Pomegranate & Red Berries

620 58 17
                                    

Hari-hari berikutnya berjalan begitu lancar.

Bobby lebih leluasa bertingkah, dan Anta tidak pernah sekali pun merasa keberatan.

Membahagiakan...

Hingga tiba waktunya pada bulan terakhir, Bobby sudah menghabiskan hampir 95% dari waktu magangnya, maka pagi-pagi sekali Leo dan Putra sudah bersiap-siap untuk meminta bagian mereka.

"Traktir enggak mau tau!" seru Putra semena-mena.

Hari ini terasa tidak biasa, terutama untuk Bobby.

Anta harus menghadiri sebuah meeting dengan salah satu majalah wanita dewasa Ibu Kota, berkaitan dengan wawancaranya selaku wajah dari Youth FM dengan majalah tersebut.

Sebenarnya Putra juga harus turut hadir, namun laki-laki itu menolak dengan alasan tidak enak badan, padahal ia hanya sedang tidak ingin beramah tamah dengan banyak orang.

Jadi, biarkan Anta saja yang berangkat sebagai ahlinya menarik hati banyak orang. Toh nanti ketika wawancara intinya, Putra juga pasti akan ikut.

"Traktir apa nih, jadinya??" tanya Bobby, sambil tangannya masih mencoba menghubungi Anta.
Laki-laki itu berjanji akan segera kembali ke kantor setelah urusannya beres.
Bobby tidak ingin memulai acara makan-makan mereka tanpa ada pujaannya itu di antara mereka.

"SUSHI TEEEIIII!!!" sorak Leo dan Putra bersamaan sehingga mengakibatkan telinga Bobby sedikit pengang.

"Rame bener..."

Satu suara menginterupsi mereka, dan Anta kini hadir sudah, melengkapi hari yang tadi dirasa Bobby terasa sangat hampa.

"Aku telponin dari tadi enggak diangkat?" Bobby sudah mulai protes.

Anta tersenyum sangat maklum. Laki-laki itu memang tidak pernah membiarkannya sedetik pun untuk jauh-jauh dari ponselnya.
Saling bertukar kabar mulai menjadi rutinitas mereka.
Dan lagi-lagi Anta tidak merasa keberatan sama sekali.

Hitung-hitung, kalau nanti Bobby akan mulai sibuk dengan skripsinya, waktu mereka pasti akan tersita habis-habisan, jadi Anta lebih memilih menikmatinya saja tanpa banyak komplen.

Bobby yang tengah mendudukkan tubuhnya di hadapan sebuah komputer yang menjadi salah satu perangkat siaran mereka, terlihat sesekali sibuk dengan script untuk beberapa hari ke depan sebelum ia undur diri dari kantor salah satu saluran radio terkemuka di Ibu Kota tersebut, mendongakkan kepalanya.
Wajahnya seperti seekor anak anjing lucu yang minta dikasihani oleh sang pemilik.
Membuat Anta tidak tahan dan seolah lupa sekitar, ia lalu mengusak ringan helaian halus rambut Bobby yang memiliki 2 warna itu.

"Idih alah..." Leo menggelengkan kepalanya berkali-kali. Dengan dua tangan yang terlipat di atas dada, ia lalu berkata dengan intonasi yang menggoda, "mesra bener romannya..."

"Capek gue... Capek..." kali ini Putra yang terdengar keberatan.
Namun sedetik kemudian ke-empatnya tertawa lepas.

Setelah 1 jam kemudian, hidangan yang dipesan oleh Bobby akhirnya datang juga. Dengan beberapa menu dan telah dibagi rata untuk semua divisi yang terdapat di kantor mereka.

"Enggak kebanyakan, Bob?" tanya Anta dengan dahinya yang berkerut. Walau kapan lalu ia sudah berjanji untuk tidak terlalu memikirkan bagaimana laki-laki itu membayar segalanya, kali ini menurutnya Bobby sedikit berlebihan.

"Kemarin aku dapat cuan lumayan banyak, gara-gara mobil antik yang akhirnya selesai dari beberapa bulan lalu," jawab Bobby sambil membuka mulutnya minta disuapi. 

Anta tidak memiliki pilihan lain selain menyuapi laki-laki itu menggunakan tangan telanjang, karena sumpit yang harusnya ia gunakan sudah hilang entah kemana. Ia memperhatikan Bobby yang mengunyah makan siang mereka dengan khidmat, sambil kemudian tangannya menyusutkan sedikit remahan yang ada di sudut bibir Bobby dengan perlahan menggunakan jari-jemarinya yang lentik.

Can We Talk? - Koo Junhoe & Kim Jiwon [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang