereka dan peralatan yang mereka gunakan. Sebenarnya, benda apa itu? Cahaya yang keluar dari benda itu bahkan bisa menimbulkan luka yang cukup serius.
"Siapa yang menyuruh kalian memasuki kota dan melukai para penduduk?" tanyaku di tengah pertarungan.
"Aku!" seorang lelaki yang kulihat selalu bersama Estefania itu muncul.
"Siapa kau? Berani sekali menginjakkan kaki ke dalam kota Natureleaf!" ucapku geram.
"Perkenalkan, aku George. Ingat, anggap saja ini baru permulaan. Namun, tunggu saja, aku akan menghancurkan kota ini," ucapnya.
"Tidak semudah itu!"
"Manusia keras kepala sepertimu harus dimusnahkan," ucap George.
"Manusia serakah seperti kalian tidak seharusnya hidup lebih lama!" balasku.
Kulayangkan sihir kepadanya dan dia menghindar dengan cepat. Lawan yang cukup tangguh rupanya. Dia terus menghindari seranganku dan tidak berniat melawan balik. Aku semakin tertarik, tetapi aku mempunyai hal yang lebih penting dari ini. Setelah memastikan para manusia serakah itu tak berada dalam kota, aku membentuk barier untuk melindungi kota.
"Sarah, kau yakin akan memasang barier? Kau bisa kehabisan tenaga!" ucap Akash dengan nada yang terdengar khawatir.
"Ini demi kota. Lagi pula dengan beristirahat aku bisa memulihkan tenagaku," jawabku menenangkan Akash.
Sekalipun akan menguras banyak tenaga, setidaknya aku bisa melindungi kota Natureleaf. Barier mulai terbentuk dan mulai menutupi semua akses keluar masuk kota. Sebelum aku benar-benar kehilangan kesadaran diri, di ujung sana aku melihat Estefania.
"Aku tidak akan kalah!" gumamku sebelum akhirnya kesadaranku menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Traveler : The Unhistorical War
FantasyKetika kerakusan dan nafsu manusia menghancurkan segalanya. Bumi dalam keadaan mati dan gersang, tercemari limbah oleh pihak tak bertanggung jawab. Sisi baiknya, ada dari mereka yang masih memiliki hati dan berencana mengubah bumi menjadi hijau dan...