"Apa Ma?! San Francisco?" Reza tersentak seketika. Ia seolah tidak percaya dengan kalimat yang barusan diucapkan oleh mamanya.
"Iya sayang, San Francisco," ujar mama meyakinkan.
"Tapi untuk apa, Ma? Mengapa Reza harus ke Amerika segala?" tanya Reza heran. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang sedang disembunyikan oleh mamanya.
"Sebenarnya, sudah lama mama ingin membicarakan masalah ini denganmu. Mungkin ini waktu yang tepat bagi mama untuk menceritakan semuanya," ujar mama sambil memandangnya dengan serius.
"Masalah? Emang ada masalah apa, Ma?" tanya Reza penasaran.
"Semua ini mengenai kakakmu, Karen." nada Mama terdengar parau. Seketika, terdengar suara isak tangis dari seorang wanita yang telah melahirkannya. Mama menangis? Ada apa sebenarnya? Kak Karen? Bukannya dia sedang studi disana?
"Sebelumnya....Ma—Mama.. mau minta maaf, Za. Selama ini, mama telah berbohong kepadamu," jawab Mama terbata-bata.
"Minta maaf? Maksud mama?" tanya Reza bingung.
"Sebenarnya, sejak dua tahun yang lalu sejak kepergian kakakmu ke Amerika, ia tidak mengambil studi. Melainkan..." kalimat Mama sempat terhenti.
"Melainkan berobat, Za.." jawab Mama pelan.
"Be—Berobat? Karen sakit, Ma?" ucapan Reza hampir tidak terdengar. Dan ia tidak ingin mendengar kalimat yang barusan ia ucapkan.
"Iya, Za. Karen sakit leukemia dan ia sangat membutuhkan kita saat ini. Kemarin papa menelpon mama, kakakmu harus segera dioperasi. Dalam waktu dekat, kita akan menyusul kakakmu ke San Francisco,"
"Nyusul? Waktu dekat ini? Tapi Ma..", sanggah Reza.suara terdengar lebih berat.
"Sebentar lagi Reza harus mengikuti ujian kenaikan kelas, nggak mungkin Reza harus meninggalkan sekolah dalam waktu dekat ini," Reza menahan emosinya. Entah apa yang berkecamuk di pikirannya saat ini. Semuanya bercampur menjadi satu.
"Mama tahu ini sulit, tetapi semua ini demi kakakmu, Za. Mama akan mengatur waktu agar kamu bisa mengikuti ujian. Setelah ujianmu selesai, kita bisa pindah kesana. Mama pastikan kamu akan jauh lebih bahagia di Amerika nak," hibur mama.
Bagaimana mungkin semua ini terjadi? Bagaimana mungkin ia meninggalkan Summer High? Bagaimana bisa ia meninggalkan teman-temannya? Meninggalkan band-nya? Sekaligus meninggalkan Raina. Meninggalkan Raina adalah pilihan tersulit yang masih mengganjal pikirannya hingga saat ini. Semua ini seolah mencekik diri Reza.
Tidak mungkin ia mampu meninggalkan orang yang amat ia sayangi.
***
"Jadi, tadi malam Reza nelpon lo?" ujar Yola melongo.
Hari masih pagi. Waktu masih menunjukkan pukul 6.10. Tapi kedua makhluk ini sudah nongkrong di kantin menikmati risol dan jus milik Bu Atik. Summer High memang dikenal sebagai salah satu SMA favorit di Jakarta. Summer High memiliki sebuah kantin yang cukup luas. Makanan yang dijajakan cukup lengkap, bersih, dan tentunya enak. Selain itu, harganya yang terjangkau sangat pas untuk kantong murid Summer High yang dompetnya rata-rata kempes dan hampir kering dilanda kemarau.
Meja panjang sebagai tempat makannya disusun hingga 15 baris dengan rapi di dalam kantin. Disamping kantin, terdapat lapangan basket yang biasanya digunakan anak-anak cowok untuk bermain basket selepas pulang sekolah. Selain bisa jajan, anak cewek Summer High bisa sekalian cuci mata menonton anak basket yang sedang bertanding. (Hehehe... kesempatan tuh!)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is like a Snakes and Ladders
Fiksi RemajaNovel 'Love is Like a Snakes and Ladders' menceritakan tentang kisah cinta Raina dan Reza yang saling mencintai sejak duduk di bangku kelas X pada kegiatan sosial di Yogyakarta. Mereka bersekolah di SMA Summer High, Jakarta dan duduk di bangku kelas...