Oleh : Rae Yohrae
|| Estefania’s PoV ||
Bodoh!
Lensa teropong terpasang tepat berada beberapa inci dari netraku yang menemukan pemandangan seorang laki-laki bersurai hijau tua tampak menggunakan seluruh kekuatan sihirnya—mengamuk bak singa di sabana ketika mahluk luar memasuki areanya.Aku menjauhkan teropong dan melemparnya asal. Aku mendengkus seraya tersenyum mengejek, perutku seperti tergelitik dan ingin tertawa kencang karenanya.
Ya ampun ….
Setetes air jadi jadi keluar dari mataku karena terus tertawa tanpa henti selang beberapa menit.Lucu saja di mataku melihat wizard laki-laki itu mengamuk, kehilangan kontrol akan emosinya. Bahkan, ia dengan mudah menghancurkan senapan laser para kru yang kini dipukul mundur oleh keduanya; wizard laki-laki dan wizard perempuan yang menyebalkan itu!
Mereka pikir, dengan menghancurkan dan memukul mundur para kru akan membuatku takut dan putus asa? Lalu pergi dari tanah ini dan pulang dengan tangan kosong?
Hah!
Sayang sekali, aku tidak mengenal apa itu yang namanya putus asa dan menyerah! Aku tak akan pernah mundur begitu saja, apa lagi demi kebaikan umat manusia di abad ke-30! Aku akan mempertunjukkan bagaimana kehebatan, kekuatan, dan kepintaran manusia di zaman modern itu!Kuambil walkie talky yang berada di dalam kantung seragam lalu berusaha menghubungi George yang berada di luar sana—sedang memimpin para kru untuk menyerang kota Natureleaf.
“Bagaimana keadaan di sana?” tanyaku tanpa basa-basi dan tak ingin membuang waktu.
Terdengar kebisingan yang amat memuakkan telinga, aku tak dapat membayangkan seberapa kacau dan dahsyatnya pertempuran di kota. Sekilas, hanya suara korslet yang keluar, tetapi tak berselang lama akhirnya aku mendengar suara khas milik George.
“Cukup parah, kami diserang dan terus didesak untuk terus mundur. Bahkan, tim alpha kesulitan lantaran senjata yang disediakan telah dihancurkan oleh beberapa wizard.” Terdengar suara Geogre tidak stabil yang berusaha menjelaskan situasi.
Beberapa wizard?
Hm, sepertinya dua wizard itu memanggil antek-anteknya.Wajahku menengadah sejenak ke langit-langit pesawat dengan pikiran yang melayang ke mana-mana—berusaha mencari solusi terbaik untuk menghancurkan pelindung sihir dan memusnahkan semua manusia yang ada di sana.
Apa menurutmu para kru dan George juga akan mati?
Tentu saja mereka.Namun, itu tidak akan terjadi bila mereka semua dengan tanggap dan patuh lekas mematuhi perintah yang kuberikan.
Seperti kecepatan aliran listrik, suatu ide yang ‘luar biasa’ langsung terbayang di dalam otak genius milikku dan hal itu tentu membuatku tersenyum senang lantaran mendapatkan pemecah masalah terbaik.
Kuarahkan walky talkie yang berada di tangan kiri untuk mendekat ke arah bibirku dan berucap menyerukan perintah kepada George yang berada di seberang sana. “George, mundurlah terlebih dahulu!”
“A-apa yang Anda katakan, Nona—”
“Kubilang mundur dulu! Apa kau tuli hingga harus membuatku mengulangi perkataan yang sama?!” Habis sudah kesabaranku bila berbicara dengan makhluk menyebalkan satu ini.Tak ada balasan dari George selama beberapa waktu, sampai akhirnya ia berucap, “Baik, Nona.”
Aku menghela napas singkat ketika mendengar suaranya yang terdengar pasrah, seharusnya ia menuruti permintaanku dalam sekali ucapan dan tak membuatku menjadi emosi seperti ini!
Segera kumenonaktifkan walky talkie dan menaruhnya kembali ke dalam saku seragamku. Setelah itu, dengan langkah agak terburu-buru aku keluar dari ruangan menuju tempat persediaan senjata yang berada tak jauh dari tempatku berada.
Hanya dengan menempelkan ID-card khusus yang hanya boleh dimiliki oleh orang dengan hitungan jari, di papan scan pintu ruangan persediaan senjata, aroma khas bubuk tembakau dan mesiu menyeruak dan menusuk hidungku saat pintu terbuka lebar.
Namun, aku sama sekali tak terganggu dengan hal itu. Semenjak aku sudah menjadi mantan sukarelawan tentara untuk melindungi perbatasan kota di abad ke-30, aku sudah terbiasa dengan aroma keduanya, bahkan bau anyir darah sama sekali tak membuatku bersimpati kepada para penyusup.
Aku terus dilatih keras agar tak ada satu pun hama yang masuk dan membuat kekacauan di kota. Jika itu terjadi, maka kepalaku, tentara, dan keluarganya akan tertancap di pagar perbatasan kota.
Karena hal itulah, aku mendapatkan pengalaman dan pengetahuan tentang bertahan hidup juga seni bela diri. Kendati aku adalah perempuan, itu bukanlah masalah besar.
Justru, apa itu bisa dianggap sebuah masalah?
Kuambil sebuah kotak berwarna merah yang ada di pojok ruangan dan tersenyum penuh kemenangan.
“Ini adalah kartu AS milikku.”
***
“No-Nona Estefania?”
George dengan wajah seputih kapur itu terlihat terkejut dengan kehadiranku yang turun langsung ke medan pertempuran.
“A-apa yang Anda lakukan di sini? Keadaan sangat genting dan—”
“Diam! Tutup mulut baumu itu!” seruku seraya memandangnya tajam, “aku sendiri yang akan memimpin pertempuran kali ini! Kau mundur bersama pasukan yang terluka. Pasukan yang masih bisa bertempur, ikut denganku!” tegasku berjalan meninggalkannya.
Para kru yang kubawa dari pesawat dengan senantiasa berada di belakangku, berjaga-jaga dan siap menunggu titahku yang kini melangkah santai semakin masuk ke dalam kota—tempat tim alpha berada yang katanya terdesak oleh George.
Bau anyir darah, asap kelabu, suara rintihan kesakitan dan tangisan langsung menyambutku ketika baru pertama kali menginjakkan kaki di kota Natureleaf.
Banyak sekali tubuh yang tak lagi berjiwa tergeletak di mana-mana, baik dari pihak musuh atau pihakku, ada pula yang masih hidup tetapi sekarat.
Tanganku terangkat memberi instruksi kepada para kru yang kubawa untuk cepat-cepat mengevakuasi tim alpha yang terluka dan membawanya kembali ke pesawat untuk mendapatkan pengobatan.
Saat diriku melangkah lebih jauh lagi, terlihat tiga wizard yang tak kukenal rupanya tiba-tiba melesat tepat di atas dan hendak menyerangku.
Namun, dengan santainya kuangkat walkie talky yang langsung berubah menjadi senapan berisi magma terpanas dari gunung berapi.Seketika, tiga wizard itu jatuh dan memekik penuh lara sembari berguling ke sana-kemari dan memegang bagian tubuhnya yang terkena seranganku.
Ah … terdengar indah dan merdu rintihan penuh siksaan dari mereka bertiga.
Mendadak, beberapa wizard kembali muncul di hadapanku dengan wajah beringas dan penuh amarah yang membara tertuju kepadaku. Wizard perempuan berambut biru waktu itu juga ada.
Apa mereka kesal?
Oh, tentu saja mereka kesal. Namun, kini giliranku untuk melancarkan serangan balik!“Kau iblis!” hardik wizard perempuan berambut biru itu seraya menujukku secara terang-terangan.
Aku hanya tertawa mendengar ucapannya itu dan dengan percaya diri kuangkat kembali walky talkie yang kini berubah menjadi sebuah remot dengan tombol berwarna merah di tengahnya.
Setelah itu, suara gemuruh dan goncangan terdengar membahana disusul dengan teriakan yang entah dari siapa. Namun, sebagai gantinya pelindung sihir yang menyelimuti kota Natureleaf akhirnya hancur lantaran sinar laser super dari pesawat dan beberapa bom tanah yang telah kutanam di sekitar kota.
Senyum kemenangan terlukis di wajahku tatkala mendapati wajah terkejut dari para wizard bodoh itu.
“Kalau aku iblis, memangnya kenapa?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Traveler : The Unhistorical War
FantasyKetika kerakusan dan nafsu manusia menghancurkan segalanya. Bumi dalam keadaan mati dan gersang, tercemari limbah oleh pihak tak bertanggung jawab. Sisi baiknya, ada dari mereka yang masih memiliki hati dan berencana mengubah bumi menjadi hijau dan...