Bab. 19

305 15 1
                                    

Keduanya kompak memandang ke sumber suara yang ternyata sudah berdiri tegak di hadapan keduanya.

"Boleh. Gabung aja," ucap Nara dengan senyum manisnya. Sedangkan Salsa sudah sibuk dengan makanan yang baru saja diantar pelayan.

"Salsa," sapa Saga yang mengambil duduk tepat di samping Salsa.

Orang yang menyapa Salsa dan Nara tadi adalah Saga beserta kedua sahabatnya. Saga yang kebetulan melihat Salsa dan Nara yang juga makan di restauran yang sama memilih mengajak Mike dan Jodi untuk bergabung bersama keduanya.

"Kenalin ini sahabat gue Mike sama Jodi." Ucap Saga memperkenalkan kedua sahabatnya.

"Mike." Ucap Mike mengulurkan tangannya yang juga dibalas Salsa. Meskipun terpaksa.

"Salsa."

"Jodi."

"Salsa."

"Datar amat neng mukanya udah kayak tembok di rumah gue," ucap Jodi setelah berkenalan dengan Salsa.

Saga dan Nara yang mendengar ucapan Jodi seketika khawatir akan reaksi Salsa. Keduanya sudah tau betul bagaimana sikap Salsa terhadap orang baru. Apalagi orang tersebut seakan menyinggung kepribadiannya.

Jodi yang melihat tatapan Salsa seakan-akan ingin memakannya, seketika langsung mematung di tempatnya seakan-akan dirinya sudah berubah jadi patung tidak mampu bergerak. Ditambah saat Salsa menggerakkan garpunya sambil menatap kearah Jodi.

Mike seperti mengingat sesuatu saat melihat tatapan mata Salsa dan juga gantungan yang ada pada jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan kiri Salsa. Dirinya merasa keduanya pernah bertemu. Tapi dimana?

"Lo berdua habis dari mana Sal?" tanya Saga sambil menyeruput minuman yang baru saja diantar pelayan.

"Toko buku," jawab Salsa datar.

"Ya udah ma, Nara balik sekarang ya?"

Keempat orang yang ada di sana mengalihkan pandangannya  pada Nara yang habis menerima telepon. Ada gurat khawatir yang terpancar dari raut wajahnya.

"Kenapa?" tanya Salsa.

"Gini Sal, barusan nyokab gue telepon. Oma gue lagi sakit di Bandung terus gue disuruh balik rencananya mau kesana buat jengukin." Jelas Nara menanggapi pertanyaan Salsa.

"Ya udah lo balik aja."

"Terus lo gimana?" Pasalnya yang mengajak Salsa jalan adalah dirinya. Jadi, Nara harus bertanggung jawab atas keselamatan dan kepulangan Salsa nanti.

"Gue bisa naik taxi."

"Maaf ya Sal, gue harus ninggalin lo disini. Padahal gue yang ngajak lo jalan."

"Lo balik aja Ra. Kasihan bonyok lo nungguin lo di rumah. Salsa biar nanti gue yang antar pulang." Tutur Saga memberikan solusi.

"Thanks Ga. Lo anterin Salsa ya?" ucap Nara dibalas anggukan dari Saga sebagai tanda persetujuan.

"Gays, gue duluan." Pamit Nara meninggalkan yang lainnya.

Kini tinggallah Salsa, Saga dan kedua sahabat Saga, Mike dan Jodi. Tidak ada dialog hanya kesunyian yang tercipta. Salsa yang memang malas berbicara hanya diam menikmati makanannya yang masih tersisa sedikit. Sedangkan Saga tidak sedikit pun melepaskan arah pandangnya dari wajah Salsa.

"Kedip woi, kedip," ucap Jodi memecah keheningan. Saga tau yang menjadi objek pembicaraan Jodi adalah dirinya yang memandang Salsa.

"Mau kemana?" tanya Saga menahan pergelangan tangan Salsa, yang sudah bangkit dari duduknya.

"Balik."

"Gue antar," ucap Saga yang langsung bangkit dari duduknya tanpa melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Salsa.

"Makasih. Gue bisa sendiri."

"Nih, nanti lo berdua bayar. Gue duluan." Ucap Saga memberikan tiga lembar uang berwarna merah kepada Mike untuk membayar makanan dan berlalu meninggalkan keduanya dengan menarik pergelangan tangan Salsa.

"Aneh tu anak," ucap Jodi melihat kearah Saga dan Salsa yang sudah keluar dari dalam restauran.

"Kayaknya ada sesuatu diantara mereka berdua." Timpal Mike.

"Itu bukan urusan kita. Yang penting kita udah ditraktir."

Sesampainya diparkiran barulah Saga melepaskan cekalannya pada pergelangan tangan Salsa. Salsa menatap Saga yang sekarang sudah naik keatas motornya.

"Nih pake." Ucap Saga menyodorkan helm pada Salsa. Namun Salsa tak kunjung menerimanya.

Saga yang mulai geram akan tingkah Salsa langsung memakaikan helm tersebut ke kepala Salsa. Akibat Salsa yang berdirinya sedikit sulit dijangkau, Saga mencoba menarik pergelangan tangan Salsa agar mendekat padanya dan memudahkan Saga memakaikan helm.

Saga yang tarikannya terlalu kencang atau bagaimana mengakibatkan Salsa sedikit oleng dan berakhir dengan memeluk Saga yang duduk di atas motornya.

Hampir sepuluh menit lamanya kedunya berada diposisi yang sama sampai Salsa yang tersadar akan posisi keduanya dan segera menjauhkan badannya dari Saga.

"Gu...gue bisa pake sendiri." Ucap Salsa mengambil helm yang masih dipegang  Saga dan segera memakainya.

Salsa yang sudah selesai memakai helm yang diterimanya dari Saga segera naik keatas motor yang dikendarai Saga.

"Pegangan!" pinta Saga dari balik helm full face nya.

"Gue nggak bakal tanggung jawab kalau lo jatuh." Saga kembali berucap melihat Salsa yang tidak menuruti perintahnya.

Kebetulan di depan sana ada lubang yang cukup besar. Saga berencana akan membuat Salsa menuruti perintahnya. Dan berhasil. Salsa langsung memeluk pinggang Saga saat dengan sengaja Saga melewati lubang tersebut.

"Lo sengaja?" Saga tersenyum dibalik helm full face nya mendengar pertanyaan Salsa.

"Kan tadi gue udah nyuruh lo buat pegangan. Kalau lo nggak mau ya udah. Lo jatuh gue nggak bakal tanggung jawab."

"Jangan dilepas!" Ucap Saga yang merasa Salsa hendak menjauhkan tangannya dari pinggangnya.

"Gini aja. Nggak ada yang larang." Ucap Saga dengan sebelah tangan kirinya ikut menahan kedua tangan Salsa yang berada di pinggangnya. Sedangkan tangan yang satunya ia gunakan untuk tetap menyetir.

Saga tersenyum dibalik helm full facenya melihat respon Salsa yang tetap melingkarkan tangannya di pinggang Salsa. Sepertinya Salsa sudah merasa nyaman.

"Ini bukan jalan ke rumah gue," ucap Salsa menyadari jalan yang dilewati keduanya bukanlah jalan yang biasanya digunakan menuju rumah Salsa.

Bukannya menjawab pertanyaan Salsa, Saga menaikkan kecepatan motornya.

Setelah menempuh perjalanan yang memakan waktu cukup lama. Akhirnya keduanya sampai didepan sebuah rumah.

Salsa segera turun dari boncengan Saga dan memperhatikan sekitarnya. Terutama rumah dengan papan nama di depan sana. Terlihat rumah berlantai satu yang lumayan besar disertai dengan taman yang luas didepannya. Keadaannya cukup asri dengan berbagai macam pepohonan dan bunga yang menghiasinya. Cukup nyaman untuk ditinggali.

"Kita ngapain kesini?"

My Psychopath GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang