Hari masih pagi. Tetapi, Reza sudah berada di tempat ini sejak satu jam yang lalu. Ia tidak ikut latihan band bersama anggotanya hari ini dengan alasan tidak enak badan. Ia membawa papan skateboard sambil duduk termenung di bawah pohon besar. Ia menekuk kedua lututnya sambil menyandarkan tubuhnya ke batang pohon. Ia memandang ke arah langit. Matahari belum menyemburkan sinar di ufuk Timur. Wajahnya masih terselimuti awan tebal dan gelap.
Lahan terbuka hijau memang sudah sangat jarang terlihat di daerah Jakarta. Minimnya lahan terbuka hijau di Jakarta membuat Reza merasa sulit untuk beristirahat sejenak dari roda permasalahan yang terus berputar dalam hidupnya. Gedung-gedung pencakar langit seolah berlomba membelah langit Jakarta. Belum lagi, asap tebal kendaraan bermotor yang mengepul dan membumbung memenuhi kota ini. Reza bersyukur masih ada lahan skatepark di dekat rumahnya untuk bermain skate.
Ia menghirup nafas dalam-dalam, mengisi udara pagi ke dalam rongga dadanya yang terasa sesak. Ia kembali terngiang ucapan Mamanya semalam.
"Kepergian dimajukan sebulan lebih awal.."
"Kapan, Ma?" tanya Reza singkat.
" 12 Mei.."
"Memangnya kenapa, Ma?"
"Kakakmu mengidap penyakit leukemia. Sekarang kankernya sudah stadium 3. Ia harus segera mendapatkan donor sumsum tulang belakang. Jika terlambat, nyawanya tidak tertolong, Nak. Sumsum tulang belakang milik Papa tidak cocok dengan kakakmu. Papa ingin agar kita kesana untuk melakukan tes kecocokan sumsum tulang.."
Jika terlambat, nyawanya tidak dapat tertolong, Nak..
Kakakmu mengidap leukemia..
Kalimat itu terus saja melintas dipikirannya. Mengapa hanya Karen yang dipikirkan oleh Mama? Apakah Mama tidak memikirkan perasaannya? Memang benar, Karen sedang mengalami sakit keras. Ia membutuhkan gue dan mama. Tetapi haruskah sampai menetap selamanya? Tinggal di San Francisco memang kota impiannya sejak kecil. Tetapi itu dulu. Sebelum ia masuk Summer High, sebelum ia mengenal anggota bandnya dan yang terpenting sebelum ia mengenal Raina.
Bagaimana bisa ia harus meninggalkan Raina untuk selamanya? Tidak mungkin. Perasaannya kepada Raina kini sudah berbeda. Rasa sayangnnya dengan Raina telah dipendamnya sejak satu tahun yang lalu. Kebersamaan di Yogyakarta merupakan awal dimana mereka dipertemukan untuk menjadi sepasang kakak dan adik.
Ia masih mengingat percakapannya bersama Raina di Yogyakarta setahun yang lalu,
"Reza berhenti bentar dong!" teriak Raina sambil menepuk pundak Reza.
"Ada apa sih?"
"Itu ada tukang permen gulali.." ujar Raina sambil menunjuk tukang gulali keliling. Reza pun menghentikan sepedanya di kiri jalan.
"Permen di tas gue banyak, tanggung nih bentar lagi sampai.."
"Ih beda tau! Ini gulali bukan sembarang gulali. Beda deh sama permen lainnya. Dulu Kak Reno sering beliin gue setiap pulang sekolah. Mau nyobain nggak?"
"Boleh, boleh.."
"Bang! Pesan dua ya! Bentuk ayam!" Raina tersenyum girang saat abang penjual gulali memilin gula cair ke tangkai permen.
"Za! Gambar ayam aja ya! Hehehehehe..."
"Hm, ya terserah elo deh.."
"Na..." "Apa?"
"Ng..Emang kak Reno itu siapa sih?" tanya Reza penasaran.
"Dia...kakak cowok gue, Za.." "Oh, udah kuliah? Apa masih SMA?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is like a Snakes and Ladders
Teen FictionNovel 'Love is Like a Snakes and Ladders' menceritakan tentang kisah cinta Raina dan Reza yang saling mencintai sejak duduk di bangku kelas X pada kegiatan sosial di Yogyakarta. Mereka bersekolah di SMA Summer High, Jakarta dan duduk di bangku kelas...