Bab. 17

310 20 1
                                    

Keinginan Salsa untuk menyium darah malam ini begitu besar. Tangannya yang terluka dibiarkan begitu saja. Tekad Salsa sudah kuat, malam ini juga dirinya harus dapat menemukan mangsa.

Salsa menghentikan laju mobilnya tepat didepan sebuah rumah makan. Dilihatnya pria paruh baya yang baru saja keluar dari dalam sana. Pria itu tidak sendirian ada dua orang yang berperawakan sama yang juga keluar bersamanya. Sepertinya kedua orang itu adalah rekan bisnisnya. Salsa dapat menebak dari penampilan kedua orang itu.

Setelah kepergian kedua orang itu, Salsa segera turun dari dalam mobilnya. Tapi sebelumnya Salsa terlebih dahulu memakai masker, kacamata hitam dan menaikkan tudung jaketnya. Agar tidak ada yang mengenalinya.

Hap!

Salsa berhasil membuat korbannya pingsan menggunakan obat bius yang sudah ia taruh di sapu tangan yang digunakan untuk menutup mulut si korban.

"Hari ini lo bakal jadi korban gue." Ucap Salsa melirik kearah korban yang ia letakkan di kursi penumpang melalui kaca spion  yang tergantung diatasnya.

"Sepuluh tahun lalu lo boleh hina-hina gue. Bahkan lo hampir ngebunuh gue. Tapi hari ini..." ucap Salsa tergantung dengan meletakkan ujung teman bermainnya tepat di dada sebelah kiri korban.

"Lo bakal ketemu sama malaikat pencabut nyawa." Lanjut Salsa berhasil melukis pipi sebelah kanan korban.

"Lo emang om gue. Tapi sikap lo nggak mencerminkan siapa lo di hidup gue."

Rendra Mehestama yang merupakan adik dari David Mahestama, ayah Salsa. Apa yang dilakukannya sepuluh tahun lalu membuat Salsa kembali mengingatnya, saat melihatnya keluar dari dalam rumah makan tadi dan ingin menghabisinya. Kebetulan Salsa juga belum menemukan mangsa yang pas.

Bayangan sepuluh tahun lalu dimana dirinya selalu dihina dan dibanding-bandingkan dengan sepupu-sepupunya yang lain muncul di ingatan Salsa. Kata-kata kasar serta perlakuan tidak layak kini hinggap dipikiran Salsa.

"Kamu itu aib keluarga."

"Bahkan untuk menyebut nama kamu di keluarga Mahestama saja tidak pantas."

"Kamu tidak pantas untuk dilahirkan."

"Gara-gara kamu anak saya jadi korban."

Sembari membayangkan apa yang dialaminya dimasa lalu kini permainan Salsa sudah berjalan setengah. Kini wajah yang hampir memasuki setengah abad itu sudah hancur. Hanya terlihat dara yang mengucur deras dari dalam sana.

Salsa bangkit berdiri, memperhatikan om nya yang masih berada dibawah pengaruh obat bius. Kedua kaki dan tangannya terikat di kursi. Sungguh malang nasib Rendra di tangan ponakannya sendirj.

"Ish...." Rendra meringis merasakan perih diwajahnya.

"Si...siapa...ka...kamu?"

Rendra tidak dapat melihat dengan jelas sosok Salsa yang ada dihadapannya saat ini, akibat darah dan sakit yang dirasanya. Ingin bergerak pun tidak bisa ia lakukan.

"Kamu tidak perlu tahu siapa saya," ucap Salsa datar.

"To...tolong...le...lepaskan...sa...saya. A...pa...sa...lah saya?"

"Tidak semudah itu melepaskan orang seperti kamu." Ucap Salsa memutari kursi yang diduduki Rendra dengan memainkan pisau yang ada ditangannya disekitar leher Rendra.

"Kamu tanya, apa salah kamu? Ingat apa yang sudah kamu lakukan sepuluh tahun lalu?" Akibat sakit di sekujur tubuhnya Rendra tidak mampu mengingat kejadian enam tahun lalu yang dimaksud Salsa.

"Akh...." Rendra menjerit saat dengan sengaja Salsa menusukkan pisau yang dipegangnya dari arah belakang. Kini kemeja putih yang Rendra gunakan sudah berubah warna menjadi merah.

Brukk!

Salsa lanjut menendang kursi yang diduduki Rendra, mengakibatkan Rendra terjatuh beserta kursinya sekaligus. Tidak sampai disitu, Salsa berlutut menyium aroma darah yang berhasil ia keluarkan dari dalam tubuh Rendra.

"Hmm...ini yang gue suka. Wangi." Ucap Salsa sambil memejamkan mata dan mengendus ke sekujur darah yang mengalir ditubuh Rendra. Seakan-akan sedang menikmati aroma yang begitu sedap untuk dihirup.

Setelahnya Salsa menarik rambut Rendra Hingga kepalanya ikut mendongak.

Krek!

Tulang leher Rendra berhasil Salsa patahkan. Tidak ada perlawanan. Rendra pasrah akan apa yang menimpanya saat ini.

Salsa beralih mencabut pisau yang tertancap di punggung Rendra, menyebabkan darah keluar semakin deras. Dilepaskannya semua ikatan di kaki dan tangan Rendra. Dibaliknya tubuh Rendra hingga tidar terlentang dihadapannya.

"Hari ini juga kamu harus pergi dari keluarga Mahestama!"

Pengusiran terhadap Salsa yang hampir saja dilakukan Rendra dengan jalan membuang Salsa kejurang sepuluh tahun lalu kembali Salsa ingat. Dan kejadian itu menjadi penyemangat bagi Salsa dalam melancarkan aksinya.

"Salsa berhenti!" belum sempat Salsa menancapkan beda tajam yang dipegangnya pada bagian dimana letak jantung Rendra berada, tiba-tiba ada suara yang menghentikannya.

"Jangan lakukan itu Salsa, dia om kamu."

"Aunty Mauren," ucap Salsa melihat sosok berpakaian serba putih yang ada dihadapannya saat ini.

"Sejahat-jahatnya dia, dia tetap om kamu Salsa."

"Lanjutkan Salsa. Dia udah bikin kamu menderita enam tahun lalu," ucap suara lainnya.

Salsa tidak menghiraukan suara aunty-nya, ia tetap memilih untuk mengikuti apa yang ada dipikirannya saat ini.

"Jangan Salsa," tiba-tiba terdengar suara yang begitu familiar di telinganya. Dan sosok yang selama ini di rindukannya berdiri dihadapannya berdampingan dengan aunty-nya.

"Aku tau, kamu orang baik Salsa. Dulu kamu nggak seperti ini."

"Aku nggak bisa Vin. Dia udah bikin aku menderita," ucap Salsa menahan tangis melihat sosok yang di rindukannya.

"Ingat aku Salsa. Aku selalu berdoa untuk kamu. Jangan bikin aku disini sedih Salsa."

Runtuh sudah pertahanan Salsa, saat mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Kevin sahabat masa kecilnya.

"Bunuh Salsa."

"Ayo lanjutin Salsa."

"Jangan dengarin kata mereka. Ikuti apa yang ada dipikiran kamu Salsa."

Salsa dilema. Ia menjadi pusing sendiri. Apa sekarang Salsa sudah gila? Banyak sekali bisikan-bisikan yang didengarnya.

"Jangan bikin bunda kamu sedih Salsa." Ucap Mauren tersenyum.

"Bunda sayang sama kamu Salsa. Bunda mohon Salsa berhenti ngebunuh orang." Suara bundanya dan raut wajah sedih bundanya kini memenuhi pikirannya.

"Kamu cantik kalau senyum."

"Cobalah untuk bersosialisasi dan keluar dari zona nyamanmu."

"Senyum."

Tiga kalimat terakhir itu adalah suara Saga. Cowok yang beberapa hari lalu mengaku di depan umum sebagai pacarnya. Cowok yang selalu muncul dihadapannya.

"Aaa...." Salsa berteriak sambil menjambak rambutnya kuat-kuat.

"Enggak...nggak," Salsa menggeleng kuat menatap sosok om-nya yang terkapar lemah akibat ulahnya.

Tidak ingin dihantui oleh perkataan-perkataan yang dapat mengganggu pendengarannya, Salsa segera berlari keluar dari gedung tempat ia melakukan permainannya yang belum terselesai.

Buk!

Akibat terlalu terburu-buru saat berlari mengakibatkan Salsa menabrak orang yang berlawanan arah dengannya.

"Kalau jalan hati-hati." Sewot orang yang ditabrak Salsa.

"Maaf...maaf." Ucap Salsa buru-buru memungut benda yang sempat dijatuhkannya.

"Darah?"

My Psychopath GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang