2

290 40 10
                                    

Wajah Helena merona, gadis itu mengigit bibir bawahnya. Bingung harus mengatakan apa. Gerak badannya menunjukkan dirinya tertekan.

Revan melihat tajam perempuan mungil dihadapannya saat ini, dan harus menggeram pelan saat mengetahui respon tubuhnya terhadap gadis ini. Cantik bukan hal yang lumrah untuk dikatakan padanya. Tapi indah adalah hal yang pas untuk gadis ini. Revan masih menatap tajam gadis dihadapannya yang menunduk dalam dan tidak berani menatapnya.

Dengan perlahan Revan memasuki lift, dan kembali harus menghembuskan nafasnya saat melihat gadis ini merona. Rasanya begitu berjam-jam di dalam lift ini. Revan tau gadis ini gugup setengah mati kepadanya. Tapi batinnya harus meneriakkan kata apa gadis ini bisa berhenti merona ! . Dan sial kenapa respon tubuhnya seperti ini.

Helena menarik nafasnya gugup rasanya lift berjalan dengan begitu lama. Revan memperhatikan lantai yang akan disinggahi gadis ini, 14. Gadis ini karyawan biasa, dan apa Fabio tau tentang gadis ini?.

Mungkin pasokan udara sudah habis diantara keduanya. Revan menarik nafasnya kasar. Gadis ini karyawan baru dia tau itu. Setiap karyawan yang melihatnya berada di lift akan memilih keluar tetapi gadis ini hanya diam dan menatapnya dengan tatapan polos dan wajah merona sialan itu. Sebenarnya dia bisa saja menggunaka akses lift pribadi miliknya. Tapi entah kenapa dia enggan untuk menggunakan itu.

"Ehem" Revan berdeham dengan pelan. Tetapi respon tubuh Helena membuat Revan tidak bisa menyembunyikan raut geli diwajahnya. Helena menunduk.

"Kenapa kau tidak keluar?"

Secara otomatis Helena melihat lelaki di sampingnya. Dan harus menahan gugup saat melihat mata setajam elang itu. Tingginya sangat jauh hanya sebatas dada lelaki ini. Helena semakin mengerut takut dia terlihat begitu kecil. Dan apa tadi ? Dahinya berkeru, apa maksudnya keluar?

"Ma-maksud anda?" Helena bertanya gugup, dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak terintimidasi dengan tatapan itu. Tajam seperti elang, tapi ada satu hal yang Helena tau. Mata itu hitam, tajam, dingin. Mudah di tebak banyak hal yang menyakitkan yang dilihat mata itu.

"Siapa namamu?"

Pertanyaan apa itu?

Helena memilih mengabaikan pertanyaan itu, ibu Lidia bilang dia tidak boleh memberi tau siapa dirinya dengan seseorang yang asing baginya. Helena berdeham gugup, bagaimana pemikiran anak kecil seperti itu masih terlintas di kepalanya. Apa Helena harus menjawabnya ? Revan mengerutkan keningnya, gadis ini geramnya.

"Kau tidak menjawab pertanya...." Belum sempat Revan melanjutkan kalimat tajamnya. Helena memotong dengan lugu.

"Ibu lidia bilang padaku aku tidak boleh berbicara pada seseorang yang tidak dikenal . Jadi maaf Tuan tolong jangan mengajakku berbicara"

Bagus bodoh sekali Helena apaan-apaan kau ini. Helena meruntuki dirinya. Ya Tuhan kenapa dia malah bersikap seperti anak kecil dan bukannya mengontrol dirinya untuk menjadi karyawan. Ya Helena kau seorang karyawan perusahaan besar. Jangan membuat malu dirimu.

Revan tak bisa menahan rasa terkejutnya, apalagi saat mendapatkan tangan gadis ini terangkat untuk menahan katanya.

" Maafkan aku" Helena berseru pelan dan yakin, ingin meminta maaf dan menjawab pertanyaan lelaki dihadapannya dengan sopan. Akan tetapi setalah itu bunyi lift terbuka menyadarkan Helena untuk tau bahwa dia sudah sampai pada lantai yang akan dia datangi. Bagus kesemepatan untuk kabur ! pikirnya

Helena kembali memperhatikan mata tajam itu, dan tersenyum manis saat melihatnya. Lalu langkahnya terayun untuk keluar dari lift.

Helena tidak pernah tau bahwa dia meninggalkan seorang lelaki di lift dengan tubuh menegang dan mata yang menatap tajam tubuhnya.

He's Possessive GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang