(2). Suara di Perpustakaan

219 18 0
                                    

Flashback...

Setelah menempuh masa basis selama 3 bulan lamanya, seluruh siswa-siswi mendapatkan jatah cuti untuk pulang kerumah masing-masing, tak terkecuali Sulthan. Berhubung Hafidz baru saja pindah rumah ke Jogja, tentu saja Sulthan tak akan pulang bersama dengan Hafidz.

"Sul, barang-barangmu sudah lengkap?" tanya Juno—salah seorang temannya yang akan pulang bersama ke Jakarta.

"Sudah, Jun. Barang lo sendiri udah leng—"

"Aduuhh berat banget, sih, nih koper! Beban banget!"

Ucapan Sulthan terpotong saat ia mendengar suara seorang gadis yang mengeluhkan kopernya yang berat. Sulthan dan Juno melihat ke sumber suara, benar saja, seorang gadis dengan rambut pendek, dan menggunakan seragam yang sama dengan mereka berdua sedang kualahan dengan koper miliknya.

"Bantuin sana! Gue mau urus teman yang lain." Juno menepuk bahu Sulthan dan langsung pergi meninggalkannya. Tanpa menjawab ucapan Juno, Sulthan langsung menghampiri gadis tersebut.

"Gue yang angkat kopernya, ya?" tanyanya meminta izin kepada gadis tersebut sebelum Sulthan mengangkat koper tersebut ke bagasi mobil.

Gadis bermata bulat tersebut menatap Sulthan dengan kagum, akhirnya, ada juga yang mau menolongnya. Gadis itu hanya memberikan anggukan sebagai jawaban. Kemudian Sulthan langsung mengangkat dua koper berukuran besar milik gadis tersebut ke bagasi mobil.

"M-makasih banyak, yaa.." lirih gadis itu dengan gugup.

"Iya, sama-sama." jawab Sulthan sembari melirik name-tag milik gadis itu.

Ajeng Septa Rahayu

Begitupun sebaliknya, Ajeng juga diam-diam melirik name-tag lelaki jangkung yang berdiri dihadapannya.

Sulthan Arkanda. D

"Emm.. terimakasih sudah bantu, gue, Sulthan." ucap Ajeng malu-malu untuk menatap Sulthan.

Ah, Sulthan salah tingkah sendiri saat mendengar gadis dihadapannya menyebut namanya.

"Terimakasih kembali... nama lo siapa?" Sulthan berpura-pura bego—alias berpura-pura tak membaca name-tag milik Ajeng yang padahal sudah jelas teepasang di dada sebelah kiri.

Ajeng langsung mengulurkan tangan kanannya kehadapan Sulthan, Sulthan menatap tangan Ajeng dan wajah Ajeng yang tersenyum secara bergantian.

"Ajeng, dari Jakarta Barat."

Sulthan tersenyum kemudian membalas uluran tangan Ajeng, "Sulthan, dari Jakarta Selatan."

Sejak perkenalan hari itu, keduanya selalu bersama kemanapun, dimanapun, dan kapanpun. Baik di lingkungan sekolah, pesiar, IBL, hingga cuti mereka selalu pulang bersama. Tentu saja hal tersebut membuat seluruh penjuru sekolah dari teman seangkatan hingga senior, pamong, pengasuh termakan rumor jika keduanya adalah sepasang kekasih. Entahlah siapa yang pertama kali menyebarkan rumor tidak benar itu hingga seluruh penjuru sekolah tau.

Apalagi keduanya masuk kedalam Ekstrakulikuller yang sama, yaitu Pasukan Tanda Kehormatan Taruna Nusantara dan juga English Club. Tamat sudah, semua orang semakin yakin dengan kedekatan mereka sebagai sepasang kekasih. Padahal bukan, dan mereka tidak mempunyai hubungan apapun yang lebih dari sekedar "sahabat".

Namun status sebatas "sahabat" itu berakhir setelah satu tahun di Lembah Tidar, lebih tepatnya saat keduanya duduk di kelas sebelas. Di sore hari yang sejuk dengan langit yang mulai gelap karena matahari yang perlahan demi perlahan berpamitan untuk tenggelam.

Perwira & Sang Ajudan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang